JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Indonesia Digital Campaigner 350.Org Jeri Asmoro mengatakan, ilmuwan yang tergabung dalam IPCC terus mendesak semua pihak segera bertindak cepat untuk meredam dampak krisis iklim agar tidak semakin memperburuk keadaan.
“Kini, krisis iklim telah membahayakan kehidupan bumi dan seluruh penghuninya,” terangnya.
Menurut Jeri, Semua pihak punya peran yang besar untuk menghentikan krisis iklim ini, termasuk sektor perbankan. “Perbankan punya peran besar di sini, sebagian perbankan masih menjadi pihak yang menyebabkan berbagai bencana iklim terus terjadi ketika masih mendanai proyek energi fosil,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata Jeri, “Kita semua mempertanyakan peran mereka, apakah mereka bagian dari solusi dengan melakukan praktik keuangan berkelanjutan yang sejati?”
Saat ini ada empat bank di Indonesia yang masih mendanai proyek energi kotor batu bara, penyebab krisis iklim. Bank-bank itu adalah BNI, Mandiri, BRI dan BCA. Menurut Pius Ginting, Koordinator Perkumpulan AEER, pinjaman bank dalam negeri terhadap industri batubara masih lebih tinggi, yakni sebanyak Rp 89 trilyun dalam periode 2018 – 2020 dibanding pinjaman ke energi terbarukan sebanyak 21,5 trilyun.
“Pinjaman terhadap industri batubara memang harus dihentikan dari sekarang,” ungkapnya.
Sementara itu, Interim Indonesia Team Leader 350, Firdaus Cahyadi mengatakan, peran mereka dalam mendanai krisis iklim melalui pendanaan ke energi kotor batu bara sangat mengecewakan. “Kebijakan mereka mendanai batu bara sangat megecewakan kita semua, termasuk nasabah-nasabah keempat bank itu, “ujarnya.
Firdaus menambahkan, “BNI misalnya beberapa kali mengklaim mendukung upaya pengurangan gas rumah kaca, penyebab krisis iklim, namun ternyata masih mendanai batu bara. Ini sungguh mengecewakan,” tegasnya.
Di saat yang bersamaan, keterlibatan masyarakat, termasuk masyarakat adat sangat diperlukan untuk mengatasi krisis iklim. Hal itu diutarakan Brigitta Isworo Laksmi, jurnalis lingkungan senior, mengingat laporan IPCC selalu berkaitan dengan dampak, adaptasi, dan kerentanan, termasuk pentingnya peran masyarakat adat dan masyarakat lokal.
“Karena mereka memiliki pengetahuan tentang dunia, tentang alam. Sehingga penting untuk melibatkan mereka karena mereka yg tahu cara mengatasi krisis iklim,“ ujarnya
Menurut Brigitta, Indonesia memiliki demikian banyak masyarakat adat yang semestinya bisa mengambil langkah strategis. Caranya dengan melibatkan mereka dalam merencanakan pembangunan untuk ketahanan iklim atau climate resilient development. (Jekson Simanjuntak)