SORONG SELATAN, PAPUA BARAT DAYA — Di bawah rindangnya hutan hujan Distrik Konda, gema langkah kaki para pemuda adat mulai membentuk babak baru dalam menjaga warisan alam mereka. Dengan membawa semangat leluhur dan teknologi baru, mereka mengikuti pelatihan patroli berbasis SMART, sebuah sistem pemantauan spasial modern yang bisa menjadi benteng pertahanan terakhir hutan mereka dari ancaman yang tak terlihat.
Selama empat hari, dari 23 hingga 26 April 2025, belasan pemuda adat dari lima kampung — Bariat, Manelek, Nakna, Konda, dan Wamargege — berkumpul di Aula Bappeda Sorong Selatan. Mereka datang sebagai perwakilan empat sub-suku besar: Gemna, Nakna, Afsya, dan Yaben. Generasi muda ini memikul tanggung jawab besar: menjaga 37.833 hektar hutan adat yang kini sedang dalam proses pengakuan resmi oleh negara.
Pelatihan ini, hasil kolaborasi antara dinas lingkungan hidup, lembaga konservasi, dan organisasi masyarakat sipil, membuka lembaran baru dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Mereka mempelajari sembilan materi penting, mulai dari pencatatan temuan di lapangan, penggunaan GPS, hingga menginput data ke aplikasi SMART. Tidak hanya teori, para peserta menghabiskan lebih dari 600 menit di medan hutan Kampung Bariat, membaur dengan aroma tanah basah dan gemerisik daun di bawah langit Papua.
“Saya mengapresiasi dukungan dari pemerintah dan mitra,” ujar Yusup Maikel Sianggo, pendiri Komunitas Pemuda Adat GENAYA. “Ilmu ini penting. Hutan bukan hanya tempat kami hidup. Ia adalah hidup kami.”tuturnya.
Di Sorong Selatan, bentangan tanah dengan keanekaragaman hayati luar biasa — 497.522 hektar lanskapnya masih tergolong ekosistem alami bernilai tinggi. Dalam bentang ini hidup 416 spesies tumbuhan dan 372 spesies vertebrata: dari mamalia misterius hingga burung-burung berwarna api yang membelah kanopi hutan. Sebuah harta karun alamiah yang lebih dari sekadar statistik, ini adalah denyut nadi dunia yang tengah berubah.
Bagi Kepala DLHKP Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu, upaya ini bukan hanya soal konservasi. Ini adalah bagian dari perjalanan panjang kedaulatan masyarakat adat di Tanah Papua. “Hutan Adat adalah warisan budaya dan kontribusi Papua untuk mitigasi perubahan iklim global,” katanya.
Program ini adalah bagian dari inisiatif besar bernama Kuatkan Adat, Sumber Daya Alam Lestari (KASUARI), yang mencakup 150.000 hektar hutan di Sorong Selatan. Menurut Direktur Program Papua Konservasi Indonesia, Roberth Mandosir, memberdayakan pemuda adat menjadi langkah kunci. “Mereka tidak hanya menjaga hutan. Mereka memimpin perubahan demi masa depan yang lestari,” ujarnya.
Kini, di antara deru angin hutan dan kicau burung surga, suara-suara muda dari Distrik Konda mulai bergema. Dengan perangkat SMART di tangan dan kearifan lokal di hati, mereka berdiri di garis depan, menjadi penjaga sunyi hutan-hutan terakhir di dunia (Irianti)