JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM — Biodiversity Warriors Yayasan KEHATI bersama Burung Indonesia mengamati jenis burung pemangsa (raptor) yang bermigrasi melintasi kawasan Puncak Bogor Jawa Barat.
Direktur Komunikasi dan Kemitraan Yayasan KEHATI Rika Anggraini mengatakan, mengamati satwa migrasi yang berada di puncak piramida makanan selalu menarik. Pasalnya, kita bisa melihat hubungan burung raptor dengan kondisi dan kelestarian alam, dan dampaknya terhadap lingkungan.
Namun sayang, burung pemangsa ini memiliki keterancaman yang tinggi ketika bermigrasi, termasuk di wilayah Indonesia. Dampak perubahan iklim, deforestasi, degradasi, dan fragmentasi lahan menyebabkan rusak dan berkurangnya habitat serta sumber pakan mereka. Belum lagi jika dikaitkan dengan adanya perburuan liar.
“Pengamatan burung pemangsa ini sangat penting. Selain sebagai penyeimbang populasi satwa lain, mereka juga dapat dijadikan indikator kondisi alam yang menjadi daerah singgahan atau tujuan dari migrasinya,” kata Rika.
Selanjutnya, data-data hasil pengamatan akan menjadi penguat analisis bagi tindakan konservasi yang akan dilakukan pihak-pihak terkait.
Sing, Fly, Soar – Like A Bird
Setiap Bulan Mei dan Oktober, warga dunia memperingati Hari Burung Migrasi Sedunia. Peringatan itu menjadi penting bukan hanya untuk mengenal keaneragaman burung, namun juga sebagai indikator kondisi alam yang menjadi habitat satwa terbang tersebut.
Hal itu dikuatkan dengan tema tahun ini yaitu “Nyanyikan, Terbang, Menjulang – Seperti Burung!” (Sing, Fly, Soar – Like A Bird!). Harapannya, warga dunia dapat meyuarakan aspirasi mereka untuk kelestarian burung migrasi dan habitatnya.
“Hal pertama-tama yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan pengamatan burung migran. Selain menyenangkan, melalui pengamatan bisa disisipkan edukasi tentang burung migran itu sendiri, termasuk burung pemangsa,” kata Rika.
Fakta Unik
Menurut Rika, ada beberapa fakta unik terkait burung migran pemangsa, yakni:
1. Penantang maut
Perjalanan burung pemangsa atau raptor dari belahan bumi utara ke belahan bumi selatan penuh dengan perjuangan yang menantang maut. “Demi menuju daerah yang menyediakan sumber makanan yang cukup, mereka rela berpergian antar benua dengan jarak ribuan kilometer,” ucapnya.
Beberapa risiko yang dihadapi seperti cuaca ekstrim, tersesat, bahkan diburu oleh para pemburu liar. Risiko ini mereka hadapi pada perjalanan pergi dan pulang ke daerah asalnya.
“Bisa dikatakan, separuh hidup burung pemangsa dihabiskan untuk perjalanan menantang maut ini,” jelasnya.
2. Pengatur strategi yang brilian
Burung-burung pemangsa dapat mengetahui kapan mereka harus bermigrasi dengan mendeteksi perubahan suhu di daerah asalnya. Selain itu, mereka melihat posisi matahari untuk mengetahui musim di daerah asalnya ketika berada di daerah migrasi.
“Ketika bermigrasi mereka memanfaatkan daerah singgahan untuk beristirahat, mencari makan, dan menghindari cuaca esktrim,” kata Rika.
Setelah merasa cukup fit dan cuaca mendukung, mereka kembali melanjutkan perjalanan ke daerah tujuan. “Indonesia sebagai daerah singgahan dan tujuan mempunyai peranan penting dalam menjaga kesuksesan proses migrasi dan kelestarian burung pemangsa itu,” terangnya.
Selain itu, ketika pergi berkelompok, menurut Rika, mereka akan berbagi peran untuk menghemat energi dan menghindari ancaman burung pemangsa lain.
3. Terbang bagai pesawat canggih
Burung migran memiliki kemampuan navigasi yang menimbulkan kekaguman para ilmuwan. Memori spasial burung yang kompleks mampu menciptakan peta ingatan lokasi-lokasi yang mereka kenal, termasuk hubungan antarlokasi, dan tanda-tanda dan bentang alam yag istimewa.
“Kemampuan ini juga dapat menghubungkan lokasi-lokasi yang pernah dikunjungi dan memperkirakan rute penerbangan teraman,” katanya.
Gustav Kramer, peneliti burung pada tahun 1950 menyatakan agar dapat tiba di lokasi migrasi, selain mengandalkan orientasi arah, burung migrasi memiliki navigasi lainnya serupa kompas matahari.
“Dengan kemampuan navigasi itu, burung-burung migran dapat mengurangi risiko kehilangan arah dengan memperhitungkan pergerakan matahari,” ujar RIka.
Untuk menghemat energi, burung pemangsa menggunakan teknik terbang yang menakjubkan. Menggunakan teknik soaring, mereka memanfaatkan arus panas bumi sehingga mereka tidak harus mengepakan sayap.
Mereka juga memanfaatkan pantulan angin (slope soaring) dari lembah atau permukaan yang miring untuk meluncur. Teknik ini yang dimanfaatkan manusia di industri penerbangan.
“Dengan mengetahui fakta tentang burung pemangsa migran, diharapkan masyarakat terutama generasi muda semakin peduli dan terlibat dalam pelestarian burung yang berada di Indonesia,” tutupnya. (Jekson Simanjuntak)