Sekjen UN-DESA (United Nations-Department of Economic and Social Affairs), Sha Zukang bersama Menteri Lingkungan Hidup Indonesia, Gusti Muhammad Hatta, foto : Beritalingkungan.com/Marwan Azis |
“Bisa saja ada pemikiran untuk membentuk badan pembangunan berkelanjutan di PBB,” kata Gusti saat menanggapi pertanyaan sejumlah wartawan yang hadir dalam konferensi pers High Level Dialogue on The Institutional Framework for Sustainable Development (HLD IFSD), Hotel Lor In, Solo,(19/7).
Menurut Gusti, lembaga PBB yang mengurusi masalah lingkungan dan pembangunan seperti UNEP dan ECOSOC memiliki sejumlah masalah dalam menopang pembangunan berkelanjutan.
“Harus diakui kerangka kelembagaan yang ada belumlah memadai untuk menopang cita-cita pembangunan berkelanjutan, Sementara strategi mengintegrasikan tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan, belumlah mencukupi, termasuk dalam hal koordinasi, koherensi dan capasitas bulding, ”paparnya.
Dampak dari kelemahan kelembagaan ini menurut Gusti, sangat terasa, yaitu adanya fragmentasi dan proliferasi di antara badan-badan internasional yang menangani masing-masing pilar dalam pembangunan berkelanjutan dan lemahnya implementasi di tingkat nasional dan lokal. Penggunaan sumber-sumber yang ada juga masih belum efisien.
Selain itu, komisi-komisi yang ada di PBB saat ini belum ada yang fokus membahas isu pembangunan berkelanjutan. Sejumlah komisi di PBB hanya menyentuh persoalan tentang ekonomi, sosial, dan budaya. Belum ada satupun komisi di PBB yang secara jelas mengurusi tentang isu-isu pembangunan berkelanjutan.
“Apakah nantinya komisi baru ini merupakan peleburan dua badan PBB seperti Ecosoc dan Unep. Ada juga pikiran untuk meningkatkan peran UNEP dan ECOSOC seperti WTO, sama dengan Indonesia juga sementara mencari format kelembagaan yang efektif,”ujarnya.
“Adalah tanggung jawab kita bersama untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada tersebut. Ini adalah masalah kita bersama, dan seyogyanya kita terus membangun kepercayaan untuk bahu membahu dalam membangun kerangka kerjasama yang kuat bagi pembangunan berkelanjutan,”tambahnya.
Gusti juga mengingatkan, bila komisi baru itu jadi terbentuk, maka perangkat pendukungnya harus benar-benar disiapkan supaya bisa menjadi lembaga implementator pilar pembangunan berkelanjutan.
Hingga saat ini lanjut Gusti ditingkat internasional, masih terjadi kebingunan dalam mencari kelembagaan yang mengurusi masalah pembangunan berkelanjutan.
“Disinilah pentingnya Solo Meeting untuk menjaring pendapat dalam pengembangan implementasi pembangunan berkelanjutan terutama penguatan kapasitas kelembangaan pembangunan berkelanjutan. Kita mencari format kelembagaan yang bisa bekerja secara efektif dan efesien. Hasil Solo Meeting akan dibawah bagi proses Konferensi PBB Rio+20 2012 nanti,”kata “kata Drs Rasio Ridho Sani, M.Com, MPM, Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian Lingkungan Hidup.
Sementara, Sekjen UN-DESA (United Nations-Department of Economic and Social Affairs), Sha Zukang mengungkapkan, sampai saat ini belum ada satu negara pun di dunia yang berhasil mensinergikan tiga komponen pembangunan berkelanjutan yaitu lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial. Baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Padahal lanjut Zukang, seluruh negara sudah pernah membangun kesepakatan bersama untuk menyelamatkan bumi sebagai satu planet bersama. (Marwan Azis).