Penangkapan karbon di kolam ikan dapat mengurangi CO2 dan toksin sulfida, memberikan solusi untuk perubahan iklim. Foto : Adobe Stock.
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Peneliti sedang mengembangkan model baru untuk penangkapan karbon di lingkungan perairan dengan oksigen rendah, seperti kolam ikan, yang dapat membantu mengatasi suhu global yang terus meningkat.
Sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Nature Food mengungkapkan potensi besar dalam menggunakan metode ini untuk mengurangi emisi karbon dan bisa menjadi solusi yang lebih hemat biaya.
Peneliti utama, Mojtaba Fakhraee, seorang asisten profesor ilmu bumi yang akan memulai jabatannya pada Agustus 2025, menjelaskan bahwa metode tradisional untuk mengurangi emisi kini tidak cukup untuk menjaga agar kenaikan suhu global tetap di bawah 2 derajat Celsius, seperti yang ditargetkan dalam Perjanjian Paris.
Dalam beberapa tahun terakhir, para ilmuwan mulai melirik penangkapan karbon sebagai solusi tambahan untuk perubahan iklim, selain upaya pengurangan emisi karbon tradisional.
Fakhraee bekerja sama dengan Noah Planavsky, profesor ilmu bumi dan planet di Universitas Yale, untuk mengembangkan model yang mengeksplorasi bagaimana produksi alkalinitas melalui pembentukan besi sulfida yang diperkuat di kolam ikan dan lingkungan perairan lainnya yang kekurangan oksigen dapat menjadi cara yang hemat biaya dan efisien untuk menangkap lebih dari 100 juta ton CO2 per tahun.
“Kita berada dalam situasi saat ini bahwa untuk bisa mempertahankan ambang batas 1,5 derajat, kita harus menghilangkan karbon dari atmosfer,” kata Fakhraee. “Tidak ada cara lain untuk mencapainya.”ujar Fakhraee seperti dikutip Beritalingkungan.com dari laman UCOON (20/12/2024).
Fakhraee menjelaskan bahwa penelitian ini fokus pada kolam ikan karena kolam ikan dipengaruhi langsung oleh aktivitas manusia dan dapat menjadi tempat ideal untuk menangkap karbon sekaligus mengurangi konsentrasi sulfida toksik.
Model yang dikembangkan oleh para peneliti menemukan bahwa penambahan besi, yang bereaksi dengan hidrogen sulfida yang terakumulasi, meningkatkan alkalinitas dan pada gilirannya meningkatkan tingkat kejenuhan karbonat, yang dapat meningkatkan penangkapan CO2 dari lingkungan.
Model ini dapat paling efektif diterapkan di negara-negara seperti China dan Indonesia yang memiliki banyak kolam ikan. Fakhraee dan Planavsky memperkirakan bahwa China saja bisa menghilangkan hampir 100 juta ton CO2 per tahun dari atmosfer melalui model ini.
Fakhraee juga mengatakan bahwa temuan ini akan berdampak positif pada keberhasilan kolam ikan, karena penumpukan hidrogen sulfida dapat menjadi toksik bagi ikan, yang menyebabkan angka kematian ikan meningkat atau ikan menjadi terlalu sakit untuk dijual. Model yang diusulkan ini akan mengurangi toksisitas tersebut, menghasilkan populasi ikan yang lebih besar, serta operasi yang lebih berkelanjutan dan menguntungkan.
Pendekatan ini, menurut Fakhraee, bisa lebih efektif dibandingkan dengan metode penangkapan karbon lainnya karena karbon yang ditangkap akan disimpan secara permanen.
“Itu akan disimpan dalam jangka waktu ribuan tahun, yang jauh lebih lama daripada usia CO2 di atmosfer,” ujarnya.
Meskipun ini hanya salah satu pendekatan untuk penangkapan karbon, Fakhraee percaya bahwa jika diterapkan, model ini dapat memberikan dampak signifikan terhadap pengurangan emisi karbon dari kolam ikan.
“Ini hanya salah satu kemungkinan jalur untuk penangkapan karbon dalam skala besar,” tambahnya. “Manfaat tambahan dari jalur ini adalah dapat membantu menetralkan emisi karbon dari kolam ikan, menghasilkan industri perikanan yang lebih berkelanjutan.”
Pendekatan inovatif ini membuka harapan baru bagi keberlanjutan industri perikanan dan mitigasi perubahan iklim di masa depan (Marwan Aziz).