Es di Greenland. Foto : JChristophe_Andre via Pixabay
GREENLAND, BERITALINGKUNGAN.COM– Para ilmuwan telah berhasil mengungkap gambaran terbaru tentang pencairan Lapisan Es Greenland, salah satu dampak signifikan dari pemanasan global yang mengancam seluruh dunia.
Melalui kolaborasi satelit dari Badan Antariksa Eropa (ESA) dan NASA, tim peneliti internasional dari Northumbria University telah menghasilkan data akurat mengenai perubahan ketebalan es di wilayah kutub tersebut.
Lapisan Es Greenland mengalami penipisan rata-rata 1,2 meter antara 2010 dan 2023. Namun, pada area tepiannya, penipisan jauh lebih ekstrem, mencapai 6,4 meter, dengan beberapa area bahkan mencatatkan penipisan hingga 75 meter. Secara keseluruhan, lapisan es ini kehilangan volume sebesar 2.347 kilometer kubik dalam 13 tahun, setara dengan isi Danau Victoria di Afrika.
Langkah Revolusioner dalam Pemantauan Es Kutub
Untuk pertama kalinya, pengukuran ketebalan es Greenland berhasil dilakukan dengan memadukan data dari dua satelit andalan, yaitu ESA CryoSat-2 yang menggunakan radar, dan NASA ICESat-2 yang menggunakan laser. Kombinasi teknologi ini memungkinkan pengukuran yang lebih akurat, meskipun kedua metode memiliki kelemahan masing-masing—radar dapat menembus awan tetapi harus dikoreksi untuk penetrasi ke permukaan es, sedangkan laser tidak bisa menembus awan tetapi memberikan hasil langsung dari permukaan es.
“Kolaborasi ini sangat penting bagi komunitas ilmiah dan pembuat kebijakan di seluruh dunia,” ujar Nitin Ravinder, peneliti dari UK Centre for Polar Observation and Modelling (CPOM) seperti dikutip Beritalingkungan.com dari laman northumbria.ac.uk (30/12/2024)
“Data gabungan ini membantu memperkirakan perubahan volume dan massa es dengan lebih baik, yang merupakan kunci dalam memahami kenaikan permukaan laut secara global.”ujarnya.
Dampak Pemanasan Global yang Meluas
Pencairan Lapisan Es Greenland tidak hanya menyebabkan kenaikan permukaan laut tetapi juga memengaruhi pola sirkulasi samudra dan cuaca global. Perubahan ini membawa dampak besar bagi ekosistem dan masyarakat di seluruh dunia.
Tahun-tahun dengan suhu musim panas ekstrem, seperti 2012 dan 2019, menyumbang hilangnya lebih dari 400 kilometer kubik es per tahun, mencerminkan tren yang semakin mengkhawatirkan.
Tommaso Parrinello, Manajer Misi CryoSat di ESA, menyebut kolaborasi ini sebagai terobosan dalam pemantauan es kutub. “Dengan menyelaraskan orbit CryoSat-2 dan ICESat-2, kami membuka jalan baru untuk pengukuran yang lebih presisi, seperti melacak kedalaman salju dari luar angkasa,” katanya.
Thorsten Markus, ilmuwan proyek ICESat-2 dari NASA, menambahkan bahwa data dari kedua misi ini memberikan gambaran konsisten tentang perubahan di Greenland. “Ini membuka peluang untuk membangun rangkaian data panjang yang lebih komprehensif dengan menggabungkan misi-misi masa depan seperti CRISTAL,” tuturnya.
Masa Depan yang Lebih Siap Hadapi Perubahan Iklim
Melalui kolaborasi ini, ESA dan NASA membuktikan pentingnya kerja sama dalam memahami perubahan iklim secara global. Dengan pengamatan jangka panjang dari satelit-satelit ini, komunitas ilmiah dan pembuat kebijakan diharapkan dapat mempersiapkan strategi yang lebih baik untuk menghadapi dampak perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut.
CPOM, yang terdiri dari enam universitas dan British Antarctic Survey (BAS), terus memimpin dalam penelitian polar dan menyediakan data vital bagi pengambilan keputusan di tingkat internasional. Ini adalah langkah penting menuju dunia yang lebih siap menghadapi perubahan iklim (Marwan Aziz).