Foto: Pembantaian buaya di Kabupaten Sorong (Dok Polda Papua Barat) |
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Pasca insiden pembantaian buaya oleh sekelompok masyarakat pada hari Sabtu lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat melakukan sejumlah langkah guna penyelesaian kasus ini.
KLHK juga mengajak semua pihak untuk saling bekerjasama dan tidak berbuat anarkis. Peristiwa tersebut terjadi di penangkaran milik CV. MLA, yang terletak di SP 1 Aimas, Kabupaten Sorong. Setelah lokasi kejadian kondusif, pihak BBKSDA Papua Barat bersama dengan pihak kepolisian Polsek Klamalu melakukan pengukuran, identifikasi dan penghitungan jumlah buaya yang mati untuk keperluan proses selanjutnya.
BBKSDA Papua Barat dan penegak hukum terus berkoordinasi dalam rangka penegakan hukum terhadap tindak pidana kejahatan terhadap satwa liar yang dilindungi oleh Undang-undang ini.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Wiratno, menyampaikan bahwa guna penyelesaian kasus ini, diharapkan semua instansi terkait dapat berkoordinasi dengan baik.
“Sekarang bukan saatnya untuk mencari-cari kesalahan instansi terkait, tetapi yang paling utama adalah bagaimana kasus ini dapat diselesaikan secara berkeadilan dan hak-hak warga negara dilindungi oleh Negara,” ujar Wiratno melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com (20/07/2018).
Untuk mencegah kejadian berulang, KLHK meminta pemegang izin penangkaran untuk melakukan penjagaan dan pengamanan ketat di kolam penangkaran, dan Ditjen KSDAE akan segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap CV.MLA.
“Bila terjadi hal-hal yang terkait dengan satwa liar agar melapor ke call center BBKSDA Papua Barat (081148500040),” tambah Wiratno.
Diketahui bahwa telah terjadi insiden yang mengakibatkan meninggalnya satu korban jiwa berinisial SO (48 tahun) akibat diterkam buaya yang berada di dalam kandang induk, di penangkaran buaya CV. MLA. Penangkaran ini merupakan penangkaran buaya resmi yang berada di Provinsi Papua Barat. Buaya merupakan salah satu jenis satwa yang dilindungi berdasarkan PP No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan Satwa. Namun, khusus di Papua buaya masuk dalam kategori satwa buru dan dapat dimanfaatkan dengan pengaturan khusus.
CV. MLA sendiri memiliki izin penangkaran dengan Keputusan Direktur PHKA Nomor: SK.264/IV-SET/2013 tanggal 9 Desember 2013 tentang Perpanjangan Izin Usaha Penangkaran Buaya Air Tawar (Crocodilus novaegiuneae) dan Buaya Muara (Crocodillus porossus) yang dilindungi undang-undang.
Ijin diberikan, karena penangkaran ini telah memenuhi persayaratan yang diperoleh dari Pemerintah Daerah, antara lain Surat Izin Tempat Usaha (SITU), dan surat keterangan lokasi, yang menyatakan bahwa lokasi tidak menimbulkan gangguan bagi lingkungan manusia sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2005 tanggal 19 Juli 2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar.
Berdasarkan pengumpulan data dan fakta, penangkaran yang jauh dari pemukiman warga ini, didatangi oleh korban, dimana korban masuk ke dalam areal penangkaran, disekitar atau dekat kandang induk buaya, untuk mengambil rumput guna pakan ternak, tanpa sepengetahuan manajemen. Selanjutnya salah satu pegawai CV. MLA mendengar teriakan minta tolong dan bergegas menuju sumber suara. Setelah melihat kejadian, pegawai meminta pertolongan dari pegawai lain, dan beberapa orang yang sedang bertani di sekitar area luar penangkaran.
Evakuasi selanjutnya dilakukan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat, dengan mengangkat korban dari kolam induk buaya. Selanjutnya pihak BBKSDA, CV. MLA bersama dengan Polsek Klamalu melakukan koordinasi dengan masyarakat.
Dalam koordinasi ini Polsek Klamalu dan BBKSDA Papua Barat memfasilitasi pertemuan antara korban yang didiampingi oleh Kerukunan Keluarga Banyuwangi (Ikawangi), karena korban termasuk dalam komunitas ini, dan CV.MLA. Dalam pertemuan ini, dihasilkan kesepakatan damai bersama, dimana CV.MLA akan membantu dalam pemakaman jenazah korban.
Saat mengantar jenazah korban pada Sabtu, 14 Juli 2018, Ketua Ikawangi, Sorong. Mengatakan, belasungkawa dan menghimbau masyarakat serta pelayat agar tetap tenang dan tidak terprovokasi untuk melakukan tindakan anarkis, dan meminta agar kasus ini dapat diselesaikan secara damai. Namun sekitar pukul 11.15 WIT, sekelompok masyarakat, bersama seorang pejabat publik Kab. Sorong, melakukan pengrusakan kantor, mess dan membantai seluruh buaya yang ada dalam kolam pemeliharaan, hingga memusnahkan sepasang indukan, dan 290 ekor buaya berukuran 8” hingga 12”. Hal yang paling disayangkan adalah sebagian masyarakat melakukan penjarahan anak buaya berukuran di bawah 4″.
“Kepada semua pihak, kami mengajak untuk saling kerjasama melakukan sesuatu dengan penuh damai, dan tidak berbuat anarkis. Buaya juga makhluk hidup ciptaan Tuhan yang perlu dilindungi,” pungkas Wiratno. (Wan) –>