SULTRA, BERITALINGKUNGAN.COM-Aktifitas pertambangan nikel di Kabupaten Konawe Utara , Provinsi Sulawesi Tenggara dinilai sangat merugikan lingkungan dan keberlangsungan hidup masyarakat pesisir akibat dampak sedimentasi pertambangan. Beberapa wilayah di sekitar area pertambangan telah mengalami kerusakan, terutama terumbu karang yang mengalami kerusakan parah akibat terendam oleh sedimentasi pertambangan yang merusak keindahan alam dan keberlangsungan biota laut yang hidup di daerah terumbu karang.
Dampak ini mempengaruhi industri pariwisata di Pulau Labengki dan Pulau Sombori, yang bergantung pada kecantikan alam dan keberlanjutan lingkungan laut. Hal ini terlihat dari hasil foto udara serta pengambilan sampel lunpur di dasar laut dua destinasi tersebut oleh para aktifis sekaligus pengelola area wisata di sana.
“Akibat sedimen pertambangan karena material tanah tambang terbuang langsung ke laut, terlebih di musim hujan, telah menutup kawasan terumbu karang disekitarnya, termasuk terumbu karang di Pulau Labengki, Pulau Bawulu dan Sombori,”kata Habib Buduha aktifis LSM Toli-toli Labengki Gian Clam Consevation.
Pria yang telah belasan tahun aktif melakukan konservasi kima ini mengungkap, sejak usaha tambang beroperasi sekitar thn 2015, terumbu karang Labengki telah rusak sekitar 70% (Garis merah pada peta berdasar data monitoring kami thn 2018-2019). Begitu juga dengan terumbu karang Kepulauan Sombori. Dan tingkat kerusakan ini terus terjadi.
“Kondisi ini tentu bukan hal yang menggembirakan. Diperlukan kesadaran seluruh pihak, khususnya pengusaha tambang dan institusi pemerintah, untuk agar keadaan ini tidak semakin parah, karena akibat buruk kedepannya akan semakin merugikan, utamanya bagi kehidupan ekosistim laut, nasib nelayan tradisional, bahkan hingga keberlanjutan Pariwisata Labengki dan Sombori,”ungkapnya.
Seperti diketahui Pulau Labengki dan Pulau Sombori sangat populer di Sulawesi Tenggara dan Morowali Sulawesi Tengah sebagai destinasi wisata, terutama bagi para penyelam dan pecinta alam, yang dilengkapi dengan keindahan terumbu karang yang sangat memukau. Namun, kesehatan terumbu karang yang rusak akibat sedimentasi pertambangan nikel dapat mengancam daya tarik pariwisata di wilayah tersebut. Diperlukan upaya untuk memulihkan terumbu karang yang rusak dan pengelolaan yang lebih personal, sehingga pariwisata dapat dijaga dan keberlangsungan ekosistem laut tetap terjaga.
Selain itu, perlu adanya kesadaran dan tindakan yang lebih serius dari pihak-pihak terkait seperti pengusaha tambang dan pemerintah, untuk menghindari dampak yang lebih buruk akibat sedimentasi dari kegiatan pertambangan nikel.
Investasi pada teknologi ramah lingkungan dan pengelolaan lingkungan yang efektif dapat berkontribusi pada meminimalkan dampak buruk dari sedimen tambang nikel, sehingga kerusakan terumbu karang dan pariwisata dapat dicegah dan keberlangsungan hidup masyarakat dapat terus terjaga.
“Dalam upaya menjaga keberlanjutan pariwisata dan ekosistem laut di wilayah Boedingin dan Pulau Labengki, kita harus belajar menemukan keseimbangan antara pengembangan kegiatan pertambangan dan konservasi lingkungan yang sehat. Hal ini hanya dapat dicapai jika seluruh pihak yang terkait bekerja sama dan memperhatikan risiko dan dampak dari setiap kegiatan yang dilakukan,”kata Habib.
Dampak sedimen tambang nikel telah mengancam keberlanjutan pariwisata di wilayah Labengki dan Sombori. Terumbu karang yang rusak menyebabkan kerusakan lingkungan laut dan menutup peluang untuk pariwisata yang berkelanjutan. Seluruh pihak harus bersama-sama bekerja untuk menemukan solusi yang tepat, agar industri pertambangan dan pariwisata dapat berjalan seiring dengan pelestarian lingkungan dan keberlangsungan ekonomi lokal. Keberlanjutan wisata dan lingkungan hidup dapat terjaga jika ada kepedulian dan kesadaran bersama, untuk meningkatkan kesadaran lingkungan serta melaksanakan tindakan yang sesuai. (Yos)