Ekek-geling Jawa (Cissa thalassina). Foto: Burung Indonesia/Karen Philipps |
Burung ekek-geling jawa terancam punah, karena habitatnya berkurang dan rusak.
Nasib burung ekek-geling jawa (Cissa thalassina) ini di ujung tanduk karena statusnya Kritis atau Critically Endangered. Populasi burung endemik Pulau Jawa ini terancam akibat habitat alaminya berupa hutan rusak. Ancaman lain adalah maraknya penangkapan untuk dijadikan sebagai burung peliharaan. Kondisi ini membuatnya kian sulit dijumpai di alam.
Ekek-geling jawa atau dikenal juga sebagai betet, bayan, bitit atau ekek, mendiami areal kaki bukit atau kawasan hutan dengan ketinggian antara 500 m-2.000 m di atas permukaan laut. Terkadang, dapat ditemui di dataran rendah, daerah pertanian, serta tepi hutan.
Keberadaannya tercatat di Taman Nasional Gunung Merapi dan tiga tempat di Jawa Barat: Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, dan hutan di kawasan Parahyangan bagian selatan. Dengan perkiraan populasinya sekitar 249 individu dewasa, burung yang satu kelompok dengan gagak ini menghadapi risiko kepunahan yang tinggi.
Ekek-geling jawa, adalah burung berukuran 32 cm yang didominasi warna hijau, berekor pendek, bersetrip mata hitam dengan iris coklat. Dengan perkiraan populasinya sekitar 249 individu dewasa, burung yang satu kelompok dengan gagak ini menghadapi risiko kepunahan yang tinggi.
Keberadaannya tercatat di Taman Nasional Gunung Merapi dan tiga tempat di Jawa Barat: Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, dan hutan di kawasan Parahyangan bagian selatan. Populasi burung endemik Pulau Jawa ini terancam akibat habitat alaminya berupa hutan rusak. Ancaman lain adalah maraknya penangkapan untuk dijadikan sebagai burung peliharaan. Kondisi ini membuatnya kian sulit dijumpai di alam.
Dwi Mulyawati, Bird Conservation Officer Burung Indonesia, menuturkan bahwa upaya perlindungan ekek-geling jawa perlu dilakukan. “Menjaga kelestarian hutan alam Jawa dan penyadartahuan kepada masyarakat harus dilakukan agar populasi jenis “pendatang baru” ini terpelihara” ungkap Dwi melalui keterangan tertulisnya. (Igg Maha Adi/SIEJ).