JAYAPURA, BERITALINGKUNGAN.COM — Yayasan Pusaka, Greenpeace Indonesia, PD Aman Sorong Raya, WALHI Papua menyatakan mempunyai kepentingan dalam berbagai persoalan lingkungan hidup, masyarakat adat, kehutanan dan melakukan advokasi pemenuhan, penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia.
Keempat organisasi non pemerintah itu mengajukan pendapat tertulis dalam bentuk dokumen Amicus Curiae (sahabat peradilan) kepada Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura atas perkara gugatan perusahaan perkebunan sawit terhadap Pemerintah Kabupaten Sorong.
Perwakilan Yayasan Pusaka Tigor Hutapea mengatakan, pernyataan tertulis sebagai upaya agar majelis hakim dapat menilai perkara a quo yang dianggap memiliki dimensi lebih luas dari sekedar sengketa perijinan perusahaan.
“Perkara a quo menyangkut kepentingan publik atas keberlanjutan lingkungan dan keanekaragaman hayati di tanah Papua. Majelis hakim kiranya menerapkan pertimbangan-pertimbangan penyelamatan lingkungan hidup dalam memutuskan perkara secara adil” katanya.
Sementara itu, Ketua PD AMAN Sorong Raya Fecky Mobalen menegaskan bahwa tanah Papua bukanlah tanah kosong. Tanah yang berada pada izin konsensi merupakan milik masyarakat hukum adat yang telah diakui melalui Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Moi di Kabupaten Sorong.
“Tindakan pencabutan izin-izin yang dilakukan bupati adalah bentuk upaya perlindungan, pemenuhan, penghormatan hak-hak masyarakat adat yang sebelumnya mengalami pelanggaran,” katanya.
Menurut Fecky, perusahaan tidak menghormati hak-hak masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat dalam perolehan izin. Perusahaan memperoleh izin tanpa mendapatkan kesepakatan dari pemilik ulayat terlebih dahulu.
“Karenanya, kami minta majelis hakim PTUN dalam perkara a quo wajib memperhatikan sikap penolakan masyarakat dan memenuhi keadilan yang disuarakan masyarakat,” tegasnya.
Amicus Curie
Amicus curiae merupakan istilah Latin yang diartikan sebagai friend of the Court. Amicus curiae diajukan oleh seseorang yang bukan merupakan pihak yang terlibat dalam suatu perkara disuatu proses peradilan.
Praktik amicus curiae di Indonesia merupakan suatu tradisi yang baru dalam proses peradilan. Publik mulai terlibat aktif memberikan keterangan dan pendapatnya kepada pengadilan melalui amicus curiae dimulai pada tahun 2005 dalam gugatan Class Action Perbuatan Melawan Hukum perkara ganti kerugian korban eks tahanan politik 1965 dan diikuti dalam kasus majalah Time vs Soeharto ditingkat Peninjauan Kembali tahun 2008.
Dua amicus curiae tersebut memantik publik untuk terlibat sebagai sahabat pengadilan dalam berbagai perkara yang terkait kepentingan publik. Terdapat beberapa amicus curiae yang dijadikan pertimbangan majelis hakim dalam mengambil putusan. Dalam perkembangannya, saat ini banyak organisasi masyarakat dan individu yang mengajukan amicus curiae ke pengadilan.
Amicus telah eksis dalam praktik peradilan di Indonesia, didasarkan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan: “Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”
Adapun pengajuan pendapat tertulis dalam bentuk dokumen Amicus Curie (sahabat peradilan) diajukan Yayasan Pusaka, Greenpeace Indonesia, PD Aman Sorong Raya, WALHI Papua kepada Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura atas sejumlah perkara, meliputi:
Nomor Perkara :29/G/2021/PT UN.JPR
Para Penggugat : PT Inti Kebun Lestari
Para Tergugat : Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Sorong
Objek Perkara :
SK No.503/KEP.01/IV/TAHUN 2021 tanggal 27 April 2021 Tentang Pencabutan Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Sorong No.503/05/Izin- Lokasi/DPMPTSP/VIII/2020 Tentang Perpanjangan Izin Lokasi PT. Inti Kebun Lestari di Distrik Salawati, Distrik Klamono dan Distrik Segun Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat
Nomor Perkara : 30/G/2021/PT UN.JPR
Para Penggugat : PT Inti Kebun Lestari
Para Tergugat : Bupati Sorong
Objek Perkara :
a. SK No.525/KEP.62/IV/ TAHUN 2021 Tentang Pencabutan Keputusan Bupati Sorong No.660.1/107/Tahun 2014 tanggal 27 April 2021 tentang Izin Lingkungan Atas Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengelolaan Kelapa Sawit PT. Inti Kebun Lestari di Distrik Salawati, Distrik Klamono dan Distrik Segun Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat.
b. SK No.525/KEP.67/IV/ TAHUN 2021 tanggal 29 April 2021 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Sorong No. 660.1/108/Tahun 2014 Tentang Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT. Inti Kebun Lestari.
Nomor Perkara : 31/G/2021/PT UN.JPR
Para Penggugat : PT Sorong Agro Sawitindo
Para Tergugat : Bupati Sorong
Objek Perkara :
a. SK No. 525/KEP.56/IV/Tahun 2021 tentang Pencabutan keputusan Bupati Sorong No.: 267 Tahun 2003 tentang kelayakan lingkungan kegiatan perkebunan dan pabrik kelapa sawit di Kabupaten Sorong Propinsi Papua Barat oleh PT. Sorong Agro Sawitindo tanggal 27 April 2021.
b. SK No.525/KEP.61/IV/Tahun 2021 tentang Pencabutan keputusan Bupati Sorong No.42/185 Tahun 2013 tentang perpanjangan pemberian Izin lokasi untuk keperluan usaha perkebunan kelapa sawit PT. Sorong Agro Sawitindo di Distrik Segun, Klawak dan Klamono Kabupaten Sorong tanggal 27 April 2021.
c. SK No.525/KEP.64/IV/Tahun 2021 tentang Pencabutan keputusan Bupati Sorong No.503/730 tentang Izin usaha perkebunan (IUP) PT. Sorong Agro Sawitindo tanggal 27 April 2021.
Nomor Perkara : 31/G/2021/PT UN.JPR
Para Penggugat : PT Papua Lestari Abadi
Para Tergugat : Bupati Sorong
Objek Perkara :
a. SK No.525/KEP.58/IV/Tahun 2021 tentang Pencabutan keputusan Bupati Sorong No.163 tahun 2011 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk keperluan usaha perkebunan kepala sawit PT. Papua Lestari Abad di Kampung Waimun Distrik Segun Kabupaten Sorong tanggal 27 April 2021
b. SK No.525/KEP.57/IV/Tahun 2021 tentang Pencabutan keputusan Bupati Sorong No.268 Tahun 2009 tentang kelayakan lingkungan kegiatan perkebunan dan pabrik kelapa sawit di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat oleh PT. Papua Lestari Abadi tanggal 27 April 2021.
c. SK No.525/KEP.65/IV/Tahun 2021 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Sorong No.503/529 tentang Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT. Papua Lestari Abadi tanggal 27 April 2021.
Fakta Hukum
Pada Tahun 2018 Pemerintah Provinsi Papua Barat yang dipimpin oleh Gubernur Provinsi Papua Barat dengan pelaksana Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan (Dinas TPHBun) telah berkoordinasi dan kolaborasi bersama sejumlah pihak, seperti KPK, Kementerian Pertanian dan dinas terkait untuk melakukan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Papua Barat.
Landasan evaluasi menggunakan 3 (tiga) instrument kebijakan yaitu, Deklarasi Manokwari (2018), Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang penudaan Pelepasan Kawaan Hutan Untuk Perkebunan Sawit (Inpers Moratorium Sawit) dan Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA)
Evaluasi perizinan dilakukan kepada 24 perusahaan yang berada di Provinsi Papua Barat. Secara umum hasil evaluasi menemukan pelanggaran legalitas atau administrasi perizinan dan pelanggaran operasional yang dilakukan beberapa perusahaan.
Berdasarkan hal tersebut pemerintah daerah Kabupaten Sorong menindak lanjuti temuan dalam bentuk tindakan pencabutan IUP (Izin Usaha Perkebunan), Izin Lingkungan, Izin Lokasi.
Secara khusus pada tanggal 27 April 2021 Bupati Sorong mengeluarkan kebijakan pencabutan izin-izin usaha perusahaan perkebunan PT Inti Kebun Lestasi (luas 34.400 Ha), PT Sorong Agro Lestari (40.000 Ha), PT Papua Lestari Abadi (15.631 Ha).
Tanggal 02 Agustus 2021 Bupati Sorong dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Sorong digugat 3 (tiga) perusahaan kelapa sawit, yakni PT Sorong Agro Sawitindo, PT Papua Lestari Abadi, dan PT Inti Kebun Lestari di Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura
Gugatan tersebut mendapat respon publik (pemuda, pemuka agama, tokoh adat, anggota DPD, anggota MRP) yang mendukung upaya Bupati Kabupaten Sorong mencabut izin-izin perkebunan kelapa sawit.
Masyarakat hukum adat selaku pemilik tanah ulayat dan hutan adat di lokasi konsensi ketiga perusahaan menyampaikan pernyataan sikap mendukung upaya pencabutan izin-izin perkebunan kelapa sawit. Mereka juga menolak kehadiran perusahan. Surat diserahkan kepada kuasa hukum Para Tergugat untuk diajukan sebagai bukti dalam persidangan.
Pada tanggal 14 Oktober 2021 masyarakat adat yang terdampak konsensi ketiga perusahaan melakukan Sidang Adat di sekretariat Lembaga Masyarakat Adat Malamoi. Yang menghasilkan keputusan, mendukung penuh keputusan bupati Kabupaten Sorong mencabut izin-izin perkebunan kelapa sawit PT Sorong Agro Sawitindo, PT Papua Lestari Abadi, PT Inti Kebun Lestari.
Masyarakat adat menolak kehadiran perkebunan kelapa sawit PT Sorong Agro Sawitindo, PT Papua Lestari Abadi, PT Inti Kebun Lestari di wilayah masyarakat hukum adat Moi di Kabupaten Sorong.
Selanjutnya pengambilan keputusan dilakukan oleh para Nedinbulu / hakim adat bersama tua-tua adat secara tertutup, merupakan keputusan tertinggi dan mengikat bagi semua pihak. Sidang adat juga meminta PTUN Jayapura mempertimbangkan keputusan masyarakat sebagai bentuk penghormatan terhadap masyarakat adat. (Jekson Simanjuntak)