JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM — Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), KLHK, Rosa Vivien Ratnawati menjelaskan bahwa merkuri adalah unsur kimia sekaligus logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan hidup.
Hal itu disampaikan Vivien pada sesi diskusi bertajuk “Waspada Merkuri” di Jakarta, Selasa (21/12). Kegiatan tersebut sekaligus mengkampanyekan bahaya merkuri dan langkah-langkah pencegahannya,
Menurut Vivien, unsur tersebut banyak ditemukan di sekitar kita, mulai dari peralatan yang digunakan sehari-hari, produk kecantikan, bahkan dalam sejumlah kasus terdapat pada makanan.
Adapun keberadaan merkuri berasal dari berbagai sumber, mulai dari emisi ulang hingga aktivitas manusia seperti Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK), produksi besi serta limbah peralatan merkuri.
“Merkuri yang dilepaskan ke lingkungan dari sumber alami dan aktivitas manusia, dapat memasuki media lingkungan. Senyawa itu akan tetap ada di lingkungan yakni air, udara dan tanah, sampai benar-benar terbuang dari sistem melalui penguburan di sedimen laut dalam atau sedimen danau, atau melalui penjebakan (entrapment) ke dalam senyawa mineral stabil,” terang Vivien.
Vivien juga menjelaskan bahwa merkuri bisa meracuni sumber pangan. Pencemaran itu terjadi antara lain jika ada ladang padi yang lokasinya tidak jauh dari aktivitas PESK yang menggunakan unsur merkuri. Selain itu, ikan yang hidup di ekosistem juga tercemar merkuri sehingga sangat berbahaya untuk dikonsumsi.
“Dampaknya terhadap kesehatan bisa menyebabkan kerusakan paru-paru, gangguan pencernaan, kerusakan ginjal, kerusakan sistem saraf pusat, cacat mental, kebutaan, kerusakan otak hingga gangguan pertumbuhan pada anak,” paparnya.
Ditegaskan Vivien, pemerintah tidak tinggal diam atas pencemaran merkuri. Dari sisi regulasi, telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata Mengenai Merkuri. Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2019 Tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri, serta penerbitan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kesehatan (LHK) Nomor 15 tahun 2019 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Termal Pemanfaatan teknologi High Efficiency and Low Emissions (HELE).
“Upaya pengurangan dan penghapusan merkuri di Indonesia di bidang manufaktur antara lain melalui pengurangan penggunaan merkuri pada proses produksi baterai dan produksi lampu, pengawasan dan penindakan kosmetik ilegal, serta monitoring dan evaluasi emisi merkuri di industri,” jelas Vivien.
Di tingkat internasional, pemerintah ikut berpartisipasi dalam Conference of the Parties atau pertemuan ke – 4 konferensi Para Pihak (COP-4) Konvensi Minamata mengenai merkuri. Tahun 2021, Indonesia menjadi tuan rumah pelaksanaan COP-4, dengan Direktur Jenderal PSLB3 KLHK sebagai Presiden COP-4.
“Rencananya, pertemuan digelar tahun depan di Bali, dengan dihadiri sekitar 1.000 orang yang antara lain adalah delegasi negara anggota konvensi, perwakilan industri dan asosiasi, perwakilan dari United Nations (UN) hingga akademisi,” katanya.
Vivien mengingatkan, bahwa upaya pemerintah akan lebih efektif jika ditopang oleh partisipasi masyarakat. Kesadaran dan partisipasi tersebut dapat membantu pemerintah untuk mengurangi potensi pencemaran merkuri, sehingga melindungi generasi mendatang.
“Kita wajib melindungi lingkungan hidup dan generasi masa depan dari ancaman bahaya merkuri,” pungkas Vivien. (Jekson Simanjuntak)