
Ilustrasi skandal korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO). Dok : Beritalingkungan.com.
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM– Di tengah upaya global untuk memerangi perubahan iklim, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjaga integritas hukum dan kelestarian lingkungannya. Skandal korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar telah mencoreng upaya tersebut.
Tiga perusahaan raksasa—Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group—ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi terkait persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya pada periode 2021-2022. Kejaksaan Agung mengungkap bahwa kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp6,47 triliun.
Babak Baru dalam Skandal CPO
Namun, pada Maret 2025, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan untuk membebaskan ketiga perusahaan tersebut dari segala tuduhan. Keputusan ini memicu kontroversi, terutama setelah terungkap bahwa tiga hakim yang menangani kasus ini diduga menerima suap sebesar Rp60 miliar untuk memberikan putusan yang menguntungkan.
Kejaksaan Agung telah mengajukan banding atas putusan tersebut dan menangkap para hakim yang terlibat, termasuk Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat itu, Muhammad Arif Nuryanta. Selain itu, aset-aset milik ketiga perusahaan, termasuk tanah seluas puluhan hektare dan uang tunai dalam berbagai mata uang, telah disita sebagai bagian dari penyidikan.
Dikutip dari Kompas.id, setelah menahan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, Kejaksaan Agung menetapkan tiga hakim yang mengadili perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah atau CPO sebagai tersangka dugaan suap atau gratifikasi pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Ketiganya disangka turut menikmati uang Rp 60 miliar yang diberikan tiga korporasi sawit sebagai imbalan atas putusan lepas, membebaskan terdakwa dari segala tuntutan pidana, yang dijatuhkan. Diperkirakan total uang yang diterima ketiga hakim itu senilai Rp 22,5 Miliar.
Penetapan tiga tersangka itu diumumkan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Abdul Qohar, dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025) dini hari. Ketiga tersangka itu sebelumnya diperiksa secara maraton pada Minggu (13/4/2025) sebagai saksi bersama empat orang lainnya.
Menurut Kejaksaan Agung, ketiga hakim ini ditunjuk oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat itu, Muhammad Arif Nuryanta.
Kejaksaan Agung saat ini masih menghitung berapa total nilai kendaraan yang disita dalam kasus suap 4 hakim. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Hari Siregar, menyebut nilai taksiran konversi rupiah yang digunakan mengacu ke mata uang asing yang disita.
Kejaksaan Agung menggeledah sejumlah tempat dalam dua hari akhir pekan lalu, terkait perkara suap putusan lepas korupsi CPO.
Selain itu, ada juga pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp900 miliar lebih untuk Permata Hijau Group, Rp11 triliun lebih untuk Wilmar Group, dan Rp4,8 triliun untuk Musim Mas Group. Jaksa menyebut terdakwa perusahaan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
Dampak Lingkungan yang Terabaikan
Kasus ini tidak hanya mencerminkan tantangan dalam penegakan hukum, tetapi juga menyoroti dampak lingkungan dari industri kelapa sawit. Ekspansi perkebunan sawit sering kali dikaitkan dengan deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, dan emisi gas rumah kaca yang signifikan.
Hutan dibabat. Foto : Foret Digest.
Menurut data dari Forest Digest, deforestasi akibat perluasan perkebunan kelapa sawit kembali meningkat pada tahun 2023, setelah sebelumnya mengalami penurunan dalam satu dekade terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa praktik industri yang tidak berkelanjutan masih menjadi ancaman serius bagi lingkungan Indonesia.
Integritas Hukum dan Komitmen Lingkungan
Skandal ini menjadi pengingat bahwa integritas hukum dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan harus berjalan seiring. Tanpa keduanya, upaya Indonesia untuk menjadi pemimpin dalam pembangunan berkelanjutan akan terus terhambat.
Kejaksaan Agung telah menetapkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp900 miliar lebih untuk Permata Hijau Group, Rp11 triliun lebih untuk Wilmar Group, dan Rp4,8 triliun untuk Musim Mas Group. Jaksa menyebut terdakwa perusahaan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
Menuju Masa Depan yang Berkelanjutan
Indonesia, sebagai produsen utama minyak sawit dunia, memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan bahwa industri ini tidak merusak lingkungan dan merugikan masyarakat. Kasus ini seharusnya menjadi momentum untuk mereformasi sistem perizinan ekspor dan memperkuat pengawasan terhadap praktik korporasi.
Dengan langkah-langkah tegas dan komitmen yang kuat, Indonesia dapat menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan bukanlah dua hal yang saling bertentangan, melainkan dapat berjalan beriringan menuju masa depan yang berkelanjutan (Marwan Aziz).