
Ilustrasi pengelolaan sampah modern lengkap dengan fasilitas pengolahan air limbah, sistem pemanfaatan gas metan, hingga kafe edukasi yang menyajikan lebih dari sekadar kopi. Dok : Beritalingkungan.com.
BALIPAPAN, BERITALINGKUNGAN.COM– Di ujung timur Pulau Kalimantan, di balik semilir angin laut dan hiruk-pikuk geliat pembangunan Ibu Kota Nusantara, sebuah kota pesisir bernama Balikpapan sedang menulis babak baru dalam sejarah pengelolaan sampah di Indonesia.
Selasa pagi itu, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq berdiri di atas tanah yang dulunya hanya dikenal sebagai tempat pembuangan akhir. Kini, TPAS Manggar telah menjelma menjadi salah satu contoh terbaik pengelolaan sampah modern di negeri ini—lengkap dengan fasilitas pengolahan air limbah, sistem pemanfaatan gas metan, hingga kafe edukasi yang menyajikan lebih dari sekadar kopi: ia menyuguhkan harapan.
“Pengelolaan sampah Kota Balikpapan relatif paling bagus di Indonesia saat ini,” ujar Menteri Hanif saat kunjungan resminya di Balipapan kemarin (15/04/2025).
“Dan tidak menutup kemungkinan, dalam tiga bulan ke depan, akan semakin berkembang.”kata Hanif.
Namun, pujian ini bukan sekadar basa-basi. Di saat capaian pengelolaan sampah nasional masih tertahan di angka 39 persen—jauh dari target 50 persen pada 2025—Balikpapan menunjukkan bahwa perubahan adalah mungkin. Kota ini menjalankan sistem hulu ke hilir: dari pemilahan awal, instalasi Intermediate Treatment Facility (ITF) Kota Hijau, hingga Material Recovery Facility (MRF) Gunung Bahagia. Di sinilah konsep ekonomi sirkular mulai mewujud.
343 pemda wajib kelola sampah agar tak kena pidana
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq.
Sayangnya, tidak semua daerah seberuntung atau sesigap Balikpapan. Dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, 343 di antaranya kini berada di bawah sorotan tajam. Menteri Hanif memperingatkan bahwa pengelolaan sampah bukan lagi sekadar kewajiban administratif—melainkan tanggung jawab hukum. Ada sanksi pidana menanti bagi pemerintah daerah yang terus menutup mata terhadap darurat sampah yang semakin akut.
“Kebijakan ini aplikatif, wajib, dan tidak bisa ditunda,” tegas Hanif, merujuk pada amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 serta arah kebijakan RPJMN 2025 seperti dikutip Beritalingkungan.com dari Antara (15/04/2025).
Satu hal yang menjadi pesan utama dari Balikpapan adalah ini: membangun peradaban bukan dimulai dari pencakar langit atau pusat belanja megah, melainkan dari tempat sampah yang bersih, terkelola, dan tak lagi menjadi simbol kegagalan.
Karena pada akhirnya, seperti yang ditegaskan Hanif, “Kita tidak akan pernah bisa menjadi negara maju 2045 jika masih tenggelam dalam tumpukan sampah.”
Balikpapan kini telah menyalakan obor. Kini saatnya 343 daerah lainnya menyusul—atau bersiap menghadapi konsekuensinya.