Rahayu Oktaviani
LONDON, BERITALINGKUNGAN.COM – Nyanyian khas dari balik rimbunnya hutan Jawa itu kian langka terdengar. Ia datang dari Owa Jawa—primata langka endemik yang suaranya dikenal membawa hujan dalam cerita rakyat setempat. Kini, nyanyian itu punya harapan untuk terus menggema, berkat perjuangan seorang perempuan Indonesia bernama Rahayu Oktaviani.
Pada 30 April 2025, Rahayu—atau akrab disapa Ayu—menerima Whitley Award, sebuah penghargaan bergengsi di dunia konservasi, dari Whitley Fund for Nature, Inggris. Acara penganugerahan ini dipimpin oleh Yang Mulia The Princess Royal dan disiarkan langsung dari Royal Geographical Society di London.
Ayu dinobatkan berkat dedikasinya melindungi habitat Owa Jawa (Hylobates moloch) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), kawasan hutan terbesar yang tersisa di Pulau Jawa.
Dengan hutan yang kini tersisa kurang dari 10 persen di pulau terpadat di Indonesia ini, perjuangan Ayu bukan sekadar menyelamatkan satwa, melainkan menjaga detak jantung terakhir ekosistem yang rapuh.
“Melindungi siamang bukan hanya soal konservasi; tetapi juga tentang memastikan nyanyian mereka terus bergema hingga generasi mendatang.” kata Ayu dalam keterangan tertulisnya kepada Beritalingkungan.com (05/05/2025),
Menyulam Harapan dari Kanopi yang Terputus
Owa Jawa sangat bergantung pada kanopi hutan yang menyambung untuk hidup—untuk berpindah, mencari makan, hingga bernyanyi. Namun fragmentasi hutan akibat pembangunan dan pertanian mengancam kelangsungan hidup mereka. Kini, setengah dari populasi Owa Jawa bertahan di TNGHS, rumah yang juga menampung spesies langka seperti elang Jawa, macan tutul Jawa, lutung, hingga trenggiling.
Bersama KIARA (Yayasan Konservasi Ekosistem Alam Nusantara) yang ia dirikan, Ayu memimpin konservasi berbasis masyarakat. Di lima desa yang wilayahnya tumpang tindih dengan habitat Owa Jawa, Ayu menggandeng warga lokal, membina mereka jadi pelindung hutan, bukan perusak.
Di Kampung Citalahab, Ayu membentuk tim lapangan dari delapan warga desa—mereka yang dulunya bergantung pada perkebunan teh, kini menjadi penjaga alam. Ia juga menciptakan program Ambu Halimun, yang memberdayakan 15 perempuan lokal lewat pelatihan ecoprint dan literasi keuangan rumah tangga, menciptakan pendapatan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Pendidikan, Data, dan Kolaborasi untuk Masa Depan
Tidak hanya di lapangan, Ayu juga aktif mengembangkan sistem pemantauan biodiversitas berbasis data yang akan digunakan oleh otoritas taman nasional. Selama lebih dari satu dekade, ia memantau perilaku Owa Jawa di Citalahab, menghasilkan data penting untuk menyusun strategi konservasi berbasis ilmu pengetahuan.
Melalui program pendidikan, tim KIARA menjangkau ratusan siswa dan rumah tangga untuk menanamkan kesadaran ekologis sejak dini. Mereka membawa semangat konservasi ke sekolah-sekolah dan rumah-rumah di sekitar taman nasional, menumbuhkan generasi baru yang peduli akan alamnya.
Melindungi Lebih dari Sekadar Primata
Owa Jawa, atau “Uwek” dalam sebutan lokal, adalah simbol dari ekosistem yang utuh dan sehat. Mereka hidup berpasangan seumur hidup dan saling berkomunikasi lewat nyanyian kompleks. Bila mereka punah, tak hanya kita kehilangan spesies, tapi juga kehilangan harmoni dari hutan itu sendiri.
Dengan penghargaan Whitley Award ini, suara Ayu kini terdengar lebih jauh—membawa pesan bahwa menyelamatkan satu spesies, berarti menyelamatkan banyak kehidupan lainnya, termasuk kita (Marwan Aziz).