
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Dalam langkah hukum yang berani dan bersejarah, sekelompok nelayan migran Indonesia mengajukan gugatan terhadap perusahaan seafood raksasa Amerika Serikat, Bumble Bee Foods. Gugatan yang diajukan pada Rabu, 12 Maret 2025 lalu, menyoroti dugaan praktik kerja paksa dan perdagangan manusia di industri perikanan global.
Dukungan penuh datang dari Greenpeace Indonesia dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), yang menegaskan pentingnya keadilan bagi Awak Kapal Perikanan (AKP) migran Indonesia.
Gugatan ini didasarkan pada Undang-Undang tentang Reautorisasi Pelindungan Korban Perdagangan Manusia (Trafficking Victims Protection Reauthorization Act/TVPRA) dan menargetkan dugaan eksploitasi yang dialami para nelayan di kapal penangkap tuna yang memasok hasil laut ke Bumble Bee Foods.
Eksploitasi di Lautan: Jeratan Utang, Kekerasan, dan Ketidakadilan
Berdasarkan isi gugatan, para nelayan migran mengungkap berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang mereka alami, termasuk kekerasan fisik dan emosional, cedera serius yang tidak diobati hingga menyebabkan kecacatan, jam kerja berlebihan tanpa bayaran yang layak, serta ancaman finansial terhadap keluarga mereka di Indonesia. Dalam beberapa kasus, gaji yang dijanjikan—berkisar antara USD 400 hingga 600 per bulan—bahkan tidak pernah diterima oleh para pekerja.
Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno, menegaskan bahwa eksploitasi ini tidak hanya terjadi di atas kapal, tetapi juga sejak proses perekrutan. “Biaya tinggi yang tidak transparan, penampungan yang tidak manusiawi, serta berbagai tipu daya berupa janji palsu dan pemalsuan dokumen menjadi akar permasalahan utama,” ujar Hariyanto dalam keterangan persnya yang diterima Beritalingkungan.com (18/03/2025).
Selama periode 2010-2024, SBMI menerima 943 laporan terkait dugaan eksploitasi AKP migran. Tahun 2024 saja, tercatat 196 kasus yang melibatkan kerja paksa, jeratan utang, pemutusan hubungan kerja sepihak, hingga gaji yang tidak dibayarkan.
Industri Seafood Bernilai Miliaran, Tapi Nelayan Tetap Miskin
Industri makanan laut global bernilai lebih dari USD 350 miliar. Bumble Bee Foods sendiri merupakan bagian dari Fong Chun Formosa (FCF), perusahaan perikanan Taiwan dengan pendapatan tahunan mencapai USD 1 miliar. Namun, di tengah keuntungan raksasa ini, para nelayan migran yang bekerja di kapal penangkap ikan masih berjuang untuk mendapatkan hak dasar mereka.
Menurut Greenpeace Asia Tenggara, Bumble Bee Foods seharusnya menyadari kondisi para nelayan migran, tetapi tetap mendapatkan keuntungan dari praktik kerja paksa yang merugikan pekerja dan lingkungan. Laporan investigasi Greenpeace dan SBMI juga menyoroti dampak ekologis dari industri ini, yang memperburuk kondisi ekosistem laut akibat penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab.
Keadilan Sosial dan Pelestarian Lingkungan
Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Fildza Nabila Avianti, menegaskan bahwa pelindungan ekosistem laut tidak bisa dipisahkan dari perlindungan hak-hak pekerja. “Indonesia punya peluang besar untuk menjadi pelopor dalam membenahi tata kelola perekrutan dan pengawasan AKP migran. Dengan demikian, kita bisa mendorong rantai pasok industri perikanan yang lebih transparan serta ekosistem laut yang lebih lestari,” ungkapnya.
Gugatan ini bukan hanya tentang menuntut ganti rugi, tetapi juga mengirimkan pesan kuat kepada industri perikanan global bahwa eksploitasi nelayan tidak bisa lagi dibiarkan. Ini adalah langkah awal menuju perubahan sistemik yang lebih adil bagi pekerja laut dan keberlanjutan lingkungan (Marwan Aziz).