ilustrasi gajah sumatera. Dok : Greenpress |
“Tim BBKSDA yang direncanakan berangkat Sabtu kemarin, batal dikarenakan minimnya dana yang tersedia,” kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Kurnia Rauf, Minggu.
Ia menyebutkan pihaknya saat ini tengah mencari dana untuk melakukan otopsi terhadap bangkai gajah tersebut. Batalnya rencana otopsi kemarin diyakini bakal menambah busuk bangkai gajah yang ditemukan mati di areal kebun sawit PT DJL itu.
Saat ditemukan Jumat pagi lalu, gajah betina berusia sekitar 17 tahun itu diperkirakan sudah mati tiga hari sebelumnya.”Berbeda dengan gajah yang mati di areal PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Sabtu (26/3) lalu langsung cepat di otopsi karena pihak PT CPI membantu dana untuk otopsinya,” kata dia.
Dana pendukung yang dianggarkan dalam APBN, lanjutnya amat terbatas. Anggaran dari APBN tiap tahun pun masih minim dimana hanya empat sampai lima kali kejadian per tahun.”Sementara frekuensi konflik yang kita tangani cukup sering,” jelas dia.
Humas WWF Riau, Syamsidar, menyayangkan banyaknya kasus gajah mati di Riau. Menurutnya gajah yang mati tersebut, sebelumnya terpisah dari kawanannya dan banyak terjadi di Suaka Margasatwa Balai Raja yang merupakan satu dari sembilan kantong gajah di Riau.”Seperti kasus induk dan anak gajah beberapa waktu lalu, yang ditinggalkan kawanannya. Kemungkinan besar juga, gajah betina yang ditemukan membusuk ini juga ditinggalkan kawanannya,” terang Syamsidar.
Menurutnya salah satu solusi untuk mengatasi persoalan ini adalah dengan membentuk tim penanganan gajah di wilayah Suaka Margasatwa Balai Raja. Jika tidak dibentuk segera, maka akan semakin banyak kasus gajah mati ditemukan di Riau. (Ant).