Orang rimba. Foto : Warsi.
MERANGIN, BERITALINGKUNGAN.COM- Orang Rimba Rombong (kelompok) Sikar di Sungai Mendelang Kecamatan Tabir Selatan Kabupaten Merangin, Jambi, yang tinggal di kawasan kebun PT Sari Adytia Loka Astra Group, mengalami perlakuan tidak mengenakkan.
Kejadian itu bermula pada Selasa, 12 Mei 2020, ketika Orang Rimba yang terdiri dari Begendang, Parang, Bujang Kecik, Mak Erot, Betenda, Nenek, Natas dan Ebun berencana berburu sambil memungut ‘brondolan’, atau buah sawit yang jatuh dari tandannya.
Orang Rimba sering mengambil brondolan, karena mereka memang tinggal di dalam kawasan perkebunan sawit. Ketika ingin mengumpulkan brondol, mereka dihadang oleh satpam perusahaan. Mereka diminta segera meninggalkan lokasi.
“Kami disuruh putar balik, kami nurut baelah (ikut saja),”kata Begendang.
Saat bergerak pulang, satpam perusahaan terus saja mengikuti. Di perjalanan muncul keributan antara Orang Rimba dengan Satpam, ditengarai akibat perlakuan yang kurang mengenakkan. Keributan berujung pada bentrok fisik.
Tidak berhenti sampai disitu, keributan terus berlanjut hingga ke permukiman Orang Rimba di Sungai Mendelang. Akibatnya sudung (pondok) dan pakaian Orang Rimba dirusak.
“Termasuk satu motor Kanti ikut dibawa orang itu,” kata Tumenggung Sikar, pimpinan Orang Rimba Sungai Mendelang. Motor Orang Rimba yang dibawa itu, kabarnya diserahkan ke kantor polisi setempat.
Menurut Sikar, Orang Rimba mengambil brondol, karena perkebunan tersebut berdiri di hutan yang dahulunya rumah mereka. Secara sepihak perusahaan menggantinya dengan sawit, sehingga Orang Rimba yang sudah di sana tetap bertahan di bawah batang-batang sawit.
“Kami sudah kehilangan sumber penghidupan kami, hopi ado nang bisa di makon, apolagi musim sakin mumpa nio, hopi ado nang membeli bebi kami (tidak ada yang bisa dimakan, sejak musim wabah, tidak ada yang membeli babi),” papar Sikar.
Persoalan Orang Rimba dengan perusahaan PT SAL sudah terjadi sejak lama (baca: tahun 1990-an). Konflik terjadi sejak hutan yang sejatinya merupakan rumah nyaman bagi Orang Rimba, kemudian berubah menjadi kebun sawit tanpa memperhitungkan Orang Rimba yang ada didalamnya. Akibatnya konflik berkepanjangan terus terjadi.
“Kami sangat menyayangkan, persoalan ini terus berulang karena ketidakpekaan perusahaan dengan Orang Rimba yang ada di dalam perusahaan mereka,”kata Robert Aritonang Antropolog KKI Warsi.
Robert menilai persoalan mendasar dari konflik ini adalah ketidakadilan yang diterima Orang Rimba. Mereka tidak dijadikan sebagai bagian dari perubahan yang dilakukan di hutan yang menjadi sumber penghidupan mereka,”kata Robert.
Jika dilihat kasusnya, menurut Robert, seolah Orang Rimba yang dianggap mencuri dan perusahaan bisa sewenang-wenang memperlakukan mereka. Mulai dari menghancurkan rumahnya hingga mengambil sepeda motor Orang Rimba.
“Orang Rimba diperlakukan seolah tidak ada harganya. Perlakuan mereka pada Orang Rimba benar-benar telah melecehkan nilai-nilai kemanusiaan,” tegas Robert.
Jika tidak diakhiri, Robert khawatir, nasib yang dialami Kelompok Sikar, akan terus berulang. Ruang hidup Orang Rimba terus dipersempit. “Akan terus berulang, bentrok hari ini, besok bentrok lagi, diselesaikan, akan terus berulang, karena inti persoalannya tidak pernah disentuh,”katanya.
Data KKI Warsi menyebut Orang Rimba di Jambi yang hidup dalam perkebunan sawit sebanyak 441 keluarga dan 230 lainnya di dalam kawasan hutan tanaman industri (HTI).
“Mereka merupakan kelompok rentan dan mengalami kesulitan melanjutkan hidup, kesulitan mendapatkan pangan yang baik dan kesulitan meningkatkan derajat kehidupan melalui pendidikan dan layanan kesehatan yang memadai,”ujar Robert.
Karena itu, Robert berharap negara hadir memberikan jaminan bagi Orang Rimba, sebagaimana jaminan diberikan pada masyarakat lainnya. “Apalagi di musim pandemi ini, Orang Rimba sangat rentan terhadap wabah, juga sangat rentan mengalami kesulitan pangan”, ujarnya.
Perusahaan seharusnya melindungi Orang Rimba, bukan malah menindas mereka, karena menurut Robert, perusahaan yang hadir di hutan mereka, bukan sebaliknya.
“bukan Orang Rimba yang menumpang di situ, itu yang harusnya di pahami perusahaan,”pungkas Robert. (Jekson Simanjuntak)
–>