JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – National Battery Research Institute (NBRI) resmi menggelar Climate Challenge Workshop, sebagai bagian dari rangkaian inisiatif British Council dalam menyambut COP26 (Konferensi Perubahan Iklim – Perserikatan Bangsa-Bangsa) di Glasgow, Inggris.
Founder NBRI Prof. Dr. Evvy Kartini, menyebut NBRI memiliki tujuan untuk berkontribusi secara menyeluruh dalam kapasitas penelitian dan lingkungan pelatihan di Indonesia, khususnya sektor riset baterai. Ini penting, sebagai upaya berkontribusi memperkuat kerja sama dalam mengatasi perubahan iklim di masa depan.
“Sebagai bagian dari upaya bersama, NBRI juga didukung oleh Queen Mary University of London menyelenggarakan Climate Challenge Workshop untuk mendukung berkembangnya ilmu penyimpanan energi,” ungkap Evvy.
Climate Challenge Workshop, menurut Evvy terdiri dari dua bagian besar, yakni Research Prize dan Dissemination Awards. Workshop sengaja digelar untuk menstimulus dan mendiskusikan ide-ide penelitian inovatif dan mendorong kolaborasi berkelanjutan lintas disiplin, melalui workshop dan juga berbagai grants (hibah).
“Hibah ini dirancang untuk memberikan dukungan finansial dan mempertemukan Early Career Researcher dari Inggris dan Indonesia dalam momen workshop penelitian interdisipliner untuk mendapat kesempatan memenangkan research grants dan dissemination awards,” papar Evvy.
Selanjutnya, pendaftaran untuk Research Prize dan Dissemination Awards telah dibuka hingga 20 Mei mendatang. Adapun total hadiah sebesar £ 30.000 didanai oleh British Council, terdiri dari £ 20.000 untuk Research Prize dan £ 10.000 Dissemination Awards.
Menurut Evvy, workshop akan menjelaskan penyebab dan peran Indonesia terhadap perubahan iklim, secara lokal dan global, di berbagai sektor ekonomi (seperti transportasi, energi, industri, pariwisata, rumah tangga). “Serta dampak sosial yang ditimbulkan oleh perubahan iklim di Indonesia,” ujarnya.
Sementara terkait keterlibatan British Council dan Queen Mary University of London dalam menyelenggarakan Workshop Climate Challenge, Evvy berharap, ini menjadi upaya bersama untuk mencapai target dalam Paris Agreement dan SDGs, khususnya komitmen Indonesia untuk tetap berada di bawah 2 derajat.
Sejauh ini, komitmen tersebut, salah satunya diimplementasikan dalam Perpres No. 55 Tahun 2019 tentang Kendaraan Listrik Baterai. Karena itu, menurut Evvy, “Ini sekaligus ajang mempromosikan Kendaraan Listrik Baterai di industri otomotif Indonesia”.
Tak hanya itu, kehadiran British Council dan Queen Mary University, menurut Evvy menjadi momentum yang baik bagi National Battery Research Institute untuk terus berkarya menghasilkan energi terbarukan.
“Kesimpulannya, sebagai energi terbarukan, kendaraan listrik membutuhkan penyimpanan energi, yaitu baterai sebagai penyimpan energi yang dapat mereduksi CO2, ”papar Evvy Kartini.
Sementara itu, Country Director British Council Indonesia Hugh Moffatt, memastikan British Council akan terus berkomitmen untuk mendukung kolaborasi inovatif yang memperlambat laju perubahan iklim.
“Kami mengerti bahwa kolaborasi internasional merupakan hal penting untuk menemukan solusi terbaik menghadapi krisis iklim,” ujar Hugh Moffatt.
Menurut Moffatt, ketika Inggris bersiap untuk menjadi tuan rumah COP 26 di Glasgow pada bulan November mendatang, itu artinya mereka juga harus mendukung kebijakan pemerintah Indonesia.
Pasalnya, pada Leader Summit on Climate, beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menjelaskan tentang pentingnya pengembangan biofuel, industri baterai litium, dan kendaraan listrik. Saat itu, Presiden Jokowi memaparkan sejumlah tindakan yang diambil, menandakan keberpihakan Indonesia dalam menangani perubahan iklim.
Selanjutnya, menurut Moffat, momentum COP 26 harus diaktualisasikan secara nyata, yakni dengan memfasilitasi hubungan antara peneliti awal karir dari Inggris dan peneliti Indonesia. Ini penting untuk menemukan solusi inovatif terbaik mengatasi perubahan iklim. “Juga untuk mengembangkan keterampilan dan jaringan mereka,” tandas Moffatt. (Jekson Simanjuntak)