Sesar Lembang. Foto: Arsip BMKG
Pengenalan Sesar Lembang
Sesar Lembang atau dalam bahasa Sunda dikenal sebagai “Lepat Lémbang” adalah sebuah patahan geser aktif yang berada di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Sesar ini bertemu dengan Sesar Cimandiri di Padalarang dan membentang sepanjang kira-kira 29 km dari Padalarang hingga Jatinangor. Patahan ini dikenal karena potensinya menyebabkan gempa bumi berkekuatan signifikan.
Klasifikasi dan Pergerakan
Sesar Lembang dibagi menjadi dua segmen utama, yaitu segmen barat dan timur, dengan masing-masing segmen memiliki pergerakan yang berbeda.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), patahan ini memiliki potensi menghasilkan gempa bumi dengan magnitudo antara 6,8 hingga 7.
Pergerakan tahunan Sesar Lembang tercatat sekitar 3 milimeter, namun pergerakan ini tidak merata di seluruh segmennya, menunjukkan kompleksitas pergerakan tektonik di daerah tersebut.
Hipotesis Pembentukan
Terdapat beberapa hipotesis tentang terbentuknya Sesar Lembang:
- Hipotesis Ekstrusi Magma: Diduga Sesar Lembang terbentuk dari ekstrusi magma yang mengisi lembah di daerah tersebut, yang kemudian terangkat akibat tumbukan lempeng tektonik bersifat konvergen.
- Hipotesis Letusan Gunung Tangkuban Parahu: Lembah yang ada diduga terisi oleh aliran magma dari letusan Gunung Tangkuban Parahu. Tekanan tektonik kemudian mengangkat lembah tersebut membentuk tebing yang menjulang.
- Hipotesis Letusan Gunung Sunda: Diperkirakan terjadi hampir bersamaan dengan pembentukan Danau Bandung Purba sekitar 105.000 tahun yang lalu, letusan Gunung Sunda yang dahsyat diduga menjadi penyebab pembentukan Sesar Lembang.
Riset dan Pengukuran Modern
Penggunaan teknologi LIDAR (Light Detection and Ranging) telah memperjelas detail morfologi Sesar Lembang, menyatakan panjangnya sekarang adalah 29 km, berbeda dari estimasi sebelumnya yang lebih pendek.
Riset ini juga membantu mengidentifikasi laju pergeseran sesar yang meningkat dari prediksi sebelumnya.
Potensi Gempa dan Kerusakan
Karena letaknya di area yang padat penduduk, aktivasi Sesar Lembang bisa berakibat fatal, khususnya bagi Kota Bandung yang memiliki populasi lebih dari 2,5 juta orang.
Area ini memiliki risiko tinggi kerusakan akibat gempa, termasuk potensi likuifaksi di Gedebage dan Cimahi yang terletak di atas tanah lunak bekas Danau Purba.
Saat terjadi gempa, entah itu bersumber dari patahan Lembang, Cimandiri, Baribis, atau zona subduksi di Samudra Hindia, Gedebage akan menerima goncangan lebih hebat ketimbang lokasi lain. Risiko lain meliputi longsoran tanah dan kerusakan parah pada infrastruktur vital.
Perambatan gelombang gempa sangat bergantung pada berat jenis dan struktur benda yang dilaluinya. Gempa seperti riak air, semakin jauh perambatan, kekuatan gempa semakin melemah. Jarak kota bandung hanyalah 3 km dari jalur utama sesar, ini cukup membuat aktivitas ibukota Jawa Barat lumpuh bila terjadi gempa.
Kondisi geologi permukaan wilayah di Kota Bandung bervariasi, dari endapan sangat lunak hingga batuan vulkanik keras. Penting untuk melihat karakterisasi geologi permukaan guna mengidentifikasi tingkat kerentanan penguatan gelombang gempa.
Riset dari peneliti Pusat Survei Geologi ESDM, Marjiyono—yang melakukan mikrotremor di 97 titik di Kota Bandung pada 2011—menunjukkan bahwa faktor penguatan di Kota Bandung berkisar antara 2,1 hingga 17. Di Kawasan Asia-Afrika, penguatan berkisar 4,1.
Sementara di Gedebage menjadi paling tinggi: 16,5. Artinya, meski sama-sama terhantam guncangan gempa 6,8 skala Richter, efek goncngan gempa di Gedebage sebesar 16,5 kali lipat lebih besar ketimbang penduduk Lembang. Namun, ancaman gempa Lembang tidak semata di Gedebage.
Dengan skala Mercalli X – XI, beberapa wilayah lain terkena guncangan hebat. Daerah-daerah ini adalah Turangga, Lengkong, Babakan Surabaya, Cijagra, Pasir Luyu, Margacinta, Cisaranten Kulon, hingga sebelah selatan Ujung Berung, Cipadung, dan Cibiru. Menurut prediksi Bachtiar, korban akan lebih banyak di Cibiru.
Gempa Lembang juga berpotensi longsor Dago atas, Pasir Wangi, hingga Sisurupan. Kebakan besar akan merembet di kawasan padat penduduk seperti Cicadas, Coblong, atau Taman Sari. Jembatan Pasupati akan rusak parah atau mungkin terbelah.
Kajian terbaru dari ITB memprediksi, jika patahan Lembang bergerak aktif, potensi kerugian ekonomi dari kerusakan bangunan bisa mencapai Rp51 triliun. Angka ini lebih besar ketimbang kerugian gempa Aceh 2004 yang ditaksir Rp48,6 triliun.
Hasil hitung-hitungan kasar ada sekitar 2,5 juta rumah warga terkena dampak gempa, dengan rincian 1 juta unit rusak kecil, 1 juta rusak sedang, dan 500 ribu rusak total ambruk.
Gempa Sesar Lembang di Masa Depan
Beberapa pertanyaan mengenai Kapan terjadinya gempa dari Sesar Lembang masih belum terungkap. Penelitian mengenai Sesar Lembang belum baru. Sekitar tahun 1940, ahli bumi atau geolog asal Belanda, R.W. van Bemmelen mencoba untuk mengetahui kapan Sesar Lembang akan menyebabkan gempa.
Riset Sesar Lembang disertakan dalam The Geology of Indonesia (1949), kitab babon yang ditulis oleh van Bemmelin untuk para geolog Indonesia. Ia menyebut pertama kali Sesar Lembang aktif sekitar 100.000 tahun yang lalu, bertepatan dengan pembentukan Kaldera Gunung Sunda yang artinya Sesar Lembang terbentuk bersamaan dengan Kaldera tersebut.
Pada tahun 1996, Penelitian Jan Nossim di Kampung Panyairan, Cihideung seperti dikutip dari Wikipedia, menunjukkan pertama kali Sesar Lembang aktif sekitar 24.000 tahun silam.
Sebuah Sesar disebut aktif jika ia pernah bergeser pada Holosen, dimulai 11.500 tahun lalu hingga sekarang. Jelas, jika mengacu pada penelitian van Bemmelin dan Nossim, Sesar Lembang tidak masuk dalam kategori Sesar Aktif.
Namun Argumen ini belakangan berusaha dipatahkan oleh para peneliti mutakhir. Sejak tahun 2006, para ahli dari Geoteknologi LIPI, ITB, Kemenristek, serta beberapa instensi lain, melakukan dua metode lewat pengamatan GPS (Sistem Pemosisi Global) di daratan dan penggaliian hasil longsoran tanah.
Hasilnya diketahui lima tahun kemudian pada 2011 bahwa Sesar Lembang dinyatakan aktif. Penelitian ini terus berlanjut hingga sekarang.
Temuan mencengangkan di dapat dari penggalian di Batu Lonceng dan Panyairan setidaknya sudah dua kali gempa bumi besar terjadi di Bandung. Kesimpulan ini berdasarkan penggalian lapisan kontur tanah—atau dalam istilah geologi, struktur beban yang berkelok-kelok.
Bentuk berkelo-kelo memanjang ini menandakan gempa bumi besar pernah terjadi. Struktur beban terbentuk akibat guncangan atau getaran tanah menekan lapisan tanah di bawahnya sehingga membentuk batas-batas yang berkelok-kelok.
Mengacu momen aktifitas gempa terakhir pada tahun 2011, patahan ini tidak bergerak selama 557 tahun. Data BMKG selama empat bulan terakhir, di kawasan Cisarua itu sudah terjadi lima gempa berskala kecil. Ini mendorong pertanyaan yang lebih krusial: kapan sesar Lembang bergerak serempak dan menghasilkan gempa besar?.
Sampai sekarang, belum ada teknologi yang bisa memprediksi secara persis soal waktu gempa dan lokasi pusat gempa. Kejadian-kejadian gempa mikro di sekitar kawasan Sesar Lembang, sebagaimana berlangsung selama ini, hanya memberi indikasi kekuatan gempa mendatang.
Destinasi Wisata
Meski berbahaya, Sesar Lembang merupakan tempat wisata yang sangat indah terletak di Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung.
Destinasi wisata tidak terlepas dari keindahan pesona alamnya. Juga, susunan kokoh batuan yang menjulang tinggi membentuk landform tebing yang memanjang. Udara yang sejuk juga barisan pepohonan yang berada di sekitarnya membuat tempat ini sangat cocok bagi seseorang yang ingin melepas lelah dari kemacetan Ibukota. Salah satu puncak tempat terindahnya adalah Tebing Keraton.
Selain itu, tempat wisata di Sesar Lembang yang terkenal lainnya adalah Gunung batu yang disebut-sebut sebagai puncak dari Sesar Lembang yang berlokasi di Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Di gunung batu para wisatawan atau pengunjung dapat melakukan beberapa kegiatan seperti berkemah, menikmati suasa di puncak gunung, dan lain sebagainya.
Kesimpulan
Sesar Lembang merupakan salah satu struktur geologi penting di Jawa Barat dengan potensi bahaya gempa bumi yang signifikan. Pengenalan dan pemahaman mendalam tentang karakteristik dan perilaku sesar ini sangat krusial untuk mitigasi bencana dan perencanaan tata ruang yang aman bagi penduduk di wilayah terkait.
Studi lanjutan dan pemantauan terus-menerus adalah kunci untuk memahami dan mengurangi risiko yang mungkin timbul dari aktivitas seismik di masa depan.