JAKARTA,BERITALINGKUNGAN.COM- Sebagai produsen sutera ke 9 di dunia, Indonesia memiliki potensi budidaya sutera alam yang tinggi. Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif, karena kualitas benang yang dihasilkan lebih bagus.
Selain itu, budidaya persuteraan alam cocok dikembangkan di negara-negara tropis karena murbei, sebagai pakan ulat sutera, tumbuh sepanjang tahun. Kondisi ini merupakan peluang bagi Indonesia, untuk mengembangkan komoditas tersebut secara luas.
Kepala Badan Litbang dan Inovasi (BLI) KLHK, Agus Justianto menyampaikan, Indonesia mempunyai beberapa faktor pendukung bagi pengembangan persuteraan alam. Salah satunya, kondisi agroklimat dengan dua musim yang sesuai untuk pengembangan sutera. Teknologi yang digunakan relatif sederhana, serta adanya gap supply – demand produk sutera yang cukup besar merupakan peluang pasar yang terbuka lebar.
“Budidaya persuteraan alam juga menghadapi berbagai tantangan antara lain, antusiasme masyarakat yang rendah karena rendahnya harga sutera lokal, dan ketidakpastian harga serta tingkat produktivitas yang belum optimal. Belum optimalnya produktivitas budidaya persuteraan alam disebabkan penggunaan bibit ulat serta pakan daun murbei yang berkualitas rendah,” jelasnya.
Oleh karena itu, BLI bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) KLHK, melakukan transfer teknologi pengembangan telur ulat sutera, dan murbei hibrida. BLI menerapkan teknologi ini kepada Kelompok Tani Hutan (KTH) yang menjadi Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Bina Mandiri Sukabumi, Jawa Barat.
“Aplikasi penggunaan bibit unggul persuteraan alam hasil inovasi Badan Litbang dan Inovasi, dengan hibrid ulat PS 01, dan hibrid murbei SULI 01 ini, merupakan salah satu upaya membangkitkan kembali pengembangan persuteraan alam di daerah potensial yang memiliki kesesuaian agroklimat,” kata Agus.
Kegiatan pengembangan telur ulat sutera, dan murbei hibrida ini, dilakukan melalui skema kemitraan kehutanan antara KUPS Bina Mandiri dengan PT. Begawan Sutera Nusantara.
“Pendekatan baru Negara memberikan izin kepada masyarakat untuk mengelola hutan melalui skema Perhutanan Sosial, dengan Perhutanan Sosial masyarakat dapat bermitra dengan siapapun untuk mengembangkan usahanya, harapannya dapat meningkatkan pendapatan melalui pengembangan komoditas yaitu hasil hutan bukan kayu berupa” ujar Direktur Jenderal PSKL Bambang Supriyanto saat panen kokon perdana telur ulat sutera dan Launching Perhutanan Sosial berbasis Sutera Alam di Desa Sukamaju, Kec. Kadudampit, Kab. Sukabumi, Jawa Barat, (5/11/2018).
Bambang menjelaskan, dengan pendekatan pendampingan teknologi dari Litbang harapannya produktifitas meningkat.
Nilai tambah diambil oleh masyarakat, ketika kokon jadi tidak langsung dijual akan tetapi diproses kelompok tani menjadi benang. Indikator keberhasilan Perhutanan Sosial adalah ketika akses kelola sudah diberikan, kemudian kerjasama sudah dibuat, ketua kelompok dapat menjadi lokal champion.
Kedepannya, ketika telah terbentuk Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) harus ada kemandirian dan kelanjutan yang terus ditingkatkan oleh kelompok tani. Jika usahanya sudah bagus dapat bekerjasama skema bagi hasil dengan BLU, dengan terlebih dahulu kelompok tani mengajukan proposal.
Dapat juga mengajukan KUR (kredit usaha rakyat) dengan bank Mandiri/BTN/BNI/BRI. Di lokasi ini diharapkan dapat dikembangkan sekolah lapang untuk petani-petani sutera yang lain, sehingga dapat menjadi modal pengembangan usaha sutera alam Indonesia.
Sebelumnya, Ditjen PSKL melalui Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (BUPSHA) telah memfasilitasi pembentukan tujuh kelompok pengelola Hutan Rakyat (HR) persuteraan alam menjadi tujuh KUPS.
“Dengan KUPS, diharapkan dapat membuka peluang pekerjaan serta meningkatkan jumlah dan kualitas produksi kokon sutera guna memenuhi kebutuhan industri kesuteraan alam,” tutur Bambang.
Lebih lanjut, Bambang juga menyatakan bahwa kegiatan pesuteraan alam merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh seluruh keluarga dan ramah gender.
“Melalui perhutanan sosial berbasis persuteraan alam inilah, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani, juga sekaligus menjaga kelestarian lingkungan, karena tanaman murbei sebagai pakan ulat sutera, juga dapat berfungsi sebagai tanaman rehabilitasi, dan pencegah erosi,” pungkasnya.
Kolaborasi para pihak di KUPS Bina Mandiri, menjadi titik penting dalam pengembangan program sejenis di lokasi lain. Dengan skema perhutanan sosial lainnya, seperti hutan rakyat, hutan desa, maupun kemitraan kehutanan, dapat mendorong industri sutera alam nasional bangkit kembali.(Wan)
–>