Asap pembakaran pabrik tahu di wilayah Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Sidoarjo. Foto: Surya.co.id.
SIDOARJO, BERITALINGKUNGAN.COM— Isu pencemaran udara akibat pembakaran limbah plastik di industri tahu Tropodo, Kabupaten Sidoarjo, kembali menjadi sorotan.
Namun kali ini, harapan baru mulai terbit. Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Jawa (Pusdal LH Jawa), Kementerian Lingkungan Hidup, menggelar rapat teknis penting bertajuk “Bahan Bakar Ramah Lingkungan pada Industri Tahu di Provinsi Jawa Timur” sebagai langkah konkret menuju perubahan.
Rapat yang berlangsung secara hybrid (luring dan daring) pada tanggal 28 Mei 2025 lalu ini menghadirkan berbagai pihak—dari pemerintah pusat dan daerah, pelaku industri kecil-menengah (IKM), praktisi lingkungan, hingga akademisi. Tujuannya jelas: mencari solusi nyata dan berkelanjutan bagi industri tahu yang selama ini dikenal menggunakan limbah plastik dan bahan berbahaya lainnya sebagai bahan bakar.
“Transisi ini memang tidak mudah. Tapi perubahan tidak cukup hanya dengan imbauan. Harus ada insentif, edukasi, dan teknologi yang sesuai,” tegas Kepala Pusdal LH Jawa, Puji Iswari, S.Hut., M.Si, dalam sambutan yang diwakili Kabid Wilayah III, Ari Yuwono, S.Hut., M.Si.
Rapat ini juga menjadi panggung penting bagi para inovator dan pelaku industri yang sudah berani berubah. Hadir sebagai narasumber antara lain:
-
M.B. Junerosano, Tenaga Ahli Bidang Persampahan KLH/BPLH;
-
Dr. Moh. Bahrul Amig, S.Sos., MM, dari DLHK Sidoarjo;
-
Pelaku IKM Tropodo yang telah beralih ke pelet kayu sebagai bahan bakar;
-
Yanvi C. Lesmana, inovator kompor ramah lingkungan berbahan minyak jelantah.
Junerosano bahkan mengusulkan pembentukan Tim Satgas Percepatan untuk menyelesaikan persoalan lingkungan di Tropodo, sambil mengusulkan transformasi kawasan tersebut menjadi destinasi wisata “Tahu Sehat” di Jawa Timur.
Amig dari DLHK Sidoarjo menambahkan, pendekatan hukum sebaiknya menjadi opsi terakhir. “Yang utama adalah pembinaan dan edukasi, mengingat para pelaku IKM ini juga bagian dari masyarakat yang harus kita lindungi dan dorong menuju perubahan,” ujarnya.
Sebagai catatan, kasus pencemaran Tropodo telah mencuat sejak 2019. Temuan mikroplastik di udara dan jejak dioksin dalam tubuh warga menjadi alarm keras atas dampak praktik pembakaran limbah plastik. Meski deklarasi penghentian praktik berbahaya sudah diteken pada 2019, investigasi terbaru menunjukkan sebagian pelaku usaha belum sepenuhnya beralih dari bahan bakar berbahaya seperti karet dan spon.
Langkah segar muncul dengan ditandatanganinya ulang komitmen oleh 51 pelaku IKM tahu Tropodo untuk tidak lagi menggunakan limbah plastik dan limbah B3, menyusul keluarnya Surat Edaran Sekda Sidoarjo pada 2 Mei 2025.
Rapat ini pun menjadi titik balik penting. Forum ini memperkenalkan beragam teknologi tepat guna serta membuka jalan dialog yang lebih manusiawi dan kolaboratif. Di sinilah, kata Ari Yuwono, semangat gotong royong menjadi kunci.
“Pemerintah harus aktif memperkenalkan teknologi yang sesuai skala IKM, memberi insentif yang adil, serta mendampingi pelaku usaha secara berkelanjutan,” ujarnya optimis.
Jika semua pihak konsisten bergerak bersama, bukan tidak mungkin Tropodo akan dikenal bukan karena polusinya, tapi sebagai contoh sukses industri kecil yang hijau, sehat, dan berdaya saing (Wan)