JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM — Lead Indonesia Team 350.org, Firdaus Cahyadi mengatakan, angka 2% pendanaan BNI ke energi kotor batu bara telah berkontribusi bagi kerusakan alam dan konflik sosial di area proyek batu bara serta mempercepat terjadinya krisis iklim secara global.
“Angka 2% sekilas sepertinya kecil, tapi dampaknya sangat membahayakan,” ungkapnya.
Di acara Public Expose Live 2022, di pertengahan September ini, Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini menyampaikan komposisi kredit ke sektor batu bara BNI cukup kecil, yakni hanya sebesar 2 persen dari total kredit portofolio BNI per Juni 2022.
Kredit yang diberikan BNI berdasarkan presentasi yang disajikan pada saat Public Expose Live 2022 yang diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) secara virtual, Selasa (13/9/2022) adalah 620.403 milyar atau setara dengan 620,403 triliun.
“Jika dilihat dari total kredit yang disalurkan oleh BNI maka 2 persen dari total portofolio kredit BNI adalah lebih dari 12.408 miliar atau 12,408 triliun,” terang Firdaus.
Senada dengan itu, Finance Campaigner 350 Indonesia Suriadi Darmoko menegaskan bahwa nilai kredit dari 2 persen tahun ini berbeda dengan tahun lalu. Jika kredit yang disalurkan BNI terus tumbuh maka pendanaan BNI ke batu bara juga akan terus naik.
“Sehingga angka 2 persen tidak bisa diklaim sebagai batasan. Ini justru menunjukkan porsi dari keseluruhan kredit, yang secara nominal akan terus menanjak,” jelasnya.
Pembatasan kredit berdasarkan persentase, menurut Darmoko, jelas tidak cukup. Angka 2 persen dengan total pendanaan lebih dari 12 triliun itu masih cukup tinggi kontribusinya merusak alam dan menambah konflik sosial di sekitar proyek energi kotor batu bara. Kondisi itu turut memperburuk krisis iklim yang terjadi saat ini.
“Bisakah BNI menjelaskan dampak kerusakan akibat 2 persen atau 12 triliun pendanaan yang dikeluarkan tersebut, sejalan dengan komitmen environmental, social, dan governance (ESG) yang mana pendanaan terhadap industri batu bara tersebut?” tanya Darmoko.
Lebih jauh dia mengatakan, komitmen kuat BNI terhadap ESG tidak cukup dengan menggelontorkan pendanaan pada sektor yang hijau dan berkelanjutan saja. Melihat dampak buruk akibat industri batu bara, BNI seharusnya segera menghentikan pendanaannya terhadap sektor batu bara.
“Untuk melihat apakah benar tidak ada rencana ekspansi di industri batu bara, dimana kebijakan BNI itu dapat dilihat?” tanyanya.
Ketika dokumen tersebut tidak bisa diakses publik, Darmoko mendesak BNI segera membuat membuat roadmap (peta jalan) BNI untuk keluar dari pendanaan batu bara. “Lalu membukanya ke publik,” tandasnya. (Jekson Simanjuntak)