PENNSYVANIA, BERITALINGKUNGAN.COM– Gelombang panas tak hanya melanda Asia seperti Arab Saudi dan India, tapi juga Amerika Serikat.
Laporan terbaru yang dirilis NASA menyebut sebuah area bertekanan tinggi bertahan di atmosfer atas wilayah Midwest dan Timur Laut Amerika Serikat pada Juni 2024. Fenomena cuaca ini, yang dikenal sebagai “heat dome” atau kubah panas, mendorong udara hangat ke permukaan dan menjebaknya di sana.
Kubah panas ini menghambat konveksi dan menekan pembentukan awan serta curah hujan. Akibatnya, sinar matahari mencapai permukaan Bumi tanpa hambatan, sehingga suhu udara meningkat lebih tinggi. Akibat dari kubah panas ini, penduduk di Midwest dan Timur Laut mengalami serangkaian hari dengan suhu terik yang menyamai atau memecahkan rekor suhu harian di beberapa negara bagian.
Berdasarkan peta terbaru dishare NASA menunjukkan suhu udara di wilayah timur Amerika Serikat pada 19 Juni 2024. Peta ini dihasilkan dengan menggabungkan pengamatan dari satelit dan sumber lainnya dengan suhu yang diprediksi oleh model GEOS (Goddard Earth Observing System) milik NASA, yang menggunakan persamaan matematis untuk mewakili proses fisik di atmosfer. Warna merah tua menunjukkan suhu lebih dari 93 derajat Fahrenheit (34 derajat Celsius) pada ketinggian sekitar 2 meter di atas tanah.
Boston, Massachusetts, mencapai suhu 98°F (37°C) dan Hartford, Connecticut, mencapai 97°F (36°C) pada 19 Juni, memecahkan rekor suhu harian, menurut Badan Cuaca Nasional (NWS). Manchester, New Hampshire, dan Scranton, Pennsylvania, memecahkan rekor suhu harian sehari sebelumnya.
Pada 17 Juni wilayah Chicago, Illinois; Pittsburgh, Pennsylvania; Indianapolis, Indiana; Milwaukee, Wisconsin; Cleveland, Ohio; Syracuse, New York; Louisville, Kentucky; dan Fort Lauderdale, Florida, semua menyamai atau memecahkan rekor suhu.
Panas ekstrem tidak hanya membuat orang merasa tidak nyaman. Panas ekstrem dapat memiliki konsekuensi serius bagi kesehatan, terutama bagi orang yang lebih tua. Data pemantauan kesehatan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menunjukkan bahwa tingkat kunjungan ke unit gawat darurat terkait panas di Midwest dan Timur Laut meningkat lebih dari empat kali lipat selama gelombang panas Juni ini.
“Panas ekstrem memperburuk kondisi kesehatan umum terkait usia seperti penyakit jantung, paru-paru, dan ginjal serta dapat menyebabkan delirium,” jelas Deborah Carr, seorang sosiolog dari Universitas Boston yang mempelajari penuaan seperti dikutip Beritalingkungan.com dari laman NASA (24/06/2024).
Dalam analisis terkini, Carr menggunakan data suhu dan iklim yang diarsipkan oleh NASA serta data demografis untuk mengidentifikasi wilayah yang berisiko tinggi terhadap paparan panas saat ini dan di masa depan. Dia menemukan bahwa wilayah Timur Laut dan Midwest, yang secara historis memiliki populasi lansia yang tinggi, diproyeksikan akan mengalami peningkatan paparan panas yang paling tajam dibandingkan suhu yang dialami secara historis.
“Orang dewasa yang lebih tua yang terbiasa dengan cuaca dingin New England mungkin tidak sepenuhnya memahami ancaman yang ditimbulkan oleh gelombang panas ekstrem, dan mereka mungkin meremehkan bahaya yang mungkin mereka alami dari sehari di bawah terik matahari,” katanya.
Ia menambahkan bahwa rumah-rumah tua di wilayah ini cenderung memiliki sistem pendingin yang kurang efisien dan bahwa panas malam hari bisa sangat berbahaya bagi mereka yang tidak memiliki pendingin udara.
Gelombang panas seperti yang terjadi pada bulan Juni ini telah menjadi lebih sering di Amerika Serikat dalam beberapa dekade terakhir, menurut peneliti di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA. Menggunakan sistem pemodelan NASA yang disebut MERRA-2 (Modern-Era Retrospective analysis for Research and Applications-2) untuk menganalisis tren jangka panjang, tim NASA menghitung bahwa gelombang panas musim panas di AS kira-kira dua kali lipat jumlahnya antara tahun 1980 dan 2023, meningkat dari rata-rata dua menjadi empat per bulan.
Selama bertahun-tahun, ilmuwan iklim yang bekerja dengan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) dan NASA telah menunjukkan bahwa frekuensi dan intensitas gelombang panas meningkat dalam beberapa dekade terakhir karena meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Mereka memperkirakan peningkatan ini akan terus berlanjut di masa depan.
“Kita telah menghangatkan planet ini sekitar dua derajat Fahrenheit dalam satu abad terakhir,” kata Gavin Schmidt, direktur Institut Studi Luar Angkasa Goddard NASA, dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada tahun 2022. “Itu memicu ekstrem, sehingga jumlah waktu tempat-tempat melebihi 90 atau 100 derajat Fahrenheit meningkat—dan bukan hanya sedikit. Ini meningkat empat, lima, tujuh kali lebih banyak dari sebelumnya.”jelasnya (Marwan Aziz)