Perkebunan teh di Kenya. Foto : Cranfield University .
KENYA, BERITALINGKUNGAN.COM- Cranfield University bersama LIPTON Teas and Infusions, grup teh terbesar di dunia, telah memulai uji coba lapangan untuk menguji praktik mitigasi perubahan iklim dan ketahanan di wilayah Kericho, Kenya.
Proyek ini didukung oleh Biotechnology and Biological Sciences Research Council (BBSRC) dan UK Tea & Infusions Association (UKTIA), dengan tujuan meningkatkan standar produksi teh dan menciptakan data serta sumber daya yang dapat bermanfaat bagi seluruh industri.
Proyek ini dipimpin bersama oleh Dr. Helen Saini, Kepala R&D Sustainable Agriculture di LIPTON Teas and Infusions, dan Andrew Thompson, Profesor Molecular Plant Science dan Kepala Bidang Tanah, Agrifood, dan Biosains di Cranfield University.
Teh memiliki jejak karbon terendah kedua setelah air keran, namun sekitar seperempat emisi gas rumah kacanya dikaitkan dengan penggunaan pupuk.
Selain itu, perubahan iklim mengancam wilayah-wilayah penghasil teh di Afrika Timur dengan musim kemarau yang lebih dalam dan panjang.
Proyek ini, sebagian didanai oleh BBSRC sebagai Prosperity Partnership, saat ini sedang berlangsung di wilayah Kericho untuk mengembangkan solusi guna mengurangi emisi terkait penggunaan pupuk nitrogen, serta mempercepat pemuliaan varietas teh tahan kekeringan dengan menggunakan teknologi canggih untuk seleksi.
Kemitraan ini akan menggunakan citra drone dan analisis untuk manajemen tanaman yang lebih baik, pertanian presisi, dan fenotip kanopi berkapasitas tinggi untuk mengembangkan varietas tanaman teh yang tahan terhadap perubahan iklim.
Data emisi yang tercatat juga akan menginformasikan tipe teh baru yang dipimpin oleh UKTIA, Tea & Herbal Association of Canada, dan Tea Association of the USA, memungkinkan produsen teh untuk menghitung jejak karbon mereka dengan lebih akurat, dan hasilnya dapat dibandingkan di seluruh industri teh. Ini dimaksudkan untuk digunakan oleh seluruh industri teh.
Uji coba ini akan menambah pemahaman ilmiah tentang produksi teh, yang akan menghasilkan teh berkualitas lebih baik, mengurangi pemborosan, dan jejak lingkungan yang lebih rendah. Ini membangun atas karya sebelumnya oleh LIPTON Teas and Infusions dan Cranfield University, termasuk pengembangan platform Internet of Things (IoT) yang didedikasikan untuk manajemen tanaman teh yang disebut IoTeaTM yang mencakup pemodelan pertumbuhan dan pengembangan tanaman teh.
Temuan penelitian ini akan berkontribusi pada kemajuan industri secara luas melalui kurikulum Lipton Tea Innovation & Technology Academy. Akademi ini, yang diresmikan bersama Pemerintah Kenya dan University of Kabianga awal tahun ini, memberikan pelatihan vokasional serta gelar hingga tingkat doktoral untuk mengembangkan standar tertinggi dalam budidaya, panen, dan pengolahan teh. LIPTON Teas and Infusions memberikan lisensi atas Kekayaan Intelektualnya kepada Akademi ini secara gratis.
Taisa Hansen, Chief Research & Innovation Officer LIPTON Teas and Infusions, mengatakan menggabungkan pengalaman dalam budidaya teh dengan kapabilitas riset spesialis Cranfield University akan memungkinkan mengidentifikasi inovasi kunci yang dibutuhkan industri ini.
“Kami bergerak cepat karena perubahan iklim tidak akan menunggu. Terima kasih yang tulus kepada BBSRC dan UKTIA karena bersama-sama, proyek multi-juta Euro ini akan mendukung seluruh industri teh dan menjalankan misi kami untuk menciptakan nilai bagi semua.”ujar Taisa seperti dikutip Beritalingkungan.com dari laman cranfield.ac.uk (09/07/2024).
Profesor Leon Terry, Pro-Vice-Chancellor Riset dan Inovasi di Cranfield University, mengatakan hibah BBSRC, keahlian teknis mendalam dari ilmuwan terkemuka Cranfield University. “Dan dukungan dari perusahaan teh sebesar dan berpengalaman seperti LIPTON Teas and Infusions, akan memastikan penelitian yang terinformasi dengan baik mendukung masa depan yang berkelanjutan bagi teh.”jelasnya (Marwan Aziz)