Bagi orang lain, mungkin kulit ikan akan berakhir menjadi limbah yang tak berguna, namun tidak bagi Wildan Mathlubi. Bahan limbah kulit ikan itu disulapnya menjadi makanan ringan yang dikemas dalam bentuk kerupuk ikan yang kaya akan protein. Alhasil Wildan mampu membangun usaha yang tak pernah terpikirkan orang lain.
”Nah pada saat itu memang limbah berupa kulit ikan ini tidak dimanfaatkan, ini hanya dibuang begitu saja, oleh karena itu karena saya sebagai mahasiswa teknologi dibidang perikanan mencoba untuk mengembangkan sebuah teknologi sederhana yang kita gunakan supaya bisa meningkatkan nilai tambah (added value) dari ikan tersebut. Setahu saya, kulit ikan itu mengandung banyak protein sehingga terbersit bagaimana memanfaatkan limbah itu,”tutur Willy panggilan akrab Wildan Mathlubi saat menjelaskan awal mula menekuni bisnis ini yang digelutinya sejak berstatus mahasiswa.
Willy mulai mengembangkan ide itu lewat sebuah penilitian yang sekaligus dijadikan sebagai bahan penyusunan skripsi. Kerupuk ikan olahan Wildan ternyata cukup diminati oleh kalangan kampus.
”Pertama pemasaran sekitar kalangan kampus aja sebagai oleh-oleh dari IPB atau Bogor kalau ada yang kunjungan ke IPB. Awalnya hanya iseng aja sebetulnya. Jadi kita hanya mencoba dari limbah itu dibuat kerupuk, kerupuk itu coba dipasarin hanya sebatas aja, Jadi belum ada niatan sama sekali waktu itu mempesar usaha ini, menjadi unit usaha besar,”ungkapnya.
Usai PKL, Wildan membuka bisnisnya dengan modal awal Rp200.000. Duitnya dipakai untuk membeli bahan baku kulit ikan patin dan kakap dari Muara Angke sebanyak 10 kilogram. Setelah melalui pengolahan yang cukup sederhana dibantu oleh seorang karyawan mampu menghasilkan olahan kerupuk ikan yang gurih dan kaya protein.“Saya membidik pasaran menengah ke bawah seperti sekolah-sekolah. Tujuannya sederhana, memberikan cemilan kaya protein kepada adik-adik di sekolah dasar,” kenang alumnus Intistut Pertanian Bogor (IPB) ini.
Menurutnya, usaha olahan kulit ikan ini termasuk dalam kategori usaha musiman karena ikan sendirinya produksinya musiman. Jadi pada saat bulan-bulan tertentu panen raya, bahan bakunya melimpah, namun pada bulan lain kosong sama sekali.
Panen raya itu biasanya sekitar bulan Januari hingga Juni, stok banyak, tapi setelah bulan Juni, Agustus sampai September bahan baku sudah berkurang bahkan mulai kosong.
Guna menjaga ketersedian bahan baku, Willy telah membangun kemitraan dengan nelayan diberbagai daerah seperti Jakarta, Jawa, Sumatera dan Sulawesi. ” Ya, otomatis sudah terjadi kemitraan dengan nelayan karena kalau saya nggak jadi jalin kerjasama bagaimana mungkin saya dapat barang sebagai bahan baku pembuatan kerupuk kulit ikan. Saya beli barang dari nelayan hanya kulitnya saja bukan dagingnya, karena kalau daging ikan patin itu dipakai sebagai bahan baku pembuatan sosis, daging kakapnya dagingnya untuk ekspor. Jadi saya hanya beli kulit aja, bukan daging secara utuh,”kata Willy
Selain itu, Willy juga menyiasati kekurangan kulit ikan dengan menggunakan bahan baku dari ikan laut atau kulit ikan kakap. ”Selama produksi nggak bisa berhenti, makanya saya coba beralih kerupuk kulit tapi dari jenis ikan laut atau kulit ikan kakap. Jadi sekarang saya memproduksi kerupuk kulit ikan patin dan kakap,”paparnya.
Willy membeli bahan baku yang kering Rp 28000 /kg, sementara kulit ikan basah lebih murah Rp 3000 /kg. ”Awalnya kulit basah dibeli Rp 500 /kg sekarang udah nyampe Rp 3000 itu yang basahnya jauh lumayan harganya. Makanya sekarang pun saya awalnya jual perkilogram yang mentah cuma Rp 25000, sekarang udah kujual Rp 60 ribu perkilogram. Paling rendah masuk ke agen itu Rp 40 ribu atau Rp 50 ribu perkilogram. Sementara yang matang dijual di supermaket dengan ukuran 50 kilogram dijual Rp 7500.
Kerupuk kulit kakap dan patin bermerk dagang Willy ia jual dengan harga beragam dari Rp1000 per bungkus kecil hingga Rp 4.500/ons untuk dipasarkan di supermaket dan warung makan. Willy menemukan respon yang tak terduga. Permintaan terus mengalir kepada CV Alfa Dinar ini.
Pengusaha muda yang kini masih berusia 25 tahun itu mempekerjakan 8 orang karyawan ini memproduksi 4 kuintal kulit ikan patin perbulan, 4 kuintal kulit ikan kakap perbulan dan 1 kuintal daging ikan perbulan. Omsetnya melejit hingga mencapai rata-rata Rp 10 juta hingga 15 juta perbulan.
Wilayah pemasarannya tak hanya di Bogor tapi kini mulai meluas hingga ke Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bandung, Purwakarta dan Surabaya. ” Keluar Jawa belum ada karena belum punya link. Jadi biasanya pemasaran dilakukan lewat pameran, dimana pameran itu sebagai ajang untuk promosi. Lewat pameran itu banyak terjadi orde keluar Bogor, disamping itu rekan-rekan pers juga sangat membantu saya untuk memperkenalkan produk ke publik. Pemasaranya udah merambah ke mini market terutama di Bogor, sementara lain menggunakan jasa agen yang nantinya memasarkan ke mall-mall,”ungkapnya.
Pembuatan Kerupuk Kulit Ikan
Bagaimana membuat olahan kerupuk ikan yang gurih dan kaya protein? Menurut Wildan, yang pertama dilakukan adalah bahan baku begitu datang mula-mula dilakukan penyortiran untuk mengetahui layak tidaknya kulit ikan itu digunakan sebagai bahan baku kerupuk.
Selanjutnya sisa daging atau darah yang masih menempel di kulit ikan dibersihkan selama beberapa kali pembersihan sampai kulit itu kelihatan putih bersih. Setelah dibersihkan, bahan baku itu lalu direndam dengan menggunakan berbagai jenis bumbu dapur Perendaman dalam bumbu sampai meresap kurang lebih 15-20 menit. Sayangnya Willy tak mau mengungkapkan jenis dan takaran bumbu dapur yang ia gunakan karena menurutnya itu rahasia perusahaan.”Yang jelas, menggunakan bumbu dapur saja paling garam dan yang lainnya saya tidak bisa jelaskan karena itu rahasia perusahaan,”ujarnya.
Kemudian dilanjutkan dengan penjemuran sampai kering sekitar kurang lebih selama 2 hari kalau cuacanya bagus. Kalau cuacanya kurang bagus, pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven. Usai dijemur, karena kulit itu panjang ada mencapai setengah meter, dilakukan penguntingan panjang 5-10 cm, baru digoreng. Lalu dikemas dan terakhir dipasarkan.
Tanpa Bahan Pengawet
Lalu apa keistimewaan kerupuk kulit olahan Willy dibandingkan dengan olahan ikan di tempat lain? Menurut pengakuan Willy, kerupuk kulit ikan yang dia produksi tidak menggunakan bahan pengawet apapun tetapi murni menggandalkan komposisi bumbu alami.
Kedua mengandung protein yang tinggi karena kerupuk ini murni menggunakan terbuat dari kulit ikan patin dan ikan kakap. ”Kebanyakan selama ini banyak orang-orang mengatakan kerupuk kulit, kerupuk kulit, apalagi kerupuk yang biasa dijual Rp 500 itu kan bukan dari kulit, itu mah hanya karena testurnya yang berbentuk kulit. Jadi klain aja, kalau saya emang tidak campuran kayak sagu tapi hanya mengandalkan kulitnya saja,” jelasnya.
Kelebihan lainnya, konsumen terutama pelanggang tetap senantiasa dilibatkan dalam penentuan cita rasa.”Kalau cita rasanya kami serahkan kepada konsumen, jadi terkadang gini misalnya dari Tangerang, jadi kalau bumbu itu tergantung dari agen yang minta seperti ini, maka bumbunya dibuatin.
Jadi tidak ada sesuatu yang khas, paling hanya asin aja itu karena disini Bogor kebanyak suku Sunda yang doyang dengan asin, itu aja. Kalau suku lain nggak doyang dengan rasa asin, tapi mereka lebih menyenangi rasa tawar plus gurih. Jadi tergantung dari permintaan konsumen, kalau konsumen minta asin kita buatin yang asin, kalau mintanya yang pedas kita buatin yang pedas, mereka minta yang macam, oh ini kurang gurih kita tambahin penyedap,”jelasnya. Selain itu produk olahan Willy juga telah mendapatkan lebel jaminan keamanan kesehatan dari Departemen Kesehatan.
Sementara dari segi pengemasan, juga tak kala menarik. Willy mengemasnya layaknya kantong oleh-oleh dengan menggunakan peper bek”Kami buat dari kantong sebagai oleh-oleh jadi kelihatan menarik. Pengemasan hanya menggunakan plastik aja, saya sendiri berpikiran waktu itu, karena saya sering diundang pameran-pameran, jadi saya mencoba untuk membuat peper bek sehingga kelihatan lebih menarik, pada umumnya konsumen sangat menyenangi kemesan kerupuk ikan yang kami buat,” tandasnya.
Meski usaha olahan kulit ikan dilakukan Willy terbilang lancar, namun bukan tampak kendala. Salah satu kendala yang dihadapi Willy adalah minimnya sarana dan prasana dalam mengatasi cuaca kota Bogor merupakan kota hujan sehingga menyulitkan penjemuran. ”Saya proses produksi kerupuk, kerupuk itu butuh penjemuran dan pengiringan, jadi kita belum punya alat pengerin yang bagus. Jadi ketika musim hujan permintaan banyak, kita mungkin agak sedikit mengecewakan pelanggan agak kerepotan memenuhi permintaan konsumen,” akunya.
Selain itu, bahan bakunya terbatas, karena musiman, pada saat panen raya banyak tersedia stok bahan baku, namun pada saat bulan Juli – September bahan baku kosong.”jadi ada dua kendala, pertama saranan masih terbatas, kedua ketersedian bahan baku,” keluhnya.
Selain usaha kerupuk ikan, Willy juga mulai mengembangkan sejumlah usaha olahan ikan lainnya seperti bakso ikan, kaki naga serta kerajinan sendal.
Sebelum mengakhiri wawancara, Willy berbagi kunci sukses. Menurutnya kunci sukses suatu usaha sangat tergantung pada kerja keras, ketekunan dalam menjalankan segala sesuatu serta harus fokus pada usaha yang tekuni.
”Jangan menggunakan istilah usaha ini sampingan, kalau usaha dijadikan bahan sampingan hasilnya pun akan sampingan atau tidak maksimal setengah-setengah juga. Disamping itu kita bekerja keras, cerdas, juga harus memperbanyak silaturahmi dengan orang, ngobrol dengan orang, otomatis peluang usaha itu akan datang seiring dengan banyak kita bersilaturahmi. Ketiga harus jujur, kalau kita jujur dan bertanggungjawab insya Allah akan banyak jalan untuk memulai usaha,” jelas mantan aktivis Lembaga Dakwah Kampus IPB ini. (Marwan Azis).