Ilustrasi matahari. Foto : AstroGraphix_Visuals via Pixabay
NEW YORK, BERITALINGKUNGAN.COM – Matahari, sumber kehidupan di tata surya kita, menyimpan misteri besar. Meskipun suhu permukaannya mencapai sekitar 10.000 derajat Fahrenheit, lapisan terluarnya yang dikenal sebagai korona matahari justru jauh lebih panas, dengan suhu mencapai 2 juta derajat Fahrenheit—200 kali lebih panas. Lonjakan suhu yang signifikan ini telah membingungkan ilmuwan sejak pertama kali diidentifikasi pada tahun 1939.
Selama beberapa dekade, para ilmuwan telah berusaha memecahkan misteri ini dan mencoba memahami mekanisme yang menyebabkan pemanasan yang tidak terduga ini. Namun, sampai saat ini, solusi yang tepat belum ditemukan.
Namun, kemajuan penting baru-baru ini dicapai oleh tim peneliti yang dipimpin oleh Sayak Bose dari Laboratorium Fisika Plasma Princeton (PPPL) Departemen Energi Amerika Serikat. Mereka menemukan bahwa gelombang plasma yang dipantulkan dapat menjadi penyebab pemanasan di lubang korona, yaitu wilayah dengan kerapatan rendah di atmosfer luar matahari yang memiliki garis medan magnet terbuka yang menjulur ke luar angkasa.
Temuan ini membawa langkah besar dalam upaya memecahkan salah satu teka-teki terbesar mengenai matahari kita. “Para ilmuwan mengetahui bahwa lubang korona memiliki suhu yang tinggi, namun mekanisme yang mendasari pemanasan ini masih belum dipahami,” ujar Bose seperti dikutip dari laman PPPL (16/10/2024)
“Temuan kami mengungkapkan bahwa refleksi gelombang plasma dapat menjadi penyebabnya. Ini adalah eksperimen laboratorium pertama yang menunjukkan bahwa gelombang Alfvén dapat dipantulkan dalam kondisi yang relevan dengan lubang korona.”ujarnya.
Gelombang Alfvén, yang pertama kali diprediksi oleh fisikawan dan pemenang Nobel asal Swedia, Hannes Alfvén, mirip dengan getaran pada senar gitar yang dipetik. Namun, dalam hal ini, gelombang plasma tersebut disebabkan oleh medan magnet yang berosilasi.
Dalam eksperimen tersebut, tim menggunakan perangkat plasma besar di Universitas California-Los Angeles (UCLA) untuk memicu gelombang Alfvén dalam kondisi yang menyerupai lubang korona matahari. Ketika gelombang Alfvén ini bertemu dengan daerah dengan kepadatan plasma dan intensitas medan magnet yang bervariasi, seperti yang terjadi di atmosfer matahari, mereka dapat dipantulkan kembali ke sumbernya. Tabrakan antara gelombang yang bergerak keluar dan yang dipantulkan ini menciptakan turbulensi, yang akhirnya menyebabkan pemanasan.
Temuan ini memperkuat hipotesis lama para fisikawan bahwa refleksi gelombang Alfvén dapat menjelaskan pemanasan lubang korona. Eksperimen ini juga divalidasi oleh simulasi komputer yang menunjukkan hasil serupa di bawah kondisi yang menyerupai korona matahari. “Fisika refleksi gelombang Alfvén sangat menarik dan rumit. Sangat mengagumkan bagaimana eksperimen dasar di laboratorium dapat memperkaya pemahaman kita tentang fenomena alami seperti matahari,” tambah Bose.
Penelitian ini melibatkan kolaborator dari Universitas Princeton, Universitas California-Los Angeles, dan Universitas Columbia, serta didanai oleh Departemen Energi AS dan National Science Foundation (NSF).
Penemuan ini diharapkan akan membantu kita semakin mendekati pemahaman yang lebih baik tentang matahari dan mekanisme pemanasannya yang misterius, yang pada gilirannya dapat membantu dalam penelitian dan pemanfaatan energi fusi di masa depan (Marwan Aziz)