Ilustrasi Orangutan yang mati di Kebun Binatang Solo. Foto : COP. |
JAKARTA, BL- Centre for Orangutan Protection (COP) mendesak Departemen Kehutanan untuk serius mengawasi pemeliharaan orangutan di kebun binatang. Desakan ini didasarkan pada hasil riset COP yang menunjukkan bahwa hampir seluruh orangutan yang berada di kebun binatang di Indonesia, saat ini berada dalam kondisi yang buruk.
Menurut Captivity Researcher COP Drh. Luki Wardhani, para pengelola orangutan cenderung mengabaikan prinsip -prinsip kesejahteraan binatang (animal welfare) yang disepakati oleh berbagai asosiasi kebun binatang seperti World Association of Zoos and Aquariums (WAZA) dan Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI). Adapun prinsip dalam penanganan orangutan yaitu bebas dari rasa lapar dan haus, bebas
dari ketidaknyamanan secara fisik, bebas dari luka, sakit dan penyakit, bebas mengekspresikan perilaku secara normal serta bebas dari stress dan tekanan.
COP melakukan penilaian pada 28 orangutan di kebun binatang Surabaya, Solo, Yogya, Bandung dan Jakarta. Penilaian dilakukan hanya pada orangutan yang dipamerkan, tidak termasuk orangutan yang disembunyikan, dipakai untuk pertunjukan atau dalam masa karantina. COP menghabiskan 30.000 detik untuk menilai setiap individu orangutan.
Pada umumnya, kebun binatang di Indonesia masih menggunakan kandang berjeruji untuk memamerkan orangutannya kepada pengunjung. Beberapa kebun binatang telah meninggalkan gaya kandang berjeruji dan
menggantikannya dengan kurungan terbuka mirip pulau (enclosure).
Hampir seluruh orangutan yang dikurung dalam kandang berjeruji, kondisinya lebih buruk dibandingkan yang ditempatkan di enclosure. Mereka tidak mendapatkan akses air untuk diminum, minim interaksi
sosial dengan orangutan lainnya dan kandang kosong tanpa fasilitas bermain.
“Mudah untuk mengenali gejala stress pada orangutan karena mirip dengan manusia. COP mendokumentasikan berbagai gejala stress dan gila seperti membenturkan tubuh, memuntahkan makanan dan memakannya kembali, menjilati puting susunya sendiri, minum air kencing serta menghabiskan waktu dengan tidur dan duduk bengong tanpa ekspresi,” kata Luki Wardhani melalui siaran persnya yang diterima Beritalingkungan.com
Hal senada juga diungkapkan Hari Wibowo, Captivity Campaign Manager COP. Menurutnya, hal tersebut seringkali disebabkan oleh buruknya kualitas hidup orangutan tersebut.”Kebun binatang sebagai lembaga konservasi ex situ sudah seharusnya memperlakukan koleksi satwa sebagai spesimen hidup yang bernilai, bukan memperlakukannya seperti sekarang ini. Kebun binatang cenderung mengeksploitasi orangutan untuk
hiburan dan lelucon bagi pengunjung,” kata Seto Hari Wibowo.(Marwan Azis).