TAGAJO, BL – Jumlah korban tewas akibat gempa bumi dan tsunami di Jepang, bisa mencapai jadi akan melebihi 10.000 jiwa. Hal tersebut disampaikan salah seorang pejabat pemerintah Jepang, Minggu (13/3).
Perkiraan dan pernyataan itu sendiri disampaikannya di sela kenyataan lain, betapa jutaan korban selamat pun kini masih kesulitan air minum, serta listrik dan makanan layak, pasca bencana hebat tersebut.
“Ini merupakan krisia terberat bagi Jepang, sejak perang (PD II) berakhir 65 tahun lalu,” ungkap Perdana Menteri (PM) Naoto Kan kepada wartawan seperti dilansir AP, sambil menambahkan bahwa masa depan Jepang akan ditentukan oleh respon atau reaksi terhadap krisis/bencana ini.
Kendati pemerintah Jepang sendiri telah menggandakan jumlah tentara yang ditugaskan di misi penyelamatan menjadi 100 ribu orang, upaya itu tampaknya masih belum cukup. Pasalnya, bencana kali ini tampaknya bisa disebut sebagai bencana tiga kali lipat, di mana gempa dan tsunami yang terjadi Jumat, menghancurkan dua reaktor nuklir yang ada di pesisir kawasan timur laut Jepang itu, dengan salah satu di antaranya meledak – yang kini menghadirkan ancaman radiasi.
Kepala polisi di Prefektur Miyagi, menyampaikan kepada kelompok tim penyelamat bahwa perkiraannya untuk korban tewas bisa jadi lebih dari 10.000 orang. Hal ini seperti disampaikan oleh juru bicara kepolisian Go Sugawara. Miyagi sendiri tercatat memiliki populasi penduduk 2,3 juta jiwa, yang nyatanya menjadi satu dari tiga prefektur terparah diterpa gempa dan tsunami kemarin. Hanya saja, sejauh ini baru 379 orang dikonfirmasikan tewas di Miyagi.
Berdasarkan keterangan pejabat pemerintah lainnya pula, saat ini lebih dari 1.400 orang sudah dilaporkan tewas, termasuk 200 orang yang tubuhnya ditemukan di sepanjang pantai, Minggu (13/3) ini. Sementara, lebih dari 1.000 orang masih dilaporkan hilang, serta sekitar 1.700 lainnya tercatat luka-luka.
Sementara itu, masalah nuklir membawa ancaman baru, termasuk terhadap merekan yang sempat selamat dari gempa dan tsunami.
“Pertama saya khawatir dengan gempanya, namun sekarang saya khawatir soal radiasi (nuklir). Saya tinggal dekat dengan pembangkit itu, makanya saya datang ke sini untuk memastikan kondisi saya tidak apa-apa. Hasil tes saya menunjukkan negatif (terkena radiasi), tapi saya tak tahu apa yang harus saya lakukan berikutnya,” ucap Kenji Koshiba, seorang pekerja konstruksi, di salah satu emergency center di Koroyama.
Di sisi lain, Tokyo Electric Power menyebut bahwa mereka akan menekan pemakaian listrik dengan melakukan pemadaman bergilir di sebagian Tokyo, serta sejumlah kota lainnya di Jepang. Pemadaman bergilir terencana yang diperkirakan tiga jam masing-masingnya itu, disebutkan bakal dimulai Senin (14/3). Ini ditujukan untuk mengatasi turunnya daya listrik pasca meledaknya pembangkit tenaga nuklir, akibat gempa dan tsunami yang baru saja melanda.
Seperti diberitakan AP pula, Menteri Perdagangan Banri Kaieda menyatakan Minggu (13/3), bahwa penggunaan listrik diperkirakan akan berkurang sekitar 25 persen dari kapasitas aslinya. Para pejabat pemerintah pun memohon warga Jepang untuk memahami hal tersebut, sembari menyatakan bahwa ini merupakan krisis terberat yang harus dihadapi negeri itu sejak era Perang Dunia II.(AP)