JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Populasi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Indonesia bertambah. Kabar gembira ini datang dari Sanctuary Harimau Barumun Nagari Wildlife Sanctuary (BNWS) di Sumatera Utara.
”Dua anakan Harimau Sumatera ini lahir dari induk bernama Gadis dan Monang,” ungkap Direktur Jenderal KSDAE, Wiratno dalam rilisnya yang diterima Beritalingkungan.com.
Gadis merupakan harimau korban konflik (terkena jerat) di daerah Kabupaten Mandailing Natal tahun 2016. Akibat terkena jerat, kaki kanan depan Gadis yang berusia 7 tahun harus diamputasi. Sementara Monang merupakan Harimau jantan yang berhasil dievakuasi dari desa Parmonangan, Simalungun pada tahun 2017 silam.
Untuk menghitung populasi Harimau Sumatera, KLHK telah melakukan kajian sejak tahun 2016, bekerjasama dengan para praktisi konservasi harimau. Kajian ini dimaksudkan untuk memperbaharui informasi mengenai keberadaan Harimau Sumatera, setelah dirilis terakhir kali oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1994.
Metode yang digunakan dalam dua tahun tersebut adalah dengan pemodelan Population Viability Analysist (PVA). PVA adalah alat untuk mengkaji viabilitas tiap subpopulasi di lanskap berbeda, di bawah skenario ancaman tertentu seperti harvest, deforestasi, kombinasi harvest dan deforestasi serta metapopulasi.
Untuk spesies harimau sumatera, dari hasil perhitungan tersebut diperkirakan bahwa jumlah harimau sumatera di alam liar kurang lebih 603 ekor yang tersebar dalam 23 lanskap di Sumatera dengan jumlah masing-masing berkisar dari 1 hingga 185 individu.
Wiratno menjelaskan, bahwa pada tahun 2015 di kawasan BBKSDA Riau melalui kamera trap, diketahui kelahiran 3 ekor anak Harimau Sumatera dari indukan bernama Rima.
Tahun 2017 terjadi kelahiran 4 (empat) ekor anak harimau Sumatera dari indukan bernama Rima dan Uma. Tahun 2016 di Kawasan Lindung Rimbang Baling, Sumatera Bagian Tengah diketahui kelahiran 3 (tiga) ekor anak Harimau Sumatera.
”Selain kelahiran yang berhasil diketahui di alam, pada beberapa lembaga konservasi telah berhasil mengembangbiakkan harimau sumatera melalui lahirnya 12 ekor anak harimau pada tahun 2018,” ungkapnya.
Peningkatan populasi harimau sumatera tersebut tentunya bukan terjadi dengan sendirinya. Namun karena kerja keras yang dilakukan selama ini dalam pengelolaan kawasan-kawasan konservasi yang menjadi habitat harimau sumatera.
”Hal ini juga membuktikan bahwa target pemerintah untuk meningkatkan populasi jenis-jenis yang terancam kepunahan, khususnya pada harimau sumatera, dapat dipenuhi sejauh ini,” jelasnya.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk penyelamatan harimau sumatera diantaranya adalah mengembangkan beberapa lokasi Tiger sanctuary. Tempat ini dimaksudkan sebagai penyimpanan sementara harimau-harimau yang perlu dirawat akibat kejadian khusus, seperti konflik ataupun perburuan, sebelum dilepasliarkan di habitat alami sekitarnya, maupun di wilayah lain.
Saat ini Indonesia telah memiliki tiga Tiger sanctuary, yakni Barumun Nagari Wildlife Santuary di sekitar SM Barumun – Sumatera Utara, Tambling Wildlife Nature Conservation di TN Bukit Barisan Selatan – Lampung, dan Pusat Rehabiltasi Harimau Sumatera Dharmasraya di sekitar TN Kerinci Seblat – Jambi.
”Ke depan tentu tantangan yang dihadapi dalam menjaga keberadaan harimau akan semakin besar. Namun demikian dengan kerja keras yang dilakukan, pemerintah optimis bahwa keberadaan harimau sumatera tetap akan dijumpai generasi yang akan datang,” kata Wiratno.
Sementara itu Kepala Balai Besar KSDA Sumatera Utara Dr. Hotmauli Sianturi menjelaskan Sanctuary Harimau BNWS yang dibangun KLHK bekerjasama dengan Yayasan Persumuhan Bodichita Mandala Medan pada tahun 2016 dengan tujuan sebagai tempat untuk merehabilitasi harimau korban konflik.
”Tempat ini menyiapkan Harimau Sumatera korban konflik untuk bisa dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya. Kedepannya akan dibangun fasilitas tempat tinggal untuk 2 ekor anak harimau Sumatera tersebut serta fasilitas habituasi untuk melatih harimau tersebut sebelum dilepasliarkan,” ungkapnya.(Wan)
–>