Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK, Rasio Ridho Sani.
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan uji materi yang diajukan Pengawas Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas Peraturan Gubernur (Pergub) Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu, yang telah diubah dengan Pergub Nomor 19 Tahun 2023. Peraturan ini sebelumnya mengizinkan panen tebu dengan cara dibakar.
Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa Pergub Lampung tersebut bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang dan Peraturan Menteri, yang secara tegas melarang pembukaan dan/atau pengolahan lahan dengan cara dibakar. MA juga memerintahkan pencabutan Pergub Lampung dan menghukum termohon untuk membayar biaya perkara.
“Kebijakan Gubernur Lampung yang memfasilitasi/mengizinkan panen tebu dengan cara membakar harus dicabut. Kebijakan ini telah menguntungkan perusahaan secara finansial, dengan mengorbankan lingkungan hidup, masyarakat, dan merugikan negara, serta bertentangan dengan Undang-Undang,” tegas Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK, Rasio Ridho Sani, dalam keterangan persnya di Jakarta (21/05).
Rasio Sani menyatakan pihaknya sedang menghitung total kerugian lingkungan hidup untuk menyiapkan langkah hukum lebih lanjut. “Langkah hukum lebih lanjut harus dilakukan agar tidak ada lagi kebijakan dan/atau tindakan seperti ini,” tambahnya.
Lebih lanjut, Rasio Sani menyampaikan apresiasi kepada Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Agung Dr. H. Yulius, S.H., M.H., serta Hakim Agung Anggota Dr. H. Yosran, S.H., M.Hum, dan H. Is Sudaryono, S.H., M.H., yang berpihak kepada lingkungan hidup (In Dubio Pro Natura), kesehatan masyarakat, dan agenda perubahan iklim Indonesia.
“Kami juga mengapresiasi para ahli yang telah mendukung penyusunan permohonan uji materiil ini. Penyusunan materi uji materiil melibatkan berbagai ahli, yaitu Ahli Pengendalian Pencemaran Udara dari ITB, Ahli Pengendalian Perubahan Iklim, Ahli Forensik Kebakaran Hutan/Lahan, Ahli Pertanian dan Perkebunan dari IPB, serta Ahli Hukum Lingkungan dari UI dan Unissula,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Penanganan Pengaduan, Pengawasan, dan Sanksi Administrasi (PPSA), Ardyanto Nugroho, menjelaskan bahwa dugaan awal adanya kebakaran lahan akibat kegiatan pemanenan tebu dengan cara dibakar terlihat dari pemantauan hotspot yang dilakukan oleh KLHK. Hasil pemantauan ini menunjukkan adanya indikasi kebakaran di dua perusahaan perkebunan tebu di Lampung.
“Kami mengetahui adanya kegiatan pemanenan tebu dengan cara dibakar melalui pemantauan hotspot. Ada dua perkebunan tebu di Lampung, yaitu PT. SIL dan PT. ILP, yang terindikasi adanya kebakaran hutan. Kami masih mendalami kasus ini bersama dengan tim dan ahli,” katanya.
Hasil pengawasan tahun 2021 menunjukkan bahwa luas lahan yang dibakar di PT. SIL dan ILP mencapai 5.469,38 hektar. Sedangkan pada tahun 2023, luas lahan yang dibakar mencapai 14.492,64 hektar.
“Total luas lahan yang dibakar dan besarnya kerugian lingkungan hidup sedang kami dalami bersama dengan tim dan ahli,” tambah Ardyanto Nugroho (Marwan Aziz)