Ini aksi jalan mundur yang dilakukan aktivis lingkungan Greenpeace, sebagai upaya mengingatkan Presiden SBY untuk memperkuat dan memperpanjang moratorium..
JAKARTA, BL-Menyambut Hari Bumi yang jatuh pada tanggal 22 April, Greenpeace kembali melakukan aksi dengan nama ‘Earth Day March Jalan Mundur’.
Aksi kali ini membawa pesan bahwa kebijakan moratorium yang ditetapkan oleh Presiden SBY sejak Mei 2011, dinilai belum menunjukkan adanya perbaikan pada kondisi hutan dan tata kelola kehutanan. Puluhan aktivis berjalan mundur dari mulai Monumen Nasional hingga Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta, sebagai upaya mengingatkan Presiden SBY untuk memperkuat dan memperpanjang moratorium.
“Aksi ini bertujuan untuk mengingatkan kembali Presiden SBY, bahwa moratorium yang masanya akan habis sebentar lagi harus diperpanjang, diperkuat dan berfokus pada tujuan perlindungan hutan dengan menerapkan moratorium hutan berbasis capaian,” kata Yuyun Indradi, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com (19/4).
Greenpeace meminta pemerintah untuk membuat langkah cepat untuk memperkuat dan memperluas cakupan dua tahun moratorium izin baru yang akan berakhir pada 20 Mei ini. Moratorium telah menjadi lemah akibat lobi industri dan bahkan beberapa kementerian termasuk Kementerian Kehutanan.
Dengan waktu yang kurang dari satu bulan lagi, hanya sedikit kemajuan yang dicapai dalam kebijakan moratorium dan banyak indikator kinerja kunci yang merupakan bagian dari perjanjian 1 miliar dollar dana perlindungan hutan Indonesia-Norwegia yang belum tercapai, seperti; pendirian lembaga REDD, dan badan pemantauan, pelaporan dan verifikasi (MRV) serta mekanisme dan lembaga keuangannya.
Menurut Yuyun, hambatan utama moratorium hutan di Indonesia adalah tata kelola pemerintahan yang buruk, data dan peta yang tidak sinkron, tidak jelasnya payung hukum untuk perlindungan sosial dan lingkungan, serta pemetaan lahan terlantar.
Teguh Surya, Juru Kampanye Hutan Greenpeace mengungkapkan, berdasarkan analisis Greenpeace dengan membandingkan peta moratorium revisi kedua dengan revisi ketiga yang diluncurkan bulan November 2012 menunjukkan terdapat pengurangan wilayah yang dilindungi moratorium, banyak konsesi yang masih tumpang tindih dengan hutan yang seharusnya dilindungi oleh moratorium dan berlanjutnya ketidakseragaman atas definisi hutan serta lahan gambut.
Teguh menambahkan, jika Presiden SBY ingin meninggalkan warisan perlindungan hutan Indonesia untuk generasi mendatang, SBY harus memperpanjang batas akhir dua tahun moratorium dan memperkuatnya dengan memasukkan seluruh hutan dan gambut serta memerintahkan untuk mengkaji ulang perijinan konsesi yang sudah ada. “Hanya dengan demikian moratorium bisa memenuhi target perlindungan hutan dan penurunan emisi yang berarti,”tandasnya. (Marwan Azis).