JAKARTA, BL- Selama ini, cukup banyak pakar gempa yang bisa menjelaskan tentang sebab-sebab terjadinya gempa, potensi bencana gempa dan petunjuk praktis penanggulangan gempa, namun tetap saja, masyarakat belum mengetahui apa yang seharusnya di perbuat jika terjadi gempa.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menganggap perlu adanya upaya antisipasi yang menyeluruh sebelum bencana gempa benar-benar terjadi. Upaya ini yang harusnya disebarluaskan pada masyarakat yang kawasannya rentan terhadap gempa.
Dalam penanganan tanggap darurat bencana gempa Sumbar beberapa waktu lalu, diperlukan modul evakuasi ilmiah yang bisa dijadikan acuan untuk meminimalkan korban, berdasarkan kajian ilmiah.
“Intinya, bagaimana memaksimalkan kemampuan warga yang terkena gempa tersebut untuk mengurangi resiko, sampai tindakan tanggap darurat. Contohnya dengan simulasi kondisi gempa, yakni pada saat dan setelah gempa,” ungkap Deputi Bidang Jasa Ilmiah LIPI Prof Dr Ir Jan Sopaheluwakan, Selasa ( 6/10), di Gedung LIPI, Jakarta.
Sudah saatnya, masyarakat belajar rasional menyikapi bencana dengan melihat bencana dari segi manajemen resiko dan bukan hanya dari kerawanan saja, mengingat Indonesia merupakan kawasan yang rentan bencana, baik berupa terjadinya tumbukan lempeng ataupun aktivitas vulkanik gunung berapi.
“karena itu perlu didirikan pusat evakuasi gempa di lokasi yang benar-benar aman sebagai safety zone, yakni di dataran-dataran tinggi dengan kapasitas yang besar”, tuturnya. Ini penting sebagai lokasi evakuasi jika terjadi tsunami. Masyarakat bisa mengamankan diri disitu.
Selain itu, perlu disiapkan langkah evakuasi yang bisa menjadi pedoman masyarakat ketika bencana terjadi. ” jika seseorang berada di satu lokasi ketika gempa terjadi. Dia harus tahu kemana mesti bergerak untuk menyelamatkan diri,” ujarnya.
Kedepannya, diperlukan langkah-langkah sistematis dalam membangun kawasan yang terkena gempa. Perlu upaya penataan ruang yang lebih aman terhadap gempa. Semua pihak harus terlibat aktif disitu. Sosialisasi pun menjadi perlu, tidak hanya di kalangan tertentu saja. Apalagi sebelum gempa Sumatera terjadi, LIPI telah bekerjasama dengan tim dari Jerman dalam pelatihan penanggulangan bencana, khususnya gempa.
“sehingga sangat disayangkan, jika skenario ilmiah yang baru saja kita perkenalkan pada pihak pemda dan kampus, belum sempat disosialisasikan ketika gempa mengguncang Sumbar dengan tiba-tiba”, pungkasnya. (Jekson Simanjuntak )