Secara ilmiah gempa bumi disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Kata gempa juga digunakan untuk menunjukkan daerah asal terjadinya gempa bumi, misalnya: Gempa Padang. Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, akibat tekanan inti bumi yang panas. Gelombang ini menjalar menjauhi titik awalnya.
Gempa dapat terjadi kapan saja, tanpa mengenal waktu. Meski demikian, konsentrasi gempa cenderung terjadi di tempat-tempat perbatasan lempeng, seperti lempeng Pasifik, Indo Australia atau Eurasia. Tempat ini juga dikenal dengan Lingkaran Api karena banyaknya gunung berapi yang melewatinya.
Pengukuran gelombang seismic dilakukan oleh Seismologist –ilmuwan yang mempelajari sesar dan gempa–. Mereka menggunakan peralatan yang disebut seismograf. Seismograf memantau gerakan-gerakan bumi, mencatatnya dalam seismogram. Lalu, getaran tersebut dilukiskan sebagai garis bergelombang pada seismogram. Seismologist menggunakan skala Richter untuk menggambarkan besaran gempa, dan skala Mercalli untuk menunjukkan intensitas gempa, atau pengaruh gempa terhadap tanah, gedung dan manusia.
Penyebab Gempa
Akibat pemanasan inti Bumi, induksi terjadi hingga mencapai lempeng yang dikenal sebagai kerak bumi. Induksi ini juga yang membuat gerakan antar lempeng saling bertumbukan. Tumbukan ini sanggup mengaktifkan gunung api (vulkanik) dengan kekuatan yang tak bisa di prediksi, sedangkan dalam skala yang lebih luas sanggup menghasilkan gempa (tektonik) dengan kekuatan besar.
Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu muncul, berakibat pada pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa bumi akan terjadi.
Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan. Yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi sering terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km.
Lempeng samudera yang rapat massanya lebih besar ketika bertumbukkan dengan lempeng benua di zona tumbukan (subduksi) akan menyusup ke bawah. Gerakan lempeng itu akan mengalami perlambatan akibat gesekan dari selubung bumi. Perlambatan gerak itu menyebabkan penumpukkan energi di zona subduksi dan zona patahan. Akibatnya di zona-zona itu terjadi tekanan, tarikan, dan geseran. Pada saat batas elastisitas lempeng terlampaui, maka terjadilah patahan batuan yang diikuti oleh lepasnya energi secara tiba-tiba. Proses ini menimbukan getaran partikel ke segala arah yang disebut gelombang gempa bumi.
Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu disebut gempa vulkanik yang disertai dengan letusan gunung berapi. Selain itu, ada beberapa gempa bumi yang jarang terjadi, misalnya karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Lalu, ada juga gempa yang terjadi akibat injeksi cairan dari/ke dalam bumi. Contohnya pada beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi dan di Rocky Mountain Arsenal. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi.
Ring of Fire
Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng utama dunia yaitu lempeng Indo Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Eurasia dan Australia bertumbukan di lepas pantai barat Pulau Sumatera, lepas pantai selatan pulau Jawa, lepas pantai Selatan kepulauan Nusatenggara, dan berbelok ke arah utara ke perairan Maluku sebelah selatan. Antara lempeng Australia dan Pasifik terjadi tumbukan di sekitar Pulau Papua. Sementara pertemuan antara ketiga lempeng itu terjadi di sekitar Sulawesi. Itulah sebabnya mengapa di pulau-pulau sekitar pertemuan 3 lempeng itu sering terjadi gempabumi dalam jangka waktu yang tidak bisa di prediksi.
Catatan dari direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan ada 28 Daerah Wilayah Rawan Gempabumi Indonesia yaitu: Aceh, Sumatera Utara (Simeulue), Sumatera Barat – Jambi, Bengkulu, Lampung, Banten Pandeglang, Jawa Barat, Bantar Kawung, Yogyakarta, Lasem, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kepulauan Aru, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sangir Talaud, Maluku Utara, Maluku Selatan, Kepala Burung-Papua Utara, Jayapura, Biak, Yapen, Fak Fak, Nabire, Wamena, dan Kalimantan Timur.
Selain dikepung oleh tiga lempeng tektonik dunia, Indonesia juga merupakan jalur The Pasific Ring of Fire (Cincin Api Pasifik), yang merupakan rangkaian gunung api aktif di dunia. Cincin api Pasifik membentang diantara subduksi maupun pemisahan lempeng Pasifik dengan lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, lempeng Amerika Utara dan lempeng Nazca yang bertabrakan dengan lempeng Amerika Selatan. Ia membentang dari mulai pantai barat Amerika Selatan, berlanjut ke pantai barat Amerika Utara, melingkar ke Kanada, semenanjung Kamsatschka, Jepang, Indonesia, Selandia baru dan kepulauan di Pasifik Selatan. Indonesia memiliki gunung berapi dengan jumlah kurang lebih 240 buah, di mana hampir 70 di antaranya masih aktif. Zone kegempaan dan gunung api aktif Circum Pasifik amat terkenal, karena setiap gempa hebat atau tsunami dahsyat di kawasan itu, dipastikan menelan korban jiwa manusia amat banyak.
Untuk mengetahui kapan gempa bumi akan terjadi merupakan pekerjaan sulit. Hal ini dikarenakan gempa dapat terjadi sewaktu-waktu dimanapun, asalkan masih berada dalam zona kegempaan bumi. Maka dari itu yang masih mungkin dilakukan adalah melakukan sistem peringatan dini (early warning sytem) yang berfungsi sebagai “alarm” darurat jika sewaktu-waktu datang gempa secara tak terduga. Implementasi sistem ini bisa diterapkan dengan memasang rangkaian seismograph yang tersambung dengan satelit. National Ocean and Atmospheric Administration (NOAA) USA misalnya, telah menggunakan sensor bernama DART (Deep Oceaan Assesment and Reporting) yang mampu mengukur perubahan gelombang laut akibat gempa bumi tektonik.
Alat-alat pendeteksi gempa harus diletakkan pada daerah-daerah rawan gempa seperti Aceh, Padang, Nabire, Alor, Bengukulu, pantai selatan Jawa, dan sejumlah daerah rawan gempa lainnya. Alat-alat pendeteksi dipasang dipantau setiap hari oleh petugas teknis yang berada di daerah bersangkutan, yang lalu mengirimkannya ke pusat untuk diolah dan dianalisis lebih lanjut oleh para pakar yang memang ahli di bidangnya. (Jekson Simanjuntak)
*diolah dari berbagai sumber