Kekayaan laut Indonesia. Foto : Ist. |
JAKARTA, BL- Laut telah memberikan begitu banyak manfaat bagi masyarakat Indonesia. Sedikitnya 20% PDB Indonesia dihasilkan dari sektor keluatan. Selain itu, sektor kelautan telah mempekerjakan sedikitnya lebih dari12 juta orang di Indonesia.
Hal itu dipaparkan oleh Gondan Renosari, Direktur Program Kelautan The Nature Conservancy Indonesia diacara “The 8th Thought Leadership Forum (TLF)” di Jakarta. Menurut Gondan, lautan telah memberikan kita 80% ikan yang dikonsumsi dan Indonesia merupakan produsen terbesar kedua di dunia produk perikanan. Selain itu, perikanan dan industri kelautan merupakan sektor produktif di Indonesia,
“Sektor perikanan telah memberikan kontribusi sekitar 20% dari PDB negara dan mempekerjakan lebih dari 12 juta orang,” kata Gondan Renosari
Gondan juga menambahkan bahwa “Melindungi sumber daya pesisir dan laut yang penting dalam memastikan bahwa mereka terus memberikan layanan ekosistem yang berkelanjutan untuk kepentingan bangsa kita, rakyat kita dan alam kita.”
The Nature Conservancy (TNC), LSM internasional menyoroti hubungan penting antara ekosistem laut yang sehat dengan ketahanan pangan dan industri eco-tourism. Sejatinya, kegitatan pariwisata hendaknya berdampak seminimal mungkin pada lingkungan dan masyarakat setempat, dimana atraksi wisata itu berada.
“Karena itu harus dibedakan antara eco-tourism dengan natural tourism. Karena kalo natural turism atau objek wisata alam memang biasa dikelola dengan cara yang ramah lingkungan. Objek wisatanya alam, namun dampaknya terhadap lingkungan cukup besar. Berbeda dengan eco-tourism,” ungkap Gondan.
Sementara eco-tourism, memiliki foot print (baca: dampak) yang minimal terhadap lingkungan, baik dalam hal sampah, energi, dan air yang digunakan. Serta yang wajib ada adalah pelibatan masyarakat lokal. Secara ringkas, prinsip eco-tourism adalah pemanfaatan alam, bisnis dan manusianya.
“Bahkan ada yang ekstrim, bahan bangunannya pun harus recycle. Hal-hal yang berdampak minimal pasti membutuhkan keterlibatan masyarakat lokal,” ujar Gondan.
Di sisi lain, ketahanan pangan tidak akan terwujud jika sumbernya tidak dijaga. Contohnya, sumberdaya kelautan, dimana jutaan orang bergantung padanya. Bagi masyarakat pesisir, perikanan telah menjadi sumber protein yang paling besar.
“Ketika ikan makin susah ditemukan oleh nelayan tradisional, karena harus berkompetisi dengan alat tangkap yang lebih modern, tentunya ketahanan pangan akan berkurang. Bagi saya proteksi konservasi dan pengelolaan SDA alam merupakan basis utama bagi ketahanan pangan,” ujar Gondan
Bicara ketahanan pangan juga tidak melulu bicara terkait armada kapal yang dimiliki nelayan. Tidak juga sebatas ketersediaan bahan bakar. Pasalnya, ketika ikan sudah tidak ada, maka samua itu menjadi sia-sia.
“Nelayannya ditambah, armada ditambah dan bensin ditambah, tapi pabrik ikan gak dijaga mau ngomong apa?”, papar Gondan
Karena itulah menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang menjadi penting. Pasalnya, terumbu karang merupakan tempat pemijahan ikan dan tempat ikan berkembang biak. Ketika terumbu karang rusak akibat di bom, maka bisa dipastikan keberadaan ikan juga akan berkurang.
Karena itu Gondan menilai “jika terumbu karang di bom, ikan gak bisa bertelur. Yang mau ditangkap juga gak ada. Nelayan makin lama makin jauh nyari ikannya. Bagi kita perlu untuk menjaga pabrik ikannya itu. Dan disitulah, mulai dari pengelolaan konservasi yang berkelanjutan,”
Hal senada juga diungkapkan oleh Rod Salm, Senior Adviser Kelautan TNC untuk Indo-Pasifik. Rod menilai kawasan The Coral Triangle yang membentang di seluruh Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon dan Timor Leste harus terus dilestarikan. Pasalnya, di kawasan itu ada lebih dari 120 juta orang secara langsung bergantung pada sumber daya laut untuk pendapatan, mata pencaharian dan makanan.
“Laut yang sehat adalah sesuatu yang fundamental bukan hanya untuk mata pencaharian tetapi juga upaya global untuk mengurangi perubahan iklim,” ujar Rod.
The Coral Triangle sebagaimana hasil penelitian para ilmuwan menyebutkan kawasan itu mengandung keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, dengan 76 persen dari semua spesies karang yang dikenal dan lebih dari 3.000 spesies ikan karang.
Dengan potensi kekayaan itu, Rod menekankan pentingnya laut dan menilai “lautan memainkan peran penting dalam setengah fotosintesis di Bumi. Hutan mangrove, padang lamun dan habitat laut lainnya sangat penting untuk menyerap karbon bumi. Bahkan, ekosistem laut secara keseluruhan berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim. “
Dan disaat yang bersamaan, wisata bahari telah memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian. Negara-negara yang berada di kawasan Coral Triangle disebut juga sebagai kawasan yang memiliki kekayaan laut yang paling beragam secara biologis, sehingga tak sedikit yang menyebutnya sebagai surga di Bumi.
Coron di Filipina, Sipadan di Malaysia, atau Raja Ampat di Indonesia, merupakan lokasi wisata tingkat dunia yang selalu diburu para wisatawan disaat musim liburan tiba. Jika dihitung-hitung manfaat ekonomis yang dihasilkan oleh keindahan karang-karang terkait eco-tourism di Indonesia & Filipina ternyata cukup besar, bernilai sekitar US$ 258.000.000 per tahun.
Khusus untuk Indonesia, potensi bahari yang dimiliki tak kalah bersaing. Selain kekayaan alam yang berlimpah, kekayaan budaya juga sangat mendukung upaya-upaya konservasi yang dilakukan. Rob menilai, Indonesia memiliki banyak nilai tambah, utamanya terkait dengan budaya dan lingkungan.
“Menurut saya, budaya sangat kuat di Indonesia. Saya telah melihat Malaysia, Singapura, Thailand. Namun di Indonesia, saya melihat potensial yang luar biasa. Bahkan di Sanur, Bali, dimana saya beberapa kali singgah, budayanya sangat kuat. Itu tidak akan hilang,” ujar Rob.
Pola pengelolaan wisata di sektor kelautan juga sangat membutuhkan pelibatan masyarakat lokal. Pasalnya jika manfaat dari kegiatan wisata itu hanya dinikmati oleh pemilik modal/ investor besar dan masyarakat lokal tidak dilibatkan, maka akan terjadi kesenjangan yang berbuntut pada ketidakstabilan pengelolaan.
“Karena itu penting untuk mencari tahu, untuk memelihara tempat rekreasi yang melibatkan masyarakat setempat. Dimana tempat itu dibutuhkan pelibatan masyarakat setempat, baik melalui pelatihan dan training (snorkeling/diving guide, forests guide, dll), juga untuk bekerja di hotel. Jika mempekerjakan orang dari wilayah lain, hal itu berpotensi mengakibatkan ketegangan dengan masyarakat setempat,” papar Rod.
Selanjutnya, jika ada tempat yang diperuntukkan bagi kegiatan wisata secara massal, maka perlu untuk dijaga agar ada lokasi-lokasi yang tidak terjamah secara masal. Harapannya, masih ada lokasi yang tersisa.
“Hal itu penting untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam sebuah lokasi, tegas Rod.
Meski berdampak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat, pentingnya ekosistem laut yang sehat untuk ketahanan pangan dan pariwisata, kini terancam oleh penangkapan ikan yang berlebihan.
“praktek – praktek penangkapan ikan yang tidak lestari, polusi di darat, sedimentasi dan dampak perubahan iklim mengancam ekosistem laut mengancam keberadaan sumberdaya kelautan’, ujar Rod.
Kedepannya, perlu dipikirkan untuk menarik lebih banyak perhatian terhadap sektor kelautan, untuk membangun kesadaran yang lebih besar dalam mendukung ekosistem laut yang sehat dan lestari. (Jekson Simanjuntak)
–>