Ilustrasi kebakaran hutan.
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – PT National Sago Prima (NSP) telah membayar ganti rugi materiil sebesar Rp160 miliar dari total ganti rugi sebesar Rp319.168.422.500 atas kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di lokasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHH-BK) dengan jenis tanaman sagu.
Pembayaran ganti rugi ini menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung Nomor 808PK/Pdt/2020 jo. putusan Mahkamah Agung Nomor 3067K/Pdt/2018 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Pembayaran awal ini lebih dari 50% dari nilai ganti rugi lingkungan keseluruhan, dengan pelunasan selanjutnya paling lambat pada tanggal 18 Desember 2024.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani di Jakarta akhir pekan kemarin.
Rasio mengatakan pembayaran ganti rugi oleh PT NSP menunjukkan komitmen KLHK untuk menghentikan Karhutla dan mengembalikan kerugian lingkungan hidup serta memulihkan lingkungan yang rusak akibat Karhutla di areal IUPHH-BK milik PT NSP seluas sekitar 3.000 hektar. Berbagai upaya hukum dan eksekusi putusan MA terus dilakukan oleh Kuasa Hukum KLHK sehingga PT NSP berkomitmen untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp319.168.422.500 paling lambat 18 Desember 2024.
“KLHK konsisten dan terus mengejar pelaku Karhutla. Pembayaran awal ganti rugi lingkungan oleh PT NSP patut ditiru perusahaan lainnya yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap. Pelaku Karhutla dapat dikenakan sanksi administratif termasuk penghentian dan pencabutan izin, gugatan perdata ganti rugi serta pidana penjara dan denda,” kata Roy panggilan akrab Rasio Sani.
Selain membayar ganti rugi lingkungan, PT NSP juga berkomitmen untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup secara mandiri terhadap lahan yang terbakar seluas sekitar 3.000 hektar. Langkah pemulihan lingkungan dimulai dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK.
Roy menuturkan tindakan tegas terkait Karhutla harus menjadi perhatian semua pihak. Pihaknya akan menggunakan semua instrumen hukum, baik penghentian kegiatan, sanksi administratif termasuk pencabutan izin, penegakan hukum pidana dan gugatan perdata, agar ada efek jera dan mengembalikan kerugian lingkungan serta negara.
“Kami akan terus mengejar pelaku atau penanggung jawab usaha/kegiatan terkait Karhutla, termasuk mendorong percepatan eksekusi putusan pengadilan terkait gugatan perdata,” ungkapnya.
“Atas pembayaran ganti rugi lingkungan Karhutla oleh PT NSP sebesar lebih dari 50%, kami menyampaikan apresiasi. Kami meminta agar PT NSP segera melunasi kewajiban pembayaran ganti rugi paling lambat 18 Desember 2024. Komitmen pelaksanaan eksekusi putusan yang dilakukan PT NSP harus menjadi contoh bagi perusahaan lain untuk segera melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” lanjutnya.
Roy juga mengingatkan bahwa Gakkum LHK akan terus mendorong proses eksekusi putusan yang menjadi kewenangan Ketua Pengadilan Negeri (PN). Untuk mendukung percepatan eksekusi putusan gugatan Karhutla yang sudah berkekuatan hukum tetap lainnya, KLHK sedang menyiapkan langkah-langkah untuk penyitaan aset tergugat.
Lebih lanjut, Roy menegaskan bahwa untuk perusahaan yang menghalangi proses eksekusi, pihaknya akan berkoordinasi dengan Ketua PN untuk melakukan eksekusi paksa, termasuk penyitaan dan pelelangan aset pihak tergugat.
Turyawan Ardi, Plt. Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup sekaligus Kuasa Hukum Menteri LHK, mengatakan KLHK melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan akan mengawal proses pemulihan lingkungan hidup terhadap lahan bekas terbakar yang dilakukan secara mandiri oleh PT NSP sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Berkaitan dengan gugatan perdata Karhutla, Turyawan menambahkan bahwa saat ini KLHK telah menggugat 25 perusahaan, dimana 18 perusahaan diantaranya telah berkekuatan hukum tetap dengan total nilai putusan sebesar Rp6.108.742.935.149.
Sepuluh perusahaan tergugat dalam proses eksekusi dengan nilai gugatan kerugian dan pemulihan lingkungan sebesar Rp3.796.339.239.900, dan delapan perusahaan dalam persiapan eksekusi dengan nilai sebesar Rp2.312.403.695.249.
Sebelumnya, PT Kalista Alam telah melunasi total pembayaran ganti kerugian atas Karhutla sebesar Rp114.303.419.000, ditambah dengan membayar uang paksa (dwangsom) setiap hari atas keterlambatan pelaksanaan tindakan pemulihan sebesar Rp8.295.000.000.
Saat ini, PT Kalista Alam sedang melakukan tindakan pemulihan pada lahan bekas terbakar seluas sekitar 1.000 hektar secara mandiri dengan pendampingan dari Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, KLHK.
PNBP yang berasal dari nilai ganti rugi yang telah disetor KLHK sebesar Rp718.750.107.634, termasuk di antaranya ganti rugi dari gugatan Karhutla sebesar Rp458.759.619.000.
“Sebagaimana selalu diingatkan Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani, kami tidak akan berhenti menindak pelaku Karhutla termasuk menuntaskan eksekusi putusan yang sudah inkracht agar ada efek jera,” pungkas Turyawan (Marwan Aziz)