Ilustrasi Anak badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) Andatu bersama induknya Ratu di SRS Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur, Lampung, Senin (30/7). ANTARA/Andika Wahyu
BALIKPAPAN, BL- Badak Kalimantan diyakini oleh sejumlah pihak telah punah, kembali terdeteksi di kawasan hutan produksi di dekat Kampung Besiq, Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Badak itu terekam dalam foto dan video bahwa hewan itu bercula serta berkulit tebal tersebut, kata Direktur Konservasi World Wildlife Fund (WWF) Arnold Sitompul di Balikpapan, Senin.
“Dari foto-foto dan video ini, dari penampakannya, untuk sementara kita golongkan ke dalam spesies Dicerhorinus sumatrensis,” katanya seperti dilansir Kantor Berita Antara. Dari perkiraan kasar sementara, jumlah hewan ini hidup di hutan tersebut tidak kurang dari 8 ekor.
Tim gabungan yang terdiri dari WWF (Dana Satwa Internasional/ lembaga swadaya masyarakat yang berkhidmat pada pelestarian hewan-hewan yang terancam punah), Yayasan Badak Indonesia, Universitas Mulawarman, Pemkab Kutai Barat dan Pemkab Mahakam Ulu, sepanjang akhir 2013 hingga awal 2014 melakukan survei di hutan-hutan di Kecamatan Damai.
Survey bersama yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Mahakam Ulu, Universitas Mulawarman (Unmul), Yayasan Badak Indonesia (YABI), dan WWF Indonesia pada akhir tahun 2013 sampai awal tahun 2014 berhasil merekam keberadaan badak melalui kamera jebak.
“Kami mendapati tapak kaki, bekas gesekan di batang pohon dan semak perdu yang patah,” kata Arnold Sitompul.
Dari petunjuk-petunjuk itu tim memasang hingga 200 kamera jebak di seantero hutan di titik-titik yang diduga menjadi lokasi bagi badak lewat, minum, berkubang hingga buang air.
Menurut pihak WWF dalam rilisnya diterima Beritalingkungan.com, penemuan tanda-tanda keberadaan badak di Kalimantan ini menjadi momentum penting bagi dunia konservasi badak di Indonesia maupun dunia. “Hal ini menjadi harapan ditengah prediksi mengenai menurunnya angka populasi badak di dunia,”kata Dr. Arnold Sitompul, Direktur Konservasi WWF Indonesia.
Upaya Penyelamatan
Sejak itu pula, perlindungan populasi badak di Kalimantan menjadi perhatian serius. Pertemuan di Balikpapan pada 21 – 22 September 2015, yang bertajuk ‘Pertemuan Nasional Para Pihak untuk Upaya Konservasi Badak di Kalimantan dan Penyusunan Strategi Konservasi Badak di Kalimantan’ bertujuan untuk menggagas langkah konkret sebagai upaya konservasi populasi badak yang teridentifikasi di Kutai Barat. Di samping itu, dalam pertemuan ini juga akan disusun strategi konservasi badak di Kalimantan sebagai bagian integral dari strategi konservasi badak Nasional 2007 – 2017.
Dr. Ir. Tachrir Fatoni MSc, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, mengingatkan dari 5 jenis badak yang ada di dunia, dua diantaranya hidup di Indonesia, yaitu Badak Jawa (Rhinocerus sondaicus) dan Badak Sumatera (Dicerhorinus sumatrensis). “Kedua jenis tersebut kini hanya tersisa di Indonesia. Ini merupakan kebanggaan, tantangan dan tanggung jawab bagi kita semua,” ujar Dr. Ir. Tachrir Fatoni MSc. ”Perlu komitmen dan peran serta pihak yang hadir dalam pertemuan ini untuk bersama-sama melakukan upaya konservasi bagipelestarian kedua jenis badak tersebut.”tambahnya.
Bupati Kutai Barat, Ismael Thomas, mengeluarkan surat edaran dan himbauan kepada masyarakat dan jajaran pemerintah Kabupaten untuk turut membantu upaya penyelamatan badak di Kutai Barat. “Saya menyambut gembira pertemuan ini dan berharap tumbuh kerjasama yang berkelanjutan dari para pihak yang hadir untuk melestarikan badak di Kalimantan khususnya di Kutai Barat,” kata Ismael Thomas.
Keberadaan badak di Kutai Barat juga menjadi kebanggaan masyarakat, khususnya masyarakat di Kampung Besiq, yang selalu aktif mendukung upaya konservasi badak di Kalimantan. Ini membawa harapan baru bahwa badak akan selalu menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di Kalimantan.
Hasil survey WWF Indonesia di lansekap Hulu Mahakam, habitat badak teridentifikasi berada di dalam kawasan hutan produksi, sehingga dikhawatirkan keberadaannya terancam oleh praktik penggunaan lahan yang tidak memperhatikan kaidah perlindungan terhadap habitat satwa liar.
”WWF percaya dengan peran aktif pemegang izin konsesi melalui penerapan kaidah konservasi dan prinsip berkelanjutan menjadi salah satu kunci untuk mewujudkan kelestarian lingkungan hidup dan konservasi badak pada khususnya,” tandas Arnold Sitompul (Marwan).