JAKARTA, BL-Antisipasi banjir bagi masyarakat di bantaran kali Ciliwung dilakukan tidak cukup dengan pemantauan tinggi muka air di pintu air Katulampa- Bogor ataupun di pintu air Manggarai. Kegiatan membersihkan kali dari sampah-sampah yang hanyut merupakan solusi terbaik.
Adalah Sodikin (40), salah seorang ketua RT di Kelurahan Kampung Melayu menggagas cara unik mengantisipasi banjir Jakarta. Cara seperti apa? Sodikin menganjurkan warga tidak lagi membuang sampah ke sungai tetapi sampah-sampah yang berasal dari limbah rumah sebaiknya ditampung dengan menggunakan kantong-kantong plastik besar. “Sampah-sampah yang dibuang tidak dalam serpihan, tetapi dikumpul dalam satu wadah yang akan memudahkan dalam pemungutannya,”jelasnya.
Menurutnya, membuang sampah dalam plastik besar merupakan solusi pilihan terakhir.” Tapi ketimbang berserakan di sungai, sampah-sampah itu akan lebih mudah kita kutip jika berada dalam kantong-kantong plastik. Tapi, hal macam itu tetap bukan cara terbaik” ungkap Sodikin, Ketua RT.12/RW.01, Kel. Kampung Melayu – Jakarta Timur.
Yang tak kalah pentingnya lanjut Sodikin adalah updating informasi tentang kondisi tinggi muka air di hulu Sungai Ciliwung menjadi sangat penting. Pasalnya, jika terjadi luapan air sungai dari hulu, masyarakat yang tinggal di bantaran Ciliwung akan segera melakukan persiapan-persiapan.
“karena itu, HT (handy talky) yang saya pegang ini (sembari menunjukkan alat tersebut) tak pernah lepas dari genggaman. Setiap ada informasi terbaru tentang kondisi sungai di daerah hulu, warga selalu saya beritahu” ungkap pria paruh baya yang telah menjadi ketua RT untuk kedua kalinya.
Selain karena keakuratannya, informasi yang diterima melalui handy talky bisa langsung diberitahukan kepada warga. Biasanya, di mesjid dengan bantuan pengeras suara, merupakan tempat terbaik untuk menyampaikan setiap informasi. “disini, mesjid punya tanggungjawab lebih, karena berfungsi sebagai penyampaian woro-woro bagi warga. Sehingga jangan heran, jika ada pemberitahuan dari mesjid, warga dengan antusias akan mendengarkan” lanjut Sodikin.
Upaya tersebut sudah dilakukan sejak berpuluh-puluh tahun silam. Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai pun telah terbiasa dengan hadirnya banjir. Saking seringnya, masyarakat akhirnya mengantisipasi dengan meninggikan rumah mereka. Di lantai dua itu biasanya mereka meletakkan peralatan-peralatan penting.“Kalo banjir datang kita langsung siap siaga dengan mengungsikan semua barang ke atas loteng. Kita juga akan tinggal disana sambil menunggu banjir surut”, ungkap Kiki (22), warga Gg. Aman Kampung Melayu – Jakarta Timur.
Peristiwa banjir ini pula yang membuat masyarakat tidak mengisi rumahnya dengan perabotan. Pasalnya, setiap banjir datang, perabotan rumah tangga banyak yang rusak. Mau tidak mau, masyarakat hanya akan membeli perabotan yang penting saja. Selebihnya akan diletakkan di lantai dua, itu pun jika masih tersedia ruang yang cukup. Sehingga tidak mengherankan, jika lantai satu rumah warga di biarkan kosong.
Banjir yang melanda bantaran ciliwung, sedikitnya terjadi sekali dalam setahun. Biasanya, banjir yang datang tidak pernah memperhatikan musim. Ketika volume air di hulu melimpah, besar kemungkinan kawasan Kampung Melayu akan terendam air. Kondisi ini yang dikenal sebagai banjir kiriman. Banjir seperti ini pun sering terjadi ketika tidak turun hujan.“Karena itu, kami tidak terlalu khawatir jika hujan deras turun seperti sekarang ini. Kali Ciliwung tidak akan meluap. Beda halnya, kalo hujan turun tiga hari tiga malam”, ungkap Sodikin yang selalu memberitahu warga setiap ada pergerakan tinggi muka air.
Bila tinggi muka air di pintu air Katulampa – Bogor mencapai 100cm, dan tinggi air di Depok telah mencapai 200cm, warga diperintahkan untuk siaga satu. Pasalnya, dalam jangka waktu 6 – 8 jam kemudian, banjir bandang akan menghantam Jakarta. Waktu yang relatif panjang itu bisa digunakan untuk berkemas-kemas sembari mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.
Dalam menghadapi kemungkinan banjir yang akan terjadi kali ini, Solikin mengatakan, masyarakat bantaran Ciliwung telah siap karena serangkaian pelatihan telah disosialisasikan pada masyarakat secara berkala. Itu sebabnya mereka tidak terlalu kaget dan sudah mengerti apa yang harus dilakukan ketika banjir tiba.
Sodikin juga mencoba menepis banyak stigma negatif yang dilekatkan pada warga yang berdomilisi di bantaran kali Ciliwung. Pasalnya, bantaran kali bukanlah daerah hunian pemukiman, tetapi merupakan kawasan daerah aliran sungai yang berfungsi sebagai penopang tepi sungai dari abrasi. Mereka juga kerap dituduh sebagai pencemar sungai dengan membuang sampah-sampah secara sembarangan.
Namun tuduhan itu dibantah oleh Sadikin. Menurutnya, sampah-sampah yang berserakan di sungai, kebanyakan bukan hanya sampah rumah tangga, tetapi limbah pabrik yang sengaja dialirkan ke sungai. “buktinya, kami sering membersihkan sampah-sampah kain, plastik, oli dan bahkan kami juga pernah menemukan bangkai hewan yang dihanyutkan. Sedangkan untuk masyarakat disini kebanyakan udah mengerti bahayanya banjir, tapi tidak tertutup kemungkinan masih ada yang bandel, kok”, ungkap Sadikin. (Jackson Simanjuntak).