Ilustrasi urine manusia |
Oleh : Andy Hendraswanto*
Pernahkan kita menyadari jika urin manusia yang selama ini di-cap sebagai limbah ternyata mengandung potensi energi alternatif di masa depan? Ya, urin sebagai cairan sisa yang dieksresikan oleh ginjal yang kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi menyimpan potensi energi alternatif luar biasa.
Urin dalam kondisi normal mengandung beberapa zat diantaranya air, urea, amoniak, asam fosfat, asam sulfat, aseton, hidrat arang, asam amino, dll. Kandungan terbesar urin adalah urea yang jumlahnya mencapai 25 – 28,5 gram per 24 jam. Sementara kandungan air dalam urin hanya mencapai 12 – 14 gram per 24 jam.
Urea dalam urin pertama kali ditemukan oleh ahli kimia asal Prancis, Hilaire Roulle pada tahun 1773. Sang kimiawan ini secara sengaja mendidihkan urin sampai kering hingga terbentuk padatan putih tak berbau yang dinamakan urea. Dalam ilmu Kimia, Urea ini memiliki beberapa nama antara lain; Diaminomethana, Carbamide, Isourea, Carbamide resin, dll. Urea memiliki rumus molekul yaitu (NH2)2CO.
Dalam rumus tersebut nampak dalam molekul urea terdapat 4 atom hidrogen. Inilah yang menggelitik beberapa ilmuwan kimia dunia, salah satunya adalah Profesor Gerardine Botte dari Universitas Ohio (Amerika Serikat) yang meyakini bahwa urea dapat dijadikan sumber bahan bakar Hidrogen yang mampu menggerakan kendaraan bahkan dapat menjadi sumber energi listrik yang berkelanjutan di masa depan.
Keyakinannya ditunjang dengan asumsi bahwa ikatan atom hidrogen dengan nitrogen lebih lemah dibandingkan ikatan atom hidrogen dengan oksigen dalam air. Sehingga pekerjaan mengurai molekul urea akan lebih efisien dibandingkan mengurai molekul air untuk mendapatkan gas Hidrogen dalam urin manusia. Hal ini dibuktikan dalam mengurai molekul urea hanya butuh voltage 0,37 volt sementara untuk mengurai air butuh 1,23 volt. Dengan teknologi elektrolisa yang berbasis Nikel, Urea akan terurai di elektroda sehingga menghasilkan gas Hidrogen di katoda dan gas Nitrogen di anoda.
Sementara itu, minimnya kajian atau penelitian urin untuk menemukan potensi sebagai sumber bahan bakar alternatif dapat dimaklumi mengingat roadmap Indonesia tentang energi nasional 2025 sebagaimana termaktub dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 belum memasukan Hidrogen sebagai prioritas. Namun kedepannya kita berharap kepada pemerintah melalui LIPI misalnya, dapat mengkaji urin secara ilmiah untuk mendapatkan referensi teknologi penciptaan bahan bakar Hidrogen yang murah dan ramah lingkungan sehingga dapat dimanfaatkan rakyat secara massal. Semoga.
*Penulis adalah kontributor Beritalingkungan.com.
Pernahkan kita menyadari jika urin manusia yang selama ini di-cap sebagai limbah ternyata mengandung potensi energi alternatif di masa depan? Ya, urin sebagai cairan sisa yang dieksresikan oleh ginjal yang kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi menyimpan potensi energi alternatif luar biasa.
Urin dalam kondisi normal mengandung beberapa zat diantaranya air, urea, amoniak, asam fosfat, asam sulfat, aseton, hidrat arang, asam amino, dll. Kandungan terbesar urin adalah urea yang jumlahnya mencapai 25 – 28,5 gram per 24 jam. Sementara kandungan air dalam urin hanya mencapai 12 – 14 gram per 24 jam.
Urea dalam urin pertama kali ditemukan oleh ahli kimia asal Prancis, Hilaire Roulle pada tahun 1773. Sang kimiawan ini secara sengaja mendidihkan urin sampai kering hingga terbentuk padatan putih tak berbau yang dinamakan urea. Dalam ilmu Kimia, Urea ini memiliki beberapa nama antara lain; Diaminomethana, Carbamide, Isourea, Carbamide resin, dll. Urea memiliki rumus molekul yaitu (NH2)2CO.
Dalam rumus tersebut nampak dalam molekul urea terdapat 4 atom hidrogen. Inilah yang menggelitik beberapa ilmuwan kimia dunia, salah satunya adalah Profesor Gerardine Botte dari Universitas Ohio (Amerika Serikat) yang meyakini bahwa urea dapat dijadikan sumber bahan bakar Hidrogen yang mampu menggerakan kendaraan bahkan dapat menjadi sumber energi listrik yang berkelanjutan di masa depan.
Keyakinannya ditunjang dengan asumsi bahwa ikatan atom hidrogen dengan nitrogen lebih lemah dibandingkan ikatan atom hidrogen dengan oksigen dalam air. Sehingga pekerjaan mengurai molekul urea akan lebih efisien dibandingkan mengurai molekul air untuk mendapatkan gas Hidrogen dalam urin manusia. Hal ini dibuktikan dalam mengurai molekul urea hanya butuh voltage 0,37 volt sementara untuk mengurai air butuh 1,23 volt. Dengan teknologi elektrolisa yang berbasis Nikel, Urea akan terurai di elektroda sehingga menghasilkan gas Hidrogen di katoda dan gas Nitrogen di anoda.
Sementara itu, minimnya kajian atau penelitian urin untuk menemukan potensi sebagai sumber bahan bakar alternatif dapat dimaklumi mengingat roadmap Indonesia tentang energi nasional 2025 sebagaimana termaktub dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 belum memasukan Hidrogen sebagai prioritas. Namun kedepannya kita berharap kepada pemerintah melalui LIPI misalnya, dapat mengkaji urin secara ilmiah untuk mendapatkan referensi teknologi penciptaan bahan bakar Hidrogen yang murah dan ramah lingkungan sehingga dapat dimanfaatkan rakyat secara massal. Semoga.
*Penulis adalah kontributor Beritalingkungan.com.