JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Laporan terbaru United Nations Development Programme (UNDP) dan Center for International Forestry Research (CIFOR) menyebut pembiayaan perubahan iklim perlu mempertimbangkan kebutuhan perempuan dan masyarakat miskin untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Laporan berjudul, “Memanfaatkan Pembiayaan Perubahan Iklim untuk Kesetaraan Gender dan Pengentasan Kemiskinan,” itu meninjau lima mekanisme pembiayaan nasional di Indonesia untuk mempelajari lebih lanjut tentang penerapan inklusivitas gender.
Resident Representative UNDP Indonesia, Norimasa Shimomura menegaskan bahwa laporan itu meninjau ulang program-program yang didanai melalui APBN yang ditandai berdasarkan tujuh tema, meliputi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta responsifitas gender.
“Temuan utama mengkonfirmasi pengamatan awal kami bahwa intervensi responsif gender perlu diintegrasikan dengan lebih baik ke dalam mekanisme pembiayaan perubahan iklim,” kata Norimasa Shimomura dalam pidato pembukaannya pada 12 Maret 2021.
Salah satu alasan, menurut Shimomura adalah perempuan penerima manfaat sering kali mengalami kesulitan yang lebih besar dalam mengakses pembiayaan perubahan iklim dari pemerintah.
Menurut Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, pembiayaan perubahan iklim mengacu pada pembiayaan lokal, nasional atau transnasional yang sumbernya dari pembiayaan publik, swasta dan alternatif. Pembiayaan tersebut berupaya mendukung aksi mitigasi dan adaptasi untuk penanganan perubahan iklim.
“Persyaratan seperti kepemilikan aset, keterampilan usaha, akses informasi, dan keanggotaan dalam koperasi berpihak pada laki-laki atau orang kaya. Ini salah satu kendala yang dihadapi perempuan dan masyarakat miskin, yang membatasi akses dan manfaat bagi mereka yang paling membutuhkan, ”kata Shimomura.
Laporan itu diluncurkan pada acara UNDP Indonesia, SDG Talks yang bertujuan untuk membahas dan mengadvokasi isu-isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) kepada kaum muda di Indonesia.
ilmuwan senior CIFOR Houria Djoudi yang hadir pada saat peluncuran menilai, pembiayaan perubahan iklim dapat menghasilkan tindakan yang dapat mengurangi atau memperburuk kesetaraan gender dan kemiskinan.
Masyarakat miskin, menurut Djoudi, terdampak secara tidak proporsional oleh dampak perubahan iklim. “Mekanisme keuangan yang mendanai aksi iklim harus dirancang untuk memungkinkan, dan tidak menghambat kelompok masyarakat marjinal, terutama perempuan dan masyarakat miskin dalam menghadapi perubahan iklim,”kata Djoudi.
Selama ini, banyak perempuan di kawasan hutan dan pedesaan bergantung pada hutan, air dan pertanian yang rentan perubahan iklim untuk mata pencaharian mereka.
“Banyak perempuan, terutama yang termiskin, tidak memiliki akses penting, seperti tanah, kredit dan informasi dan teknologi untuk mempersiapkan dan beradaptasi dengan perubahan iklim,” pungkas Djoudi.
Hal lain yang menarik dari laporan UNDP dan CIFOR tersebut adalah, kebijakan tingkat nasional Indonesia mendukung kesetaraan gender, tetapi orang yang menerapkannya dalam mekanisme pembiayaan perubahan iklim tidak memiliki pemahaman yang sama, tentang kesetaraan gender dan mengapa hal itu penting.
Selain itu, penganggaran berbasis kinerja (PBK) dapat membantu memajukan kesetaraan gender dan pengurangan kemiskinan, jika kementerian dan lembaga sepakat tentang pentingnya kesetaraan gender, mempertimbangkan peran penting perempuan dan masyarakat miskin dalam mitigasi perubahan iklim. (Jekson Simanjuntak)