Suasana kota Singapura saat malam hari. Foto : theinnovationenterprise.com
SINGAPURA, BERITALINGKUNGAN.COM – Singapura terus memperkuat langkahnya menuju transisi energi berkelanjutan dengan meningkatkan target impor listrik rendah karbon dari Indonesia.
Badan Pasar Energi (Energy Market Authority/EMA) Singapura telah memberikan persetujuan bersyarat kepada dua perusahaan baru, Singa Renewables dan Shell Eastern Trading, untuk mengimpor 1,4 gigawatt (GW) listrik rendah karbon dari Indonesia.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya Singapura mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050. EMA juga menaikkan target impor listrik rendah karbon menjadi 6GW pada tahun 2035, dari target sebelumnya sebesar 4GW.
“Proyek ini telah dinilai layak secara teknis dan komersial oleh EMA,” demikian pernyataan EMA dalam rilis persnya seperti dikutip Beritalingkungan.com dari laman Channel News Asia (06/09/2024). Persetujuan ini bertujuan untuk memfasilitasi perusahaan dalam memperoleh izin dan persetujuan yang diperlukan.
Persetujuan bersyarat ini mengikuti langkah sebelumnya pada September 2023, ketika lima perusahaan lain diberikan izin untuk mengimpor 2GW listrik dari Indonesia. Perusahaan-perusahaan ini, termasuk Pacific Medco Solar Energy dan Adaro Solar International, telah melangkah lebih jauh dalam proses ini dengan diberikan lisensi bersyarat pertama mereka.
Proyek-proyek listrik rendah karbon ini adalah hasil dari kerja sama erat antara Indonesia dan Singapura, yang ditegaskan melalui sejumlah Memorandum of Understanding (MoU) terkait kerja sama energi. MoU ini mendorong perdagangan lintas negara dan pengembangan industri energi terbarukan di Indonesia, seperti panel surya dan sistem penyimpanan energi baterai.
Dengan peningkatan target impor menjadi 6GW pada 2035, Singapura berharap dapat memenuhi kebutuhan energi masa depannya sekaligus menurunkan emisi karbon dari sektor pembangkit listrik yang saat ini menyumbang sekitar 40% dari total emisi karbon negara tersebut.
EMA menyatakan akan terus mengeksplorasi berbagai jalur dekarbonisasi lainnya seperti energi hidrogen, tenaga surya, panas bumi, nuklir, serta teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon untuk mencapai keseimbangan antara keamanan energi, keberlanjutan, dan daya saing biaya (Marwan Aziz)