Hutan Sumatera. Foto : Greenpeace. |
JAKARTA, BL-Satgas REDD Plus menyusun tiga parameter clean and clear untuk tata kelola perizinan kehutanan Kalimantan Tengah.
Kuntoro Mangunsubroto Ketua Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang juga menjabat sebagai Ketua Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+ beserta Gubernur Kalimantan Tengah Teras Narang menandatangani Nota Kesepahaman bersama untuk penataan perizinan perkebunan dan kehutanan serta percepatan pengukuhan kawasan hutan di provinsi Kalimantan Tengah, Kamis Sore, (11/10).
Menurut Kuntoro, nota ini adalah nota kedua, “Nota ini adalah perpanjangan dari nota pertama yang dibuat bulan September 2011, setelah akhirnya Kalimantan Tengah ditetapkan sebagai provinsi percontohan,” ujarnya.
Dalam Nota Kesepahaman bersama tersebut ada dua hal yang menjadi perhatian yaitu pengukuhan kawasan hutan dan penataan perizinan yang akan menginventarisasi izin perkebunan dan pertambangan di Kalimantan Tengah (Kal Teng). Penataan perizinan dilakukan akibat banyak ditemui mekanisme perizinan yang tumpang tindih dan berkonflik baik dengan masyarakat maupun izin lainnya.
“Idealnya dengan melakukan dua hal ini, 26 persen penurunan deforestasi dan 7 persen peningkatan ekonomi bisa terjadi,” ucap Koordinator Pilot Province Working Group REDD+ Erwinsyah. Ia melanjutkan, beberapa terobosan yang ada didalam Nota Kesepahaman bersama ini adalah One Map System atau peta yang terintegrasi untuk semua hutan dan lahan gambut di Indonesia dan sistem izin yang terintegrasi untuk menanggulangi kesenjangan data, “Dengan adanya inventarisasi izin, maka setiap tingkat pemerintahan bisa mengakses untuk melihat bagaimana izin di sebuah wilayah.”
Erwinsyah mengatakan, Pengukuhan kawasan hutan dan penataan perizinan merupakan bagian dari upaya penyempurnaan tata kelola hutan dan lahan gambut dalam Inpres No.10 tahun 2011 tentang Penundaan Penerbitan Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, ” Terobosan ini diangkat dari visi presiden untuk menekan 41 persen emisi,”ucapnya.
Ia menambahkan, ada tiga pendekatan yang dilakukan dalam melakukan inovasi yang clean and clear, “Setiap perusahaan yang meminta izin harus mengikuti prosedur dan ketentuan administrasi, kalau sudah selesai kita lihat apakah wilayahnya masuk kawasan moratorium, jika iya maka akan dialihfungsikan. Kalau perusahaan melanggar maka izin akan langsung dicabut,” ujarnya. “Ada uji tuntas, izin akan dilihat sudah lengkap dan sesuai dengan perundangan-undangan atau tidak, ” tambah Erwinsyah. “Hal ini akan mempercepat kerja REDD+ dan mempercepat dampak kepada masyarakat yang tinggal dekat dengan wilayah REDD+.”
Pengukuhan kawasan hutan diperlukan untuk memberikan kepastian hukum atas kawasan hutan. Pengukuhan kawasan hutan tahun 2011 baru mencapai 14,24 juta hektare dari keseluruhan kawasan hutan Indonesia 130,786 juta hektare. Padahal penataan batas sudah dilakukan pada lebih 70% batas luar kawasan hutan.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah Sipet Hermanto mengatakan, provinsi itu memiliki 15,4 juta hektare, 20% sudah kukuh sedangkan 80% belum jelas. Ia melanjutkan, “Ada dua substansi pada nota ini, yaitu adanya upaya percepatan pengukuhan kawasan hutan Kalimantan Tengah dan adanya tata kelola perizinan untuk sektor kehutanan, pertambangan dan perkebunan.”
Kata Gubernur, provinsi Kalimanta Tengah mempunyai banyak hutan tapi memiliki kendala dalan investasi, “Di satu pihak ingin mencegah deforestasi di pihak lain investasi tidak bisa kita cegah maka harus ada yang namanya tata perizinan di Kalimantan tengah,” ucap Teras Narang. Di Kal Teng, ada tiga kabupaten yang menjadi kabupaten percontohan terkait pengukuhan kawasan hutan ini yaitu Kabupaten Barito Selatan, Kapuas dan Kotawaringin Timur. Sementara itu Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Tengah Yulian Taruna mengatakan mendukung adanya tata kelola izin ini, “Yang penting clean and clear.” (Bellina Rosellini/IGG Maha Adi/SIEJ).