Presiden SBY. Foto : Sekretariat Kabinet. |
RIO, BL-Beberapa kepala negara dan pemerintahan pada pernyataan kenegaraan mereka di sesi Pleno Konferensi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan (UNCSD) atau Rio+20 mengungkapkan secara terbuka akan ketidakadilan pembangunan dan perekonomian di dunia.
“Kita dengar beberapa pemimpin bicara tentang ketidakadilan dunia oleh negara maju, kapitalis dan sebagainya. Mereka menyampaikan dengan terbuka kemarin, dengan nada keras, itu patut kita dengar,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam jumpa pers di Hotel Copacobana Palace, Rio de Janeiro, Brazil, pada Jumat (22/6) seperti dilansir laman Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.
Dalam rangka meningkatkan keadilan dan kesejahteraan Indonesia, Presiden SBY mengatakan akan membuat suatu konsep kegiatan ekonomi yang lebih baik dan adil, termasuk kebijakan terhadap kontrak karya dengan mitra asing.
“Kontrak-kontrak dengan mitra kita, yang kontrak dilakukan 20-30 tahun lalu, dan ternyata tidak tepat atau tidak adil, ada kewajiban moral kita untuk melakukan perubahan. Saya memiliki kewajiban moral untuk melakukan perubahan,” ujar Presiden SBY.
Kepala Negara mencontohkan kontrak-kontrak kerja di bidang pertambangan, dimana perusahan asing mengeksploitasi sumber daya alam mineral, kemudian hasilnya dibawa begitu saja untuk diolah di luar negeri karena industri pengolahannya berada di luar negeri. “Kita dapat apa, negara dapat apa?, pemerintah dapat apa, daerah dapat apa?” kata Presiden mempertanyakan.
Presiden SBY menegaskan, tidak mungkin kita melepas Sumber Daya Alam yang ada di bumi dan air begitu saja, karena harus ada nilai tambah, seperti pajak, lapangan pekerjaan, devisa.
Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah tengah menyusun kebijakan untuk merenegosiasi kontrak-kontrak kerja jangka panjang dengan investor asing yang merugikan pemerintah dan rakyat Indonesia. Kebijakan akan diubah, agar hasil sumber daya alam tersebut dapat diolah di dalam negeri, sehingga industri hilir dapat berkembang, yang pada akhirnya dapat memberikan nilai tambah kepada negara dan rakyat.
“Kita ingin agar industri hilir memberikan nilai tambah, membuka lapangan pekerjaan, memberikan pemasukan kepada negara, dan partner kita tetap memperoleh keuntungan. Tapi kalau itu dianggap mengusik kepentingan yang sudah dinikmati puluhan tahun, maka itu tidak adil,” tegas Presiden SBY.
Presiden mengatakan renegosiasi akan dilakukan dengan cara yang baik, yaitu melalui proses pembicaraan kembali. “Saya bertanggungjawab untuk menata kembali kontrak yang tidak adil dengan cara yang baik, bukan dengan menasionalisasi, tapi harus ada proses pembicaraan kembali. Itu adil,” katanya.
Proses renegosiasi telah berjalan untuk beberapa sektor dan telah membuahkan hasil. “Kita berharap agar upaya ini dapat dipahami di dalam negeri. Langkah ini diambil untuk ini kepentingan nasional, demi kepentingan masa depan kita, agar lingkungan menjadi baik dan kita bisa melakukan pertumbuhan yang berkeadilan,” tambahnya. (Sekretariat Kabitnet)