SORONG, BERITALINGKUNGAN.COM – Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi Calon Kawasan Konservasi di Perairan Kepulauan Raja Ampat Area VII- Perairan Misool Bagian Utara. Ini penting untuk mempercepat penetapan perairan Misool bagian utara sebagai kawasan konservasi.
Surat Keputusan Gubernur Papua Barat Nomor 523/133/7/2021 menjelaskan tugas dan fungsi yang dijalankan oleh anggota Pokja termasuk menyusun zonasi, melakukan konsultasi publik, serta proses evaluasi penetapan kawasan konservasi. Pokja terdiri dari unsur pemerintah, lembaga adat, dan lembaga swadaya masyarakat.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat Jacobis Ayomi mengucapkan terima kasih atas dukungan dan kerja sama semua pihak terkait usulan perairan Misool bagian utara sebagai kawasan konservasi.
“Kami berharap bisa terbangun sinergi seluruh elemen masyarakat dan para pemangku kepentingan, baik di Raja Ampat maupun di Papua Barat, sehingga tercipta tata kelola kelautan dan pesisir secara terpadu untuk mendukung pengelolaan kawasan konservasi secara lestari dan berkelanjutan,” katanya.
Jacobis Ayomi, selaku Ketua Pokja menyebut perairan Raja Ampat menyebut Provinsi Papua Barat memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Untuk mendukung pemaanfaatan yang lestari dan berkelanjutan, dibutuhkan pengaturan yang termuat dalam dokumen Rencana Pengelolaan dan Zonasi (RPZ), sebagaimana diamanatkan peraturan perundang-undangan.
Zonasi di Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Raja Ampat telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 13/2021. Luas areanya 1.343.943 hektare, terbagi dalam enam area pengelolaan, yaitu area I Kepulauan Ayau Asia, area II Teluk Mayalibit, area III Selat Dampier, area IV Perairan Kepulauan Misool, area V Perairan Kepulauan Kofiau-Boo, dan area VI Kepulauan Fam.
“Namun demikian, masih ada perairan dengan keanekaragaman hayati tinggi dan bernilai penting untuk masyarakat setempat yang kondisinya terancam, tetapi belum dilindungi secara hukum,” kata Jacobis.
Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan memastikan manfaatnya bagi masyarakat sekitar, Pemerintah Provinsi Papua Barat berkomitmen mendorong pengembangan kawasan konservasi, salah satunya di wilayah perairan Misool bagian utara yang luasnya 308.692 hektare.
“Wilayah itu nantinya akan diusulkan menjadi Area VII dari Kawasan Konservasi di Perairan Raja Ampat Provinsi Papua Barat,” ujarnya.
Pengajuan perairan Misool bagian utara sebagai kawasan konservasi dilakukan melalui deklarasi adat pada tahun 2018. Wilayah itu dijadikan sebagai kawasan konservasi karena selain memiliki keanekaragaman hayati laut yang tinggi, juga merupakan habitat duyung.
Bird’s Head Seascape Manager YKAN Lukas Rumetna mengatakan, adat yang didukung peran aktif masyarakat menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan konservasi di Raja Ampat. Integrasi adat dalam konservasi menjadi perhatian Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) selaku mitra pembangunan pemerintah Provinsi Papua Barat dan anggota Pokja.
“Konservasi di Raja Ampat ditopang oleh sistem sosial budaya dan tradisi yang terwujud menjadi kebijakan lokal. Salah satu contohnya adalah sasi, sebuah praktik pemanfaatan sumber daya alam secara lestari dan berkelanjutan yang telah ada secara turun-temurun,” ujarnya.
Dalam konteks Raja Ampat, pendekatan itu sangat penting karena peran adat sangat besar dalam menjaga sumber daya alam. Itulah mengapa sejak awal YKAN mendukung perairan Misool bagian utara menjadi kawasan konservasi.
Menurut Lukas, YKAN dengan dukungan Blue Action Fund aktif mendorong pengembangan kawasan konservasi di beberapa wilayah perairan Provinsi Papua Barat termasuk Misool bagian utara. “Upaya itu selaras dengan program pemerintah dalam rangka pencapaian target 30 juta hektare kawasan konservasi pada tahun 2030 atau 10% dari luas perairan Indonesia,” tandasnya. (Jekson Simanjuntak)