Ilustrasi pertumbuhan tanaman. Foto : GoranH via Pixabay
FLORIDA, BERITALINGKUNGAN.COM– Perubahan iklim terus mengubah pola kehidupan di bumi, termasuk siklus tumbuh tanaman. Para ilmuwan kini berhasil mengembangkan metode untuk memprediksi perubahan ini dengan lebih akurat berkat data bersejarah dan inovasi ilmiah terbaru.
Pada 1887, tradisi Groundhog Day lahir di Pennsylvania, mencerminkan upaya manusia dalam memahami perubahan musim. Namun, kemampuan kita memprediksi waktu datangnya musim semi masih terbatas dibandingkan dengan prediksi cuaca. Penelitian baru yang dipublikasikan dalam Communications Earth & Environment berhasil meningkatkan akurasi prediksi perubahan musim dengan memanfaatkan data sains warga tertua di AS, yang dikumpulkan sejak abad ke-19.
Tim peneliti menemukan dokumen tua berisi ribuan pengamatan fenologi (pola kehidupan tanaman dan hewan) yang diterbitkan oleh Kantor Paten AS di bawah pengawasan Dr. Franklin Hough. Data ini mencakup waktu tumbuh daun dan berbunga dari Michigan hingga Florida selama lebih dari 150 tahun terakhir.
Perubahan Siklus Tumbuh Tanaman
Dengan membandingkan data historis dan modern, para ilmuwan menemukan bahwa rata-rata tanaman di AS kini berbunga tiga hingga empat minggu lebih awal dibandingkan 150 tahun lalu. Hal ini menunjukkan dampak nyata perubahan iklim terhadap fenologi tanaman.
Penelitian ini juga menyoroti faktor “kecepatan pemanasan” di musim semi, yang sebelumnya diabaikan. Faktor ini mengungkap bahwa lokasi geografis dan kecepatan peningkatan suhu memainkan peran penting dalam menentukan waktu tumbuh tanaman. Sebagai contoh, maple merah (Acer rubrum) yang biasanya berbunga lebih awal, dapat dikalahkan oleh tanaman yang berbunga lebih lambat seperti azalea merah muda (Rhododendron periclymenoides) jika berada di wilayah dengan pemanasan yang lebih cepat.
Dampak pada Konservasi dan Ekosistem
Penemuan ini memberikan alat penting bagi konservasionis untuk memprediksi pola ekosistem di masa depan. Sebagai suhu global yang terus meningkat, tanaman dan hewan tak hanya mengubah waktu aktivitas mereka, tetapi juga lokasi habitat mereka.
Menurut Rob Guralnick dari Florida Museum of Natural History, pemahaman yang lebih baik tentang pola ini akan membantu melindungi keanekaragaman hayati yang tersisa. “Dengan pendekatan holistik, kita semakin dekat untuk memahami dunia yang akan datang dan bagaimana mengelolanya,” ujar Rob seperti dikutip Beritalingkungan.com dari laman floridamuseum.ufl.edu (18/12/2024).
Penelitian ini didukung oleh National Science Foundation dan USDA National Institute of Food and Agriculture, membuka jalan bagi upaya pelestarian ekosistem yang lebih adaptif di tengah krisis iklim (Marwan Aziz).