JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Sebelum Perundingan Iklim yang saat ini berlangsung di Madrid, Spanyol, mulai membahas tentang mekanisme pendanaan bagi upaya penurunan emisi gas rumah kaca, pemerintah Indonesia sudah meluncurkan instrumen ekonomi untuk kegiatan penyelamatan lingkungan.
Bulan Oktober, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah meluncurkan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).
BPDLH merupakan Badan Layanan Umum (BLU) yang akan menghimpun pendanaan dan penyaluran untuk perlindungan lingkungan atau dikenal sebagai Dana Lingkungan Hidup (LH Fund).
Sumber pendanaan BPDLH ini akan berasal dari dana publik dan swasta di dalam negeri maupun di luar negeri termasuk dukungan bilateral, lembaga internasional, swasta, maupun filantropi.
Badan ini akan mendukung upaya pemerintah dalam mendanai upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup termasuk untuk mencapai target penurunan emisi nasional.
Pembentukan Badan ini menjadi terobosan dalam konteks mekanisme pendanaan lingkungan hidup karena menjadi alternatif sumber pembiayaan yang membuka peluang semua pihak pemangku kepentingan untuk terlibat dalam kegiatan penurunan emisi nasional.
Untuk apa saja pendanaan LH Fund_?
Ruang lingkup pengelolaan LH fund adalah di bidang kehutanan, energi dan sumber daya mineral, perdagangan karbon, jasa lingkungan, industri, transportasi, pertanian, kelautan dan perikanan, dan bidang lainnya terkait lingkungan hidup.
Indonesia akan membutuhkan dana besar untuk memenuhi target penurunan emisi sebesar 29% dengan dana sendiri, yang berasal dari Anggaran Pembelanjaan dan Belanja Negara (APBN), dan tambahan 12% dengan bantuan dana internasional, yang berasal dari donor, hibah pada tahun 2030.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, pernah menyatakan bahwa Indonesia setidaknya memerlukan dana sebesar Rp1.065 triliun hingga 2020 untuk penanganan dampak perubahan iklim yang merupakan kebutuhan selama tahun 2016-2020.
Dana tersebut dibutuhkan untuk mendanai aksi adaptasi perubahan iklim sebesar Rp840 triliun, dan untuk aksi mitigasi sebesar Rp225 triliun.
Sumber dana
BPDLH, secara umum, akan menghimpun dan mengelola dana untuk untuk menanggulangi dan memulihkan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup dan dana amanah untuk upaya konservasi sumberdaya alam, dan perlindungan atmosfer.
Secara struktural BPDLH bertanggungjawab kepada Kementerian Keuangan, akan tetapi secara fungsi berada dalam koordinasi kementerian lingkungan dan kehutanan (KLHK)](https://www.cnbcindonesia.com/news/20191009154416-4-105642/untuk-apa-lembaga-pengelola-dana-lingkungan-hidup-dibentuk). Kementerian keuangan akan mendukung pengelolaan untuk mengoptimalkan penghimpunan dan penyaluran dana, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 77/2018, sumber dana untuk penanggulangan dan pemulihan degradasi dan polusi dan pencemaran berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta dari sumber dana lainnya yang sah sesuai peraturan perundang-undangan.
Sementara, sumber dana hibah konservasi akan berasal dari hibah dan donasi. Contohnya, hibah US$ 1 miliar dari pemerintah Norwegia untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia.
Selain penghimpunan dana, BPDLH juga memiliki mandat untuk mengembangkan dana lingkungan hidup, melalui instrumen perbankan, instrumen pasar modal dan instrumen keuangan. Sementara, mekanisme penyaluran dana LH bisa melalui perdagangan karbon, pinjaman, subsidi, dan hibah, mekanisme lainnya sesuai ketentuan perundangan.
Bentuk layanan untuk LH Fund juga berupa bantuan teknis untuk masalah keuangan dan juga mengakses pasar karbon yang diharapkan bisa menarik para investor agar mereka mau berinvestasi pada program mitigasi perubahan iklim, seperti energi terbarukan dan konservasi.
Bagaimana LH Fund bisa jadi solusi
Meskipun anggaran APBN untuk lingkungan hidup meningkat sejak tahun 2016 dari Rp72,4 triliun menjadi Rp109,7 triliun pada tahun 2018, namun nilai tersebut masih jauh dari kebutuhan pendanaan untuk pengelolaan lingkungan hidup khususnya untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
Saat ini, anggaran tersebut tersebar di beberapa kementerian dan lembaga pemerintahan dengan beragam program yang tersebar pula di beberapa badan pemerintahan yang berbeda. Hal ini menyebabkan sumber pendanaan tidak terpusat dan nilainya menjadi kecil karena tersebar.
Dengan adanya lembaga khusus yang mengatur mengelola dana lingkungan hidup untuk tujuan perlindungan lingkungan dan konservasi sumberdaya alam, maka upaya perlindungan lingkungan menjadi lebih fokus dan lebih terjamin ketersediaan dananya.
Selain itu, kehadiran BPDLH juga diharapkan akan membuat upaya-upaya untuk melindungi lingkungan lebih konkret dan lebih berkembang, contohnya investasi bidang energi terbarukan yang sering membutuhkan dana awal.
LH Fund diharapkan bisa memberikan insentif yang nyata bagi para pihak yang berkontribusi terhadap penurunan emisi, misalnya untuk program REDD+ (program penurunan emisi di sektor kehutanan).
Berbeda dengan sumber dana lainnya, LH Fund mendorong keterlibatan pemangku kepentingan lebih luas karena pengajuan usulan kegiatan perlindungan dan konservasi lingkungan hidup bisa berasal dari lembaga pemerintah, komunitas masyarakat, koperasi, Badan Usaha Kecil dan Menengah, hingga organisasi sipil masyarakat, yang memang ingin melakukan kegiatan perlindungan dan konservasi lingkungan hidup.
Langkah selanjutnya, pemerintah perlu segera menyusun personil manajemen BPDLH yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan dan juga secara teknis dalam mengelola dan mengevaluasi efektivitas kegiatan, sehingga BPDLH dapat segera berjalan.
Perangkat hukum sudah ada dan pembentukan BPDLH sudah diumumkan, tunggu apa lagi?
Sumber : Theconversation.com