JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Krisis iklim yang kian nyata, menjadikan desakan kepada pemerintah semakin kuat untuk memanfaatkan momentum G20 sebagai upaya menghasilkan aksi strategis untuk memitigasi perubahan iklim.
Data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperlihatkan adanya peningkatan suhu udara di atas rata-rata di beberapa wilayah Indonesia. Hal itu telah terjadi selama beberapa bulan terakhir.
Bahkan hasil analisis pengukuran suhu permukaan pada 92 stasiun BMKG selama 4 dekade terakhir memperlihatkan kenaikan suhu permukaan dengan laju bervariasi. Dari sisi lokasi, wilayah Indonesia bagian barat dan tengah mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Misalnya, laju kenaikan suhu udara permukaan di wilayah Jakarta dan sekitarnya sebesar 0.40º – 0.47ºC per dekade. Sementara di Sumatera bagian timur, Jawa bagian utara, Kalimantan dan Sulawesi bagian utara tren kenaikannya > 0.3ºC per dekade.
BMKG dalam keterangannya menyebut peningkatan suhu udara adalah faktor klimatologis yang dampaknya dipengaruhi oleh fenomena atmosfer. Analisis big data BMKG juga memprediksikan tren peningkatan suhu udara bisa mencapai meningkat hingga 0.5ºC pada tahun 2030.
Akibat tren kenaikan suhu ini, maka potensi kekeringan akan meningkat sebesar 20% dan hujan lebat hingga ekstrem juga meningkat sampai 40%.
Melihat fakta di lapangan dan data BMKG, Kepala Divisi Perlindungan dan Pengembangan Wilayah Kelola Rakyat Eksekutif Nasional WALHI Uslaini Chaus berpendapat bahwa pemerintah memiliki peran kunci untuk menghentikan kegiatan alih fungsi lahan agar tidak terjadi deforestasi. Pasalnya, deforestasi menyebabkan peningkatan emisi karbon yang berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim.
“Kami menuntut pemerintah agar tidak lagi mengeluarkan izin baru di kawasan hutan. Izin baru itu bisa mengubah fungsi hutan menjadi lahan pertambangan, perkebunan kelapa sawit, atau hutan tanaman industri (HTI),” ujar Uslaini Chaus.
Tak hanya itu, WALHI juga mempertanyakan pengalihan fungsi lahan menjadi food estate. Membangun ketahanan pangan tidak bisa dengan cara mengorbankan kawasan hutan yang menjadi sumber penghidupan banyak masyarakat lokal dan adat serta ekosistem satwa dan fauna.
“Oleh karena itu, kita perlu intensifikasi lahan pertanian yang ada,” tutupnya (Jekson Simanjuntak).