
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM– Langit Jabodetabek tampak tenang pada Rabu hingga Kamis (6/3). Tidak ada awan pekat yang menggantung, tidak ada hujan yang turun membasahi jalan-jalan ibu kota yang biasanya rentan tergenang. Ini bukan kebetulan, melainkan hasil dari salah satu inovasi manusia dalam mengendalikan cuaca: Operasi Modifikasi Cuaca (OMC).
Sejak Selasa (4/3), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait melaksanakan operasi ini dengan satu tujuan utama—mengalihkan curah hujan ke daerah yang lebih aman demi mencegah banjir di Jabodetabek.
“OMC ini adalah salah satu upaya intervensi cuaca yang bertujuan untuk mengurangi risiko bencana hidrometeorologi, khususnya banjir yang kerap melanda kawasan perkotaan,” ujar Abdul Muhari, Ph.D., Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB.
Mengendalikan Hujan: Bagaimana Caranya?
Di balik langit cerah hari ini, enam sorti penerbangan dilakukan dengan pesawat Cessna Caravan PK-SNP. Dalam operasi tersebut, sebanyak empat ton natrium klorida (NaCl) atau garam dapur serta dua ton kalsium oksida (CaO) disemai di atmosfer Jawa Barat.
Sorti penerbangan ini tidak dilakukan sembarangan. Pesawat-pesawat itu menjelajahi wilayah perairan utara Jawa Barat, Bekasi, Karawang, hingga Pamanukan. Tujuannya adalah untuk “memanen” awan sebelum mereka memasuki Jabodetabek, mengubah titik hujan dan menjatuhkannya di tempat yang tidak akan memperburuk kondisi perkotaan yang padat.
Sejak Selasa, OMC telah mencatat tujuh sorti dengan total bahan semai mencapai 9.000 kg NaCl dan 2.000 kg CaO, bekerja selama lebih dari 16 jam di udara.
Seberapa Efektifkah Modifikasi Cuaca?
Metode ini bukanlah hal baru. Modifikasi cuaca telah lama digunakan untuk mengurangi dampak bencana hidrometeorologi. Namun, efektivitasnya bergantung pada banyak faktor, seperti kondisi atmosfer, arah angin, dan jenis awan yang tersedia.
Abdul Muhari menjelaskan bahwa OMC bukanlah solusi permanen, tetapi lebih sebagai langkah mitigasi darurat. “Ini bukan cara untuk menghentikan banjir selamanya, tetapi setidaknya membantu mengurangi curah hujan di wilayah yang sudah rentan terdampak genangan,” ujarnya.
Operasi ini dijadwalkan berlangsung hingga 8 Maret 2025, bertepatan dengan analisis prakiraan cuaca yang menunjukkan potensi hujan sedang hingga lebat di Jabodetabek hingga 11 Maret.
Dampak Jangka Panjang: Haruskah Kita Mengandalkan OMC?
Kendati OMC terbukti dapat mengalihkan hujan, banyak pakar lingkungan menekankan bahwa solusi jangka panjang tetap terletak pada tata ruang yang lebih baik, peningkatan kapasitas drainase, serta pemulihan ekosistem yang mampu menyerap air dengan lebih efektif.
Menurut Direktur Greenpress, Igg Maha Adi, sebagian besar banjir perkotaan bukan hanya soal curah hujan tinggi, melainkan juga akibat perubahan bentang alam yang semakin mempersempit area resapan air. “Dengan semakin banyaknya kawasan hijau yang dikorbankan untuk beton dan aspal, hujan yang dulu meresap ke dalam tanah kini hanya mengalir deras ke selokan dan sungai yang sudah kewalahan,”ujar alumnus Program Lingkungan Pasca Sarjana Universitas Indonesia ini (06/03/2025).
Sementara langit Jabodetabek tetap tenang hari ini, pertanyaan yang lebih besar tetap menggantung di cakrawala: Sampai kapan kita bisa mengandalkan teknologi untuk mengendalikan bencana, tanpa mengatasi akar masalahnya? (Marwan Aziz).