Inilah limbah tailing yang bersumber dari operasi pertambangan Freeport di Timika yang dibuang ke sungai Otomina dan Aikwa. Foto : dok Beritalingkungan.com. |
JAYAPURA, BL- Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA menyoroti keberadaan industri pertambangan termasuk Freeport menghasilkan limbah tailing yang merusak lingkungan.
Menurutnya kegiatan pertambangan harus mampu menjadi “prime mover” pembangunan di lokasi sekitar pertambangan sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Oleh karena keberadaan endapan mineral tergantung oleh alam sekitarnya, given by god, maka sudah selayaknya harus memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya.”ujarnya saat hadir dalam dalam Workshop Pemanfaatan Limbah Tailing bertempat di Swiss-belhotel International, Jayapura (16/10) kemarin.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup, jumlah tailing yang dihasilkan Freeport di Timika mencapai 230.000 ton per hari, sehingga perlukan upaya yang tepat agar dapat mengendalikan dampak pembuangan tailing terhadap kelestarian lingkungan hidup dan kesehatan manusia.
Mantan Rektor Universitas Cenderawasi Papua ini menekankan, pemanfaatan sumberdaya mineral ini (tailing) harus dilakukan secara berkelanjutan dengan memberikan perhatian terhadap pelestarian lingkungan hidup dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat. Untuk itu, kegiatan pertambangan harus mampu mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat kegiatan mereka.
Sebelumnya organisasi lingkungan hidup Greenpeace pada Juli 2013 lalu juga menyoroti operasi pertambangan Freeport McMoran di Timika, Papua Barat perharinya membuang 230.000 ton tailing ke Sungai Otomina dan Aikwa, yang kemudian mengalir ke Laut Arafura. Hingga 2006 diperkirakan perusahaan ini sudah membuang lebih dari tiga miliar ton tailing.
Menurut pihak Greenpeace, ekosistem laut Indonesia yang sangat kaya kini berada dalam ancaman akibat penangkapan ikan yang merusak, perubahan iklim, pembangunan pesisir, serta tambang, termasuk operasi Freeport McMoran di Papua Barat yang membuang tailing ke sungai dan mengalir ke laut Arafura.
Hingga saat ini salah satu cara untuk mengurangi dampak tailing ke lingkungan adalah dengan pemanfaatan tailing untuk material kontruksi seperti beton, con-block, batako, dan bahan baku pabrik semen.
Sementara itu, Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe, S.IP, MH yang hadir pada acara tersebut mengatakan, beberapa tahun yang lalu telah diuji cobakan memanfaatkan tailing sebagai bahan konstruksi. Berbagai ruas jalan telah dibangun untuk mendukung transportasi sehingga dapat membuka dan meningkatkan ekonomi masyarakat.
“Hal ini tentunya memberikan manfaat yang sangat besar bagi masyarakat Papua dan disamping itu juga bisa merubah cara pandang terhadap tailing yang awalnya tailing suatu masalah berubah menjadi sumberdaya yang bisa dimanfaatkan,”tandasnya. Namun mengingat berbagai mineral ikutan yang masih ada di dalam tailing, menurut pihak KLH perlu dilakukan kajian secara mendalam terhadap potensi dampak dan potensi terhadap mineral-mineral ikutan yang ada tersebut. (Marwan Azis).