JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 Rosa Vivien Ratnawati meminta para pelaku usaha dan institusi pengelola lingkungan hidup melakukan kegiatan pengelolaan limbah B3 sesuai dengan ketentuan, tidak hanya di bagian hulu, mencakup; penyimpanan, pengurangan, pengangkutan, pengumpulan. Selain itu, mereka juga diminta peduli terhadap aspek hilirnya, berupa pemulihan dan penanggulangan kedaruratan Limbah B3.
“Salah satu tugas berat yang dihadapi adalah pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi pada lahan tak bertuan atau tidak diketahui penanggungjawabnya. Untuk itu, perlu ada sinergi antara Pemerintah Pusat dengan Pemda dalam pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 non institusi,” ujarnya Rosa Vivien Ratnawati di Jakarta pada (10/8).
Rosa Vivien menjelaskan jika data KLHK menunjukkan peningkatan luasan lahan terkontaminasi Limbah B3 yang signifikan selama kurun waktu 5 tahun, sejak tahun 2015 hingga 2019.
Pada tahun 2015 luasan lahan terkontaminasi Limbah B3 sebesar 211.359,2 m2 dengan tonase yang harus dipulihkan sebesar 501.470,4 ton. Pada tahun 2019 luasan lahan terkontaminasi Limbah B3 menjadi 840.024,85 m2 dengan tonase tanah terkontaminasi yang harus dipulihkan sebesar 890.316,44 ton.
Sumber kegiatan yang menyebabkan kontaminasi lahan berasal dari kegiatan sektor pertambangan, energi dan migas, manufaktur, agroindustri dan jasa. Sedangkan lahan terkontaminasi non institusi sebagian besar dari kegiatan kecil masyarakat, seperti; Penambangan Emas Skala Kecil (PESK), peleburan logam skala kecil, kegiatan recycle barang elektronik bekas dll.
“Meningkatnya luas lahan terkontaminasi Limbah B3 mengindikasikan masih ada permasalahan di bagian hulu pengelolaan Limbah B3,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Rosa Vivien meminta agar aspek pencegahan dilakukan secara optimal. Hal lain yang juga penting dipahami oleh para pemangku kepentingan/pelaku usaha adalah pelaksanaan penanggulangan kedaruratan pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 yang harus dilakukan sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
“Sayangnya, pemahaman mengenai hal itu belum dimiliki secara merata dan seragam oleh stakeholders terkait,” ujar Rosa Vivien.
Selanjutnya, Ditjen Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 berupaya membangun sarana berbagi informasi dan pengetahuan dalam bidang pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 dan sistem tanggap darurat Limbah B3.
Hal itu tidak hanya dilaksanakan melalui pembinaan teknis, namun juga melalui berbagai media seperti website dan aplikasi mengenai pemulihan dan tanggap darurat Limbah B3. Salah satunya bisa diakses melalui laman http://pemulihanlb3.info/database-2018.
“Aplikasi Darurat Limbah B3 bisa digunakan oleh para responden, para pelaku usaha, pemerintah daerah, maupun masyarakat umum dalam melakukan penanggulangan awal kedaruratan sesuai jenis material dan kejadian yang dihadapi,” pungkas Rosa Vivien.
Sementara itu, bimbingan teknis berpedoman dari amanat pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 yang tercantum dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang diturunkan melalui PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Adapun aturan teknisnya tertuang dalam Peraturan Menteri LHK Nomor P.101/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2018 tentang Pedoman Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3. (Jekson Simanjuntak)