Aktivitas industri yang memicu perusakan hutan. |
JAKARTA, BL- Greenpeace Indonesia memberikan beberapa catatan sebagai tanggapan atas debat capres-cawapres terutama disektor kehutanan semalam.
Teguh Surya, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia menilai komitmen Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk memberikan sanksi yang keras terhadap korporasi perusak hutan perlu diuji terlebih dahulu dalam implementasi penyelesaian tunggakan kasus kebakaran hutan, dan korupsi sumber daya hutan.
Kedua pasang calon tidak jelas menyebutkan komitmen untuk melanjutkan komitmen penurunan emisi gas rumah kaca indonesia, sehingga ada kemungkinan hutan dan gambut tidak mendapat perlindungan di masa depan. Juga tidak ada kejelasan upaya pecegahan kebakaran hutan mengingat target dari penurunan emisi Indonesia pada 2020 adalah menghentikan laju deforetasi, cegah kebakaran dan lindungi gambut secara total.
Joko Widodo dan Jusuf Kalla meskipun menyebutkan akan merehabilitasi 2 juta ha hutan per tahun, akan tetapi tidak elaborasi lebih lanjut mengenai implementasi atas target tersebut. Kebijakan perlindungan hutan dan gambut melalui kebijakan moratorium juga tidak mendapatkan penjelasan yang memadai.
Hal senada juga disampaikan Kepala Greenpeace Indonesia, Longgena Ginting. Ia mengapresiasi komitmen Prabowo untuk memberi sanksi keras terhadap korporasi perusak hutan.
Mantan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) ini juga menilai kebjakan satu peta (one map policy) yang dilontarkan Joko Widodo dinilai sebagai satu langkah baik menuju transparansi kehutanan. Meski bukan ide baru, tetapi selama ini belum ada yang mengimplementasikan kebijakan satu peta.
“Namun, komitmen penyelesaian tumpang tindih perijinan di kawasan hutan seharusnya diawali dengan memperkuat dan memperpanjang kebijakan morarium yang akan berakhir pada Mei 2015, termasuk review perizinan yang ada saat ini. Sehingga bisa sejalan dengan ide one map policy,” jelas Longgena.